10 Contoh Cerpen Tentang Pendidikan

Cerpen atau cerita pendek bertema pendidikan mengandung nilai-nilai budi pekerti, baik-buruk, dan juga nasihat tentang mengejar cita-cita setinggi langit. Penyampaian narasi seperti itu akan semakin menarik dengan dijadikan sebuah cerpen.

Berikut ini adalah contoh cerpen pendidikan yang bisa kamu pelajari.

Sampai Ujung Usia

Contoh cerpen
Sumber foto: Daria Głodowska dari Pixabay

Namaku adalah Riko Agung Pratama, kawanku di kampus sering sekali memanggilku Agung, entah apa yang mereka pikirkan memanggilku dengan nama tengahku. Aku sedang kuliah di salah satu universitas swasta di Depok, dengan jurusan Sistem Komputer.

Pada waktu itu, tepat hari Jumat, dimana aku akan menuju ke Lab Robotika untuk menguji alat yang kubuat. Tapi, siapa sangka, sesampainya aku disana aku bertemu dengan dosen yang mengajarku pada semester 6 lalu. Dia adalah Pak Lingga, mengajar mata kuliah Matematika Diskrit waktu itu.

Aku sangat menghormatinya karena dia adalah salah satu dosen senior di kampusku. Bagaimana tidak, di usianya yang sudah menginjak 70 tahun dia tetap bugar dan semangat mengajar mahasiswanya. Bahkan tidak jarang dialah orang pertama yang sudah datang di kelas.

Di lab tersebut, di sela aku membuat data pengamatan, mataku selalu tertuju ke arahnya. Pak Lingga begitu serius dengan apa yang dia kerjakan di hadapannya. Sesekali aku mendekatinya, lalu melihat apa yang dia kerjakan.

“Pak, sudah sore begini, apa yang bapak kerjakan di lab? Aku bertanya dengan wajah penasaran.

“Oh ini, bapak sedang riset alat yang bapak kembangkan untuk pentas robot nanti. Makanya bapak ke sini mau minta ajararin ke pak Sultan” ujarnya

Pak Sultan sendiri adalah kepala lab robotika yang kini menjadi kepala jurusanku.

“Loh, bapak seharusnya tidak perlu repot-repot datang dan belajar di lab ini. Biar mahasiswa bapak saja yang datang kesini” sambungku.

“Bukan begitu, ko. Bapak sendiri dari dulu ingin belajar mengenai system gerak pada robot ini, kebetulan kan sekarang Pak Sultan ada disini” balasnya.

Kekagumanku kepadanya semakin menjadi-jadi, mengingat usianya yang sudah lanjut tapi keinginan belajarnya masih saja tinggi. Berbeda denganku, di umurku yang masih muda kadang aku masih saja berjibaku dengan rasa malas yang meradang. Benar kata orang tuaku, mencari ilmu itu sebenarnya bukan sampai ke negeri China, tapi sampai ujung usia.

Gotong Royong Kos Idjo

Aku, teman-teman dan seluruh penghuni Kos Idjo sudah berkumpul di depan mushola, untuk merumuskan konsep gotong royong besok sore. Mulai dari peralatan yang harus digunakan hingga pembagian tugas tiap masing masing orang.

“Dikarenakan musim kemarau yang berkepanjangan di daerah kita, halaman Kosan Idjo beberapa pekan ini penuh dengan sampah dedaunan kering hingga sampah ranting yang berjatuhan memenuhi halaman. Untuk itu, besok sore ibu meminta kalian bergotong royong membersihkan semua sampah itu” Buka ibu kos.

Setelah itu, ibu kos membagi kami menjadi beberapa kelompok, serta pembagian area mana saja yang akan dibersihkan. Tidak lupa beliau mengingatkan kepada kita bahwa kegiatan ini semata-mata untuk kenyamanan bersama.

Keesokan harinya selepas ba’da ashar, semua telah berkumpul di lokasi yang ditentukan. Pekerjaan pun dimulai, sampah mulai dibersihkan dan diangkut ke pembuangan akhir. Aku berada satu regu dengan kawanku yang bernama Putu. Kita membersihkan halaman depan gedung 1, tepat di depan kamarku dan kamarnya.

“Put, lo haus ga? Gue mau beli minum nih di warung depan, mau nitip ga?” tanyaku pada putu.

“Engga deh, di kamar gue masih ada minuman dingin, ko.” Balas putu.

Bersih-bersih pun selesai, semua berkumpul lagi, kemudian ibu kos membuka percakapan kembali.

“Terima kasih saya ucapkan untuk semuanya yang sudah berpartisipasi pada gotong royong ini, tanpa kalian semua, mungkin pekerjaan kita tidak akan selesai secepatnya ini..” ucap ibu kos.

Di sela rasa lelah yang menggerogoti badan, aku bergumam dalam hati.

“Ternyata, suatu pekerjaan yang dikerjakan bersama-sama, akan bisa menghemat waktu dan tenaga, terlebih lagi pendidikan non formal seperti inilah yang penting untuk mendidik diri sendiri agar senantiasa hidup bersosial dengan lingkungan sekitar.” Ujarku sambil tersenyum menghela napas.

Arti Kejujuran

Waktu itu, saat aku masih duduk di bangku SMP, aku mengerti tentang apa itu kejujuran. Pilihan untuk berbohong dan jujur, hal itu yang aku hadapi saat aku menghadapi ujian sekolah. Saat ujian, teman sekelasku banyak yang mencontek dengan berbagai cara. Ada yang membawa catatan kecil hingga menyembunikan buku di bawah meja.

Baca juga: Contoh Teks Eksposisi

“ Zul, lo mau nyontek ga? Gue bawa contekan nih” bisik Fadil di sebelahku saat ujian berlangsung.

“Wih! Boleh juga” ucapku dengan mengambil kertas kecil darinya.

Pada saat itu, aku masih belum percaya buah dari sebuah kejujuran. Aku akan mencontek jika menghadapi ujian matematika, fisika hingga kimia, karena aku kurang begitu suka dengan angka. Hingga akhirnya pengumuman kenaikan kelas pun tiba, aku dan teman-temanku begitu tegang saaat menunggu nilai rapot yang akan diberikan.

Setelah kuterima rapot dari wali kelas, lalu wali kelasku mengatakan bahwa aku naik kelas. Namun, saat aku membuka rapot itu aku melihat nilai pelajaran matematika, fisika serta kimia mendapat nilai yang kurang memuaskan bahkan kurang dari rata-rata.

Saat itu ku merenung, bernostalgia di saat aku ujian dan mencontek di salah satu mata pelajaran tersebut, kemudian hasilnya mendapat nilai buruk. Sedangkan mata pelajaran yang lain yang aku kerjakan dengan kemampuanku meraih hasil yang baik.

Lalu hal tersebut aku terapkan untuk menghadapi ujian di kelas berikutnya. Ketika ujian nanti, diriku niatkan untuk berusaha jujur dalam mengerjakan soal yang diberikan, sesulit apapun. Kali ini materi yang telah kupelajari dan yang diajarkan guruku di kelas semuanya keluar. Tanganku menuliskan jawaban di LJK dengan tenang tanpa suatu keraguan. Hingga akhirnya pelaksanaan ujian pun selesai, kini hanya tinggal menunggu hasilnya.

Hari pembagian rapot pun tiba. Aku kembali tegang dengan hasil yang akan aku dapat nanti. Kemudian ibu wali kelas membacakan satu per satu para siswa yang meraih peringkat lima besar paralel hingga tepat pembacaan siswa yang meraih peringkat pertama

“Siswa yang meraih peringkat pertama adalah…” ucap ibu wali kelas,

Semua siswa begitu tegang menunggu kelanjutan ucapan dari ibu wali kelas tersebut.

“Zulfikar Al Husein” ucapnya sambil mengarahkan matanya padaku.

Diiringi bahagia dan harus atas kerja kerasku belajar selama ini tidak sia-sia. Kemudian semua teman memberi selamat padaku, lalu ibu wali kelas mengatakan padaku bahwa peraih peringkat pertama akan mendapat beasiswa sekolah di SMA. Diriku begitu senang mendengarnya. Anggapanku tentang kejujuran itu memang benar “kalau jujur itu membawa bahagia walau awalnya itu sulit”

Belajar dari yang Tak Pernah Diajar

Pagi itu aku yang sedang sarapan dengan tenang tiba-tiba tersendak karena melihat jam sudah pukul 7. Aku menggoes sepeda. Sialnya gerbang sekolah sudah ditutup dan pak satpam dengan wajah kesal berkata padaku di balik gerbang.

Lalu dibukakannya pintu gerbang itu, namun aku dan beberapa murid lain dihukum dengan berdiri di lapangan basket sampai jam pertama selesai. Aku melirik pos satpam, sebuah tempat dimana laki-laki itu setiap pagi datang dan bekerja sampai sore hari tiba.

Namanya adalah Pak Asep, tapi anak-anak sering memanggilnya “Mang Oray”, entah aku tak tau siapa pencetus panggilan tersebut pada Pak Asep. Dia sangat popular di SMA Negeri 1 karena dekat dan ramah dengan murid-murid, khususnya murid laki-laki.

Lama setelah itu aku juga semakin akrab dengan satpam tersebut, yang kawan-kawanku selalu memanggilnya Mang Oray. Pernah suatu ketika dia menceritakan kepadaku dan kawan-kawanku tentang dia sewaktu seusia kami.

“ Dulu, Mamang pernah sekolah seperti kalian. Tapi mamang tidak bisa melanjutkannya hingga selesai, karena orang tua mamang tidak bisa membiayainya” imbuh dia dengan senyum menutupi.

“Kalian, harus memanfaatkan kesempatan kalian untuk mengais ilmu disini, makanya mamang suka marah pada kalian yang suka terlambat masuk” sambungnya.

Dia kemudian melanjutkan ceritanya. Ternyata di rumahnya dia menyediakan perpustakaan mini untuk para tetangganya yang ingin sekolah namun terkendala ekonomi keluarga. Aku pun sangat kagum dengan perjuangan Pak Asep. Ditengah biaya hidup yang semakin susah, kulit kian keriput serta rambut kian memutih, dia masih bisa membantu orang-orang di sekitarnya. Terimakasih, Pak.

Mahaguru

mahaguru
Sumber: S. Hermann & F. Richter dari Pixabay

Perkenalkan, namaku Adnan Husein. Aku tinggal di salah satu daerah di kota Bandung. Sekarang aku sedang menempuh pendidikan Ilmu Komputer di Universitas favorit di kota Malang.

Aku adalah anak tunggal yang kini hanya memiliki orang tua tunggal, yaitu ibuku. Ayahku meninggalkanku ke surga sewaktu aku masih duduk di bangku SMA. Aku sangat terpukul waktu itu, untung aku memiliki ibu yang sangat hebat, dia selalu memberiku semangat untuk tidak terus-menerus termenung.

“Nak, ibu tau kamu sangat kehilangan ayah. Tapi mungkin ayah disana ingin melihat anaknya bangkit dan bisa meraih cita-citanya” kata ibu menemaniku di sudut kamar.

“Ibu pun sangat kehilangan ayah. Tapi ibu tidak mau membebani ayah disana karena ibu terus terhanyut dalam kesedihan” sambungnya.

“Tapi a..a..aku tidak yakin bisa melangkah tanpa semangat dari ayah lagi sekarang, bu” jawabku dalam pelukan ibu.

“Ibu yakin, bahkan ayah pun disana pasti yakin kamu bisa melewati semua ini” jawab ibu sambal mengusap air mata ku yang mulai mengering.

Beberapa waktu berlalu, aku pun diterima di universitas favorit di Malang dengan mengambil jurusan Ilmu Komputer. Ini berkat doa ibuku dan ayahku di alam sana.

Setelah semua itu, akupun berkemas untuk keberangkatanku ke kota Malang besok pagi. Namun, di sela malam aku termenung memikirkan ibu. Awalnya aku ragu untuk mengambil kesempatan kuliah ini, mengingat aku harus menggalkan ibuku sendiri di rumah. Saat malam, tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu kamar.

“Nak, sudah tidur? Ibu boleh masuk?” suara ibu dibalik pintu.

“iya, bu, masuk aja pintunya ga di kunci, kok” balasku

Lalu ibu masuk dan melihatku yang sedang memikirkan sesuatu. Ibu menghampiriku sambil membawakan teh hangat untukku.

“Ibu buat kamu” ibu memberi sambil duduk di kasurku. Aku meminum teh hangat dari ibu.

“Kamu sedang memikirkan apa, nak” tanya ibu padaku.

“Aku tidak memikirkan apa-apa kok, bu” aku dengan pandangan kebawah.

“Ibu bisa melihatnya dari matamu, nak. Apa yang kamu pikirkan?” tanya ibu.

“Aku hanya sedang memikirkan jka aku pergi kuliah di Malang, berarti aku harus meninggalkan ibu disini sendiri” jawabku dengan mata yang berkaca-kaca. “aku sejujurnya tidak ingin meniggalkan ibu sendiri disini” sambungku dengan air mata yang mulai jatuh.

“Ya allah, Nak. Ibu tidak apa-apa disini, lagian disini kan ada mbak yang nemenin ibu. Jadi kamu tidak perlu khawatirkan ibu disini, ya.” Balas ibu dengan memelukku.

Keesokan paginya akupun pamit pada ibu untuk berangkat melanjutkan pendidikanku di kota orang. Dalam perjalanan aku bergumam dalam hati sambil melihat keluar dari jendela kereta.

“Ternyata benar, hal-hal yang ibu ajarkan padaku melalu nasihatnya mungkin tidak akan aku temukan di bangku sekolah manapun. Terimakasih, Bu, aku berjanji akan membahagiakanmu selagi napasku masih berhembus” gumamku dalam hati.

Manisnya Sebuah Hasil

Nabila adalah siswi teladan yang sudah memasuki semester akhir sekolah SMA, yang tandanya dia akan menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Sedangkan Nadin adalah sahabatnya yang selalu menemani Nabila saat belajar di perpustakaan, bukan untuk belajar, tapi dia lebih memilih bercengkrama dengan ibu perpus.

Baca juga: Contoh Teks Eksplanasi

Ujian Nasional pun sudah berakhir. Nabila, Nadin dan beberapa kawannya berjalan melewati lorong sekolah menuju kelasnya. Setelah tiba di kelas, anak-anak kelas XII IPA sudah berada di bangku masing-masing, menunggu wali kelasnya membagikan amplop berisi surat kelulusan. Nabila dan Nadin saling berpelukan dibangku mereka, saling mendoakan.

Namun Nabila mendapatkan 2 amplop secara bersamaan. Setelah semua siswa mendapatkan amplopnya masing-masing, secara bersamaan siswa XII IPA membuka amplop tersebut. Kegugupan, ketegangan dan kekhawatiran saat itu pecah. Seluruh siswa lulus, wali kelaspun ikut bahagia dengan kelulusan semua siswa.

“Alhamdulillah..,aku lulus” ucap Nabila saat membuka amplop pertama.

“Iya aku juga lulus, Bil…” sahut Nadin.

Dengan wajah penasaran Nabila membuka kembali amplop yang kedua. Dengan tangan yang gemetar dia membaca isi amplop tersebut. Ternyata isinya adalah surat keterimanya dia sebagai penerima beasiswa kuliah di Turki.

Nadin yang tadinya hanya asik dengan bahagianya sendiri, turut ikut bahagia mengetahui bahwa sahabatnya telah mendapatkan beasiswa kuliah ke Turki.

Nadin mengetahui kalau sahabatnya ini adalah orang yang sangat giat belajar. Setiap kali jam istirahat pertama berbunyi, dia memilih untuk ke perpustakaan daripada ke kantin. Menurutnya ke kantin jam istirahat ke dua pun bisa. Jadi dia lebih memilih memanfaatkan waktunya untuk belajar di perpustakaan.

Ternyata benar, tidak ada usaha yang sia-sia di bumi ini, semuanya aka nada hasilnya, besar atau kecil.

Meminta Lebih Baik dari Mencuri

Hari ini, aku pulang kuliah lebih cepat dari biasanya, dikarenakan dosen mata kuliah di jam terakhir berhalangan masuk. Aku pun bergegas pulang, sekitar pukul 15.00 akupun tiba di rumah. Namun, aku melihat ibu seperti orang kebingungan yang sedang mencari sesuatu. Ternyata ia kehilangan uang kembalian belanjaannya.

Aku pun membantunya namun hasilnya pun nihil. Ibu pun pasrah dan aku ke luar rumah kembali karena lupa ada yang harus dibeli. Di jalan dekat warnet, aku bertemu dengan adeku.

“De, kamu main di sini emang ibu kasih uang ke kamu? Kan kamu lagi dihukum ga dikasih uang jajan hari ini?” tanyaku dengan muka yakin kalo dia pasti mengambil uang ibu. “oh, kaka tau kamu ambil uang ibu yang di atas meja, ya!?” sambungku.

“I..ii..iya kak, aku ambil uang ibu, tapi Cuma aku pakai 5 ribu doang kok, kak.” Jawab dia dengan ketakutan.

“Ayo naik ke atas motor, nanti jelasin sama ibu..” ucapku sembari membawanya pulang.

Sesampainya di rumah, dia langsung jujur dan menceritakan semuanya kepada ibu. Aku dan ibu langsung menasehatinya sebaik mungkin.

“De, ibu lebih menghargai kamu meminta ke ibu, sekalipun kamu sedang dihukum. Dari pada mencuri seperti ini kan tidak baik” kata ibu sambil mengelus rambut adikku.

Dia hanya tertunduk malu dengan rasa bersalahnya yang terpampang jelas dari wajahnya. Setalah dinasehati, adikku mengakui kesalahannya, meminta maaf kepada ibu dan aku, serta benar-benar berjanji untuk tidak mengulanginya lagi di kemudian hari.

Menjelang Ujian Nasional

Namaku adalah Wulandari, siswi kelas XII di salah satu SMA Negeri di Jakarta. Aku biasa dipanggil wuri. Aku tinggal di Jakarta, namun aku lahir di tanah pasundan, Bandung. Sudah 10 tahun aku dan keluargaku pindah ke Ibu Kota.

Hari ini adalah hari kamis, akan diadakannya seminar alumni. Seminar ini akan di isi oleh lulusan terbaik sekolah kami, yaitu seorang mahasiswa kedokteran di salah satu universitas terbaik di Jakarta. Tujuannya adalah memberi inspirasi dan motivasi kepada anak kelas XII, sekaligus menyuarakan betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan. Aku dan teman-teman sudah tidak sabar menunggu kedatangan mereka.

Saat bel istirahat berbunyi aku bergegas menuju ruang seminar bersama temanku, Santi. Aku dan teman -temanku sudah berada didalam ruangan, kemudian kakak mahasiswa itu menuju ke arah depan dan langsung memperkenalkan diri, menyambut kehadiran mereka dengan senang hati.

Materi yang kakak mahasiswa itu berikan sangat memotivasi sekali, begitu pula mengenai pentingnya pendidikan dalam kehidupan dan masa depan. Dia juga memberi gambaran tentang generasi masa kini yang nasibnya kurang baik, karena besarnya rasa malas yang meradang.

Setelah materi selesai, di penghujung acara aku dan seluruh murid menyalami kakak tersebut dan berterimakasih padanya karena sudah membuatku semakin yakin bahwa setelah lepas dari SMA aku akan mengejar cita-citaku menjadi seorang dokter.

Pentingnya Budi Pekerti

Siang itu, jam dinding menunjukkan pukul 14.00, artinya tidak lama lagi pelajaran akan selesai dan kelas akan pulang. Akupun melihat pak guru mata pelajaran Kewarganegaraan telah mengemaskan peralatan belajarnya dari atas meja ke dalam tas.

Setelah semuanya telah siap untuk pulang, keadaan kelas begitu senyap dan diam, karena tau guru kewarganegaraan ini sangat tidak suka sekali kelas yang gaduh. Bahkan saking heningnya, suara motor dan kendaraan lain dijalan yang berjarak lebih dari 100 meter dari sekolahku terdengar. Tiba-tiba pak guru memecah keheningan dengan mengajukan pertanyaan kepada kami.

“Anak-anak sebelum pulang bapak ingin bertanya kepada kalian semua, menurut kalian, apakah sesuatu yang penting dalam sebuah negara?” kata Pak Guru dengan tangannya memangku dagunya.

Kemudian Yopi, kawan yang duduk sebelahku menjawab sambil mengangkat tangannya.

“Pemerintah, pak..” jawabnya.

“Adalagi yang lain?” sambung pak guru.

Akupun memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan tersebut.

“Pengakuan dari negara lain, pak..” jawabku.

“Jawaban kalian itu semua tidak salah, semuanya benar. Tapi, di balik itu semua ada sesuatu yang harus dimiliki sebuah negara” pungkas Pak Guru.

Kami serentak kebingungan lalu bertanya kepadanya.

“Lalu jawabannya apa, Pak?” tanya kami dengan penuh penasaran.

“Sesuatu itu adalah budi pekerti dan kepribadian yang baik setiap warga negara di dalamnya” jawab Pak Guru.

Dia menjelaskan bahwa negara yang maju adalah negara yang memiliki budi pekerti yang baik yang ada pada setiap insan warga negaranya. Warga yang bisa menghargai satu sama lain dan menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika.

Perjuangan Gadis Kecil

Di suatu desa yang cukup jauh dari kota, ada seorang gadis manis bernama Wulandari. Dia sekarang duduk dibangku sekolah dasar. Tidak seperti anak seusianya, dia harus berjuang lebih extra untuk sampai kesekolah. Bagaimana ridak, jarak rumahnya ke sekolah kurang lebih 7 KM, terlebih lagi dia harus berjalan kaki karena rumahnya di pedalaman.

Sudah hari senin, menandakan wulandari akan berangkat kesekolah pada pagi buta ditemani sang ayah. Dengan hati yang riang dia menuju ke sekolah dengan ayahnya. Dierjalanan, meskipun jalan kaki wulan tidak sama sekali merasa lelah. Disisi senang akan pergi kesekolah, sang ayah juga selalu memberinya semangat dengan menceritakan arti nama dia.

Sudah 1 jam akhirnya tiba juga di sekolah. Dengan berbagai rintangan di perjalanan, semuanya terobati ketika melihat kawan kawan Wulandari menunggu depan gerbang sekolah. Di depan gerbang juga ibu kepala sekolah menyambut Wulandari.

Wulandari masuk kedalam kelasnya, namun ibu kepala sekolah bertanya pada sang ayah.

“Pak, jarak yang sejauh ini apa tidak apa apa untuk Wulan?” tanya ibu kepala sekolah

“Kalau saya, selagi Wulandari semangat mengejar ilmunya, saya yang akan menemaninya saat berangkat dan pulang sekolah. Nanti, jika dia kelelahan saya tinggal menggendongnya” jawab ayah. Bu guru pun mengangguk.

“Bu, Wulan pernah berkata pada saya kalau dia bakalan terus belajar karena ingin menjadi seorang dokter. Mendengar itu saya tak kuasa menahan haru. Maka dari itu saya akan menemaninya selama dia punya kemauan yang tinggi untuk mengejar mimpinya.” Sambung ayahnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Wulandari mungkin masih kecil, namun keinginannya untuk belajar sangat tinggi. Banyak diluaran sana yang memiliki akses mudah kesekolahnya namun bersikap malas-malasan. Semoga Wulandari benar menjadi bulan purnama bagi keluarganya kelak.

Baca juga: Contoh Teks Berita

Pemahaman Akhir

Cerpen atau cerita pendek bertema pendidikan yang mengandung nilai-nilai budi pekerti, baik-buruk, dan nasihat tentang mengejar cita-cita setinggi langit memberikan pengalaman yang menarik dan inspiratif. Berdasarkan contoh cerpen yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa cerpen pendidikan dapat menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai moral, menyoroti perbedaan antara perilaku baik dan buruk, serta memberikan nasihat kepada pembaca.

Dalam cerpen pertama, “Sampai Ujung Usia,” kisah tentang seorang dosen senior yang berusia lanjut yang masih semangat belajar dan mengajar menunjukkan pentingnya semangat belajar sepanjang hidup. Cerita ini menginspirasi pembaca untuk tidak pernah berhenti mencari ilmu dan mengejar cita-cita meskipun usia telah lanjut.

Cerpen “Gotong Royong Kos Idjo” menggambarkan pentingnya kerjasama dan solidaritas dalam mencapai tujuan bersama. Melalui gotong royong membersihkan lingkungan, cerita ini menyampaikan pesan bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada pelajaran di sekolah, tetapi juga melibatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar.

“Cerita Kejujuran” mengajarkan pentingnya integritas dan kejujuran dalam menjalani kehidupan. Cerita ini menyoroti bahwa meskipun mencontek atau berbohong mungkin tampak menguntungkan secara singkat, tetapi pada akhirnya, kejujuran akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan jangka panjang.

“Cerita Belajar dari yang Tak Pernah Diajar” menekankan pentingnya memanfaatkan kesempatan belajar yang ada di sekitar kita. Melalui tokoh Pak Asep, cerita ini mengajarkan tentang semangat belajar dan berbagi ilmu kepada orang lain, bahkan dalam situasi sulit sekalipun.

“Cerita Mahaguru” menggambarkan peran ibu dalam memberikan dukungan dan motivasi kepada anaknya. Cerita ini mengajarkan pentingnya hubungan antara anak dan orang tua dalam mencapai cita-cita, serta menghargai perjuangan dan nasihat yang diberikan oleh mereka.

“Cerita Manisnya Sebuah Hasil” mengilustrasikan bahwa kerja keras dan tekad untuk belajar dapat membuahkan hasil yang memuaskan. Melalui tokoh Nabila, cerita ini menginspirasi pembaca untuk tetap berusaha dan tidak mudah menyerah dalam mengejar impian dan cita-cita.

“Cerita Meminta Lebih Baik dari Mencuri” menggarisbawahi pentingnya etika dan moralitas dalam setiap tindakan. Melalui cerita ini, pembaca diajak untuk memilih jalan yang benar dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan daripada mengambil jalan pintas yang tidak bermoral.

Terakhir, “Cerita Perjuangan Gadis Kecil” menunjukkan semangat belajar dan ketekunan seorang anak yang harus menghadapi tantangan untuk mendapatkan pendidikan. Cerita ini mengilhami pembaca untuk menghargai akses pendidikan yang ada dan tidak mengabaikan kesempatan belajar yang diberikan.

Secara keseluruhan, melalui contoh-contoh cerpen pendidikan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa cerpen dapat menjadi media yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan moral, menyoroti perilaku yang baik dan buruk, serta memberikan nasihat kepada pembaca tentang pentingnya pendidikan dan mengejar cita-cita setