Sejarah Wali Songo, Penyebar Islam Di Indonesia

Islam merupakan kepercayaan dengan penganut yang besar di Indonesia. Namun, tahukah kamu bahwa islam bukanlah berasal dari negara ini? Islam dibawa oleh para pedagang dari wilayah Timur Tengah, kemudian disebarkan ke wilayah Nusantara. Untuk menyebarkan agama islam, khususnya di wilayah Jawa dibantu oleh para mubaligh yang disebut sebagai Wali Songo. Kisah penyebaran kepercayaan islam di Jawa ini memiliki kisah yang panjang, dan terangkum dalam sejarah Wali Songo lengkap.

Jadi, pernahkah kamu mendengarkan mengenai sejarah Wali Songo? Nah, untuk lebih memahaminya, simak materi berikut ini ya.

Sejarah Wali Songo di Indonesia

wali-songo
Sumber: ijir.iain-tulungagung.ac.id

Wali Songo merupakan sebutan bagi para mubaligh yang membantu dalam penyebaran islam khusunya di pulau Jawa. Para wali ini memiliki tugas ganda, yaitu sebagai pengajar dan juga pendamping para raja Jawa. Para mubaligh dengan tugas ganda ini berjumlah 9 orang, diduga karena hal itu muncul sebutan Wali Songo (Zuhri, 1981:260).

Baca juga: Kerajaan Islam di Jawa

Menurut sejarah Wali Songo lengkap, para wali ini memiliki julukan seperti sunan ataupun raden. Julukan raden bisanya digunakan untuk keluarga kerajaan, sedangkan sunan yang dalam bahasa jawa susuhunan memiliki arti junjungan atau yang dijunjung tinggi. Dalam tradisi Jawa, ada 9 wali yang dikenal. Para wali ini, kebanyakan bertempat di kota-kota pesisir, namun ada juga sebagaian kecil yang berada di pedalaman. Sebagai wali tertua ialah Maulana Malik Ibrahim.

Dalam pembagian wilayah dakwah, para wali ini juga tidak sembangaran dalam memilihnya. Jawa Timur mendapat perhatian yang cukup besar dalam penyebaran islam oleh para wali ini. pada wilayah ini ditempatkan 5 wali, yang tempat dakwahnya berbeda satu dengan lainnya, sehingga tidak berada dalam satu tempat yang sama. Hal tersebut juga dikarenakan Jawa Timur sebagai pusat kekuasaan politik pada masa itu, seperti adanya kerajaan Kediri dan Majapahit.

Di Jawa Tengah, pusat penyebaran berada di 3 wilayah yaitu Demak, Kudus, dan Muria. Berbeda dengan Jawa Timur yang kekuasan politik Hindu-Buddha masih cukup berpengaruh, maka di wilayah ini sudah tidak banyak memiliki pengaruh. Namun, karena masyarakatnya masih banyak yang menggunakan tradisi Hindu-Buddha, maka para wali menggunakan wayang untuk berkomunikasi dengan masyarakat namun dengan modifikasi dan memasukan unsur ajaran islam kedalamnya.

Wilayah Jawa Barat dengan pusat penyebarannya ialah di Cirebon. Pemilihan kota ini berhubungan dengan jalur perdagangan rempah-rempah yang berasal dari Indonesia Timur. Cirebon sendiri merupakan pintu perdagangan yang mengarah ke Jawa Tengah ataupun wilayah Indonesia Timur.

Tokoh Sejarah Wali Songo

Dalam sejarah Wali Songo di Indonesia, kata songo dalam bahasa jawa memiliki arti sembilan. Hal itu menjelaskan bahwa dalam budaya Jawa dikenal 9 mubaligh yang menyebarkan agama islam. Kesembilan wali tersebut adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati.

Masing-masing dari para wali tersebut dalam menyebarkan agama islam menggunakan cara-cara yang unik, karena pada masa itu Jawa masih memiliki tradisi warisan Hindu-Buddha ataupun nenek moyang. Sehingga sulit untuk memasukan kepercayaan baru, oleh karena itu cara-cara yang digunakanpun dibuat semenarik dan merakyat.

Sunan Maulana Malik Ibrahim

Disebut juga Maulana Maksum Ibrahim As-Samarkandy, yang diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah. sunan Maulana Malik Ibrahim ini disebut juga sebagai Syeikh Maghribi (Syamsu, 1996:49). Penyebutan itu dikarenakan itu dianggap sebagai tempat asal sunan Mulana Malik Ibrahim, Yaitu di wilayah Afrika Utara, Maroko

Pada awal kedatanganya, Sunan Maulana Malik Ibrahim singgah di Campa dan menikah dengan putri raja. Dari pernikahannya tersebut, beliau dikaruniai putra bernama Raden Rahmat yang nantinya akan menjadi Sunan Ampel. Setelah dakwahnya di Campa dianggap cukup, baru setelah itu Sunan Maulana Malik Ibrahim berpindah ke Jawa.

Untuk menyebarkan islam di Jawa, beliau melakukannya dengan membaur bersama masyarakat dan melakukan pelayanan secara sukarela. Beliau banyak melakukan kerja sosial, seperti memberikan pengobatan gratis, mengajarkan bercocok tanam, dan merangkul masyarakat yang dianggap kasta bawah dalam agama Hindu. Sambil melakukan pelayanan tersebut, secara tidak langsung mengajarkan bagaimana itu agama islam.

Sunan Ampel

Sunan AMpel
Sumber: umma.id

Merupakan putra dari Sunan Malik Ibrahim, yang dikena dengan nama Raden Rahmat. Dilahirkan sekitar tahun 1401 M. Penyebutan Sunan Ampel sendiri dikaitkan dengan wilayah beliau menetap, yaitu di Ampeldenta, Surabaya. Perjalanannya dimulai dengan singga di Palembang selama sekitar 3 tahun , kemudian melanjutkan ke Gresik. Setelah itu baru beliau sampai di Majapahit dan bertemu dengan bibinya yang merupakan putri dari Campa yang bernama Dwarawati.

Selama berada di Majapahit, beliau memiliki pengaruh yang cukup kuat. Putra dari Raja Majapahit, Prabu Brawijaya yaitu Raden Fatah juga menjadi murid dari beliau. Melalui kedekatannya dengan kerajaan, maka penyebaran islam di wilayah Majapahit tidak banyak mengalami hambatan. Bahkan beliau mendapatkan hadiah tanah di daerah yang berawa Ampeldenta. Di tanah itulah Sunan Ampel membangun pesantren yang menjadi pusat pendidikan islam di Nusantara.

Melalui pendidikan islam inilah, Sunan Ampel memperkenalkan istilah Mo Limo yang merupakan kependekan dari moh main, moh ngumbe, moh maling, moh madat, lan moh madon. Maksud dari Mo Limo tersebut merupakan sebuah seruan untuk tidak melakukan judi, minum minuman keras, mencuri, narkotika, serta bermain wanita. Sunan Ampel wafat kira-kira pada tahun 1481 M dan dimakamkan sebelah barat masjid Ampel di Surabaya.

Makam Sunan Ampel
Sumber: bappeko.surabaya.go.id

Sunan Giri

Makam Sunan Giri
Sumber: cagarbudaya.kemdikbud.go.id

Lahir di Blambangan tahun 1442M, beliau memiliki nama kecil Raden Paku atau Muhammad Ainul Yakin. Dari sumber lain dalam sejarah Wali Songo di Indonesia juga disebutkan bahwa nama kecilnya ialah Jaka Samudra, yang dikaitkan dengan peristiwa masa kecil ketika beliau dibuang ke samudra oleh keluarga ibunya yang merupakan putri Blambangan bernama Dewi Sekardadu. Ayahnya ialah Maulana Ishak, saudara kandung dari Sunan Maulana Malik Ibrahim. Beliau berhasil mengislamkan istrinya, namun tidak dengan keluarganya.

Masa kecilnya dihabiskan di pesantren Sunan Ampel, sehingga beliau juga merupakan murid dari Sunan Ampel. Setelah mendapatkan cukup ilmu, beliau memulai pesantrennya sendiri di wilayah perbukitan Desa Sidmukti, Gresik. Dalam bahasa Jawa, perbukitan disebut sebagai giri, oleh karena itulah kemudian beliau dijuluki sebagai Sunan Giri.

Pesantren tersebut, bukan hanya sebagai pusat pendidikan, namun juga pembangan masyarakat. Bahkan Raja Majapahit memberi keleluasaan mengatur pemerintahan, dan pesantren tersebut berkembang menjadi Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, beliau juga disebut dengan Prabu Satmata.

Sunan Bonang

Makam Sunan Bonang
Sumber: perpus.jatengprov.go.id

Merupakan anak dari Sunan Ampel, dengan nama kecil Raden Makdum Ibrahim. Lahir oleh ibu bernama Nyi Ageng Manila putri Adipati Tuban, kira-kira pada tahun 1449M. Sunan Bonang menempuh pendidikannya di Pesantren di Ampel Denta. Setelah merasa ilmunya cukup, beliau melakukan dakwah keliling Jawa. Mulai dari Kediri, disana masyarakatnya mayoritas beragama Hindu, kemudian beliau berhasil mendirikan masjid Sangkal Daha.

Setelah itu, beliau menetap di daerah Bonang, yang merupakan desa kecil di wilayah Lasem. Di wilayah tersebut beliau berhasil mendirikan tempat persujudan sekaligus pesantren yang dikenal dengan nama Watu Layar. Walaupun telah menetap di Bonang, namun beliau masih suka untuk berdakwah keliling ke daerah-daerah terpencil seperti di Tuban, Madura, Pati, bahkan Pulau Bawean. Ajaran beliau meliputi ilmu Tauhid, Fiqih, dan Tasawuf.

Ajaran Sunan Bonang berinti pada filsafat cinta, yang memiliki arti sama dengan iman, makrifat, dan kepatuhan kepada Allah. Untuk menyampaikannya pada masyarakat, beliau menggunakan media kesenian yang populer. Beliau berhasil membuat karya sastra berbentuk suluk, seperti suluk wijil. Selain itu, gending jawa yang awalnya kental dengan nuansa Hindu juga diberikan nuansa dzikir. Wayanng juga dijadikan media dalam menyampaikan ajaran islam pada masyarakat, dan Sunan Bonang dikenal ahli dalam menjadi dalang wayang.

Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga
Sumber: historia.id

Berdasarkan Babad Jawa, beliau merupakan anak dari Wilwatikta yang merupakan Adipato Tuban, dengan nama aslinya Raden Said. Diduga menjalani empat masa pemerintahan yang berbeda, yaitu Majapahit (sebelum 1478), Kesultanan Demak (1481- 1546), Kesultanan Pajang (1546-1568), serta pada awal pemerintahan Mataram (1580-an)

Pemberian nama Kalijaga, dikaitkan dengan kisah penantian datangnya Sunan Bonang dengan menunggu di tepi sungai. Namun ada juga yang menyebutkan bahwa nama tersebut berasal dari nama sebuah desa di wilayah Cirebon, yang merupakan tempat dakwah Sunan Kalijaga.

Dakwah yang dilakukan beliau dilakukan dengan memadukan seni dalam masyarakat, seperti lewat wayang, tembang, gamelan, ukir, serta batik. Tembang yang terkenal cipataan Sunan Kalijaga seperti dandangula dan ilir-ilir. Beliau juga meninggalkan gamelan yang dikenal dengan Kanjeng Kyai Nagawilaga serta Kanjeng Kyai Guntur Madu, yang saat ini disimpan di keraton Yogyakarta dan Surakarta. Pasangan gamelan tersebut banyak dikenal dengan Gamelan Sekaten.

Baca juga: 9 Peninggalan Kerajaan Singasari Serta Penjelasannya

Sunan Gunung Jati

Dikenal dengan Syarif Hidayatullah, yang lahir di Makkah ahun 1448 M. Kedatangannya ke Caruban ditemani oleh Dipati Keling. Memulai penyebaran islamnya di wilayah Gunung Sembung, yang diawali dengan pembangunan langgar, dan berkembang menjadi pondokan. Setelah itu beliau meluasakan wilayah dakwahnya ke Babadan, lau Banten. Hingga pada tahun 1479 M, beliau diangkat menjadi tumenggung dengan gelar susuhunan yang juga dipanggil Sunan Gunung Jati.

Dakwah beliau dilanjutkan di pedalaman Tatar Sunda melalui dua kebijakan, yaitu:

  1. Sebelum melakukan dakwah ke pedalama Tatar Sunda, kekuasanya diserahkan pada puteranya, pangeran Pasarean.
  2. Setelah agama islam menyebar di Tatar Sunda, Sunan Gunung Jati mengadakan pengangkatan 4 kepala daerah yaitu Sebakinkin di Banten, Sri Manggana di Pajaran, Raja Lahut di Jakarta, dan Raja Sengara di Tegal.

Sunan Drajat

Merupakan anak dari Sunan Ampel, dengan nama kecil Raden Qosim. Beliau banyak dikenal oleh kecerdasanya. Tugas dakwah pertamanya ke daerah pesisir Gresik, namun terdampar di wilayah lamongan. Disana beliau berjasil mendirikan padepokan santri Dalem Drajat di Paciran, yang merupakan tanah perdikan dari Kerajaan Demak. Dakwah yang dilakukan melaui pembauran dengan budaya lokal. Sunan Drajat juga membuat orang-orang kaya mengeluarkan zakat dan infaq untuk membantu yang tidak mampu.beliau juga berhasil menciptakan tembang mocopat, pangkur.

Sebagai penghargaan dari Raden Fatah atas jasanya dalam menyebarkan islam serta menganggulangi kemiskinan, beliau mendapat gelar Sunan Mayang Madu. Dalam sejarah Wali Songo lengkap, filosofi dalam menanggulangi kemiskinan beliau diabadikan di tangga komplek makamnya, yaitu:

  1. Memangun resep tyasing sasoma, memiliki arti membuat senang hati orang lain.
  2. Jroning suka kudu eling lan waspada, berarti dalam suasana senang harus tetap ingat dan waspada.
  3. Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah, artinya dalam menggapai cita-cita luhur tidak peduli dengan segala rintangan.
  4. Meper hardaning pancadriya, berarti harus menekan nafsu.
  5. Heneng-Hening-Henung, memiliki makna dalam diam akan diperoleh keheningan dan dalam hening akan tercapai cita-cita luhur.
  6. Mulya Guna Panca Waktu, memiliki arti kebahagiaan hanya dapat dicapai dengan sholat lima waktu.
  7. Menehana teken marang wong kang wuta, Menehana mangan marang wong kang luwe, Menehana busana marang wong kang wuda, Menehana ngiyup marang wong kang kodanan, mempunyai makna memberikan ilmu agar orang jadi pandai, mensejahterakan kehiduapan oarng miskin, ajari kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta memberi perlindungan pada yang menderita.

Sunan Kudus

Menara Sunan Kudus
Sumber: www.nu.or.id

Dalam sejarah Wali Songo di Indonesia, beliau menantu dari Sunan Bonang. Dalam melakukan dakwah beliau banyak mengambil ilmu dari Sunan Kalijaga yang membaur dengan budaya lokal, seperti penggunaan simbol-simbol Hindu Buddha. Hal tersebut dapat dilihat dari arsirektur masjid Kudus, menara, tempat wudhu, dan lainnya yang menggunakan simbol-simbol Hindu-Budha. Selain itu, beliau juga berhasil menciptakan tembang mijil dan maskumambang.

Sunan Muria

Memiliki nama kecil raden Prawoto. Merupakan seorang sesepuh Kerajaan Demak Bintoro. Dakwah yang dilakukannya dengan cara membaur bersama masyarakat, mengajarkan ketrampilan bercocok tanam, berdagang, serta melaut. Beliau juga suka tinggal didaerah terpencil. Selain itu, beliau juga menggunakan media seni yang disisipkan nilai-nilai ke-islaman. Dalam sastra, berhasil mencipta tembang sinom dan kinanti. Penggunaan nama Muria sendiri diambil dari tempat tinggal terakhir beliau, yaitu di lereng Gunung Jati.

Dari materi sejarah Wali Songo di indonesia yang telah diberikan, diketahui bahwa penyebaran islam di pulai Jawa memilki karateristiknya masing-masing. Namun, kebanyakan dilaukan melalui pembauran dengan budaya setempat untuk mempermudah komunikasi dengan masyarakat.

Baca juga: 15 Peninggalan Kerajaan Demak Serta Penjelasannya

Pemahaman Akhir

Para mubaligh yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Mereka membantu menyebarkan ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang dari wilayah Timur Tengah, dan kemudian menjadi pilar penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara.

Para Wali Songo memiliki tugas ganda, yaitu sebagai pengajar dan pendamping para raja Jawa. Mereka memiliki julukan seperti sunan atau raden, dan terkenal dengan cara-cara dakwah yang unik, menggunakan seni dan budaya lokal dalam menyebarkan ajaran Islam. Masing-masing dari para Wali Songo memiliki peran dan kontribusi yang berbeda dalam menyebarkan Islam di wilayahnya masing-masing.

Beberapa di antara mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus, dan Sunan Muria. Mereka berhasil menciptakan tembang-tembang, wayang, gamelan, dan seni lainnya sebagai media dakwah yang menarik dan merakyat.

Dengan usaha dan ketekunan mereka, Islam berhasil diterima dan berkembang di Jawa, dan ajaran Islam secara bertahap menyatu dengan budaya lokal. Penyebaran agama Islam oleh Wali Songo telah meninggalkan jejak berharga dalam sejarah Indonesia, yang hingga kini masih berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.

Jadi, apakah kamu sudah mulai memahami sejarah Wali Songo lengkap?

Semoga materi kali ini bisa membantumu memahaminya ya. Jangan lupa terus belajar dan terus membaca.


Daftar Rujukan

Zuhri, S. 1981. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembanganya di Indonesia. Bandung: Al-Ma’arif

Syamsu, A., M. 1996. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya. Jakarta: Lentera

Artikel Terbaru

Avatar photo

Leni

Nama saya Leni Sagita, lulusan S1 Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Malang. Saya tertarik menulis dalam bidang pendidikan, khusunya bidang Sejarah, untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang saya dapatkan. Semoga artikel yang saya buat nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya adik-adik yang sedang menimba ilmu supaya lebih bersemangat dalam belajar.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *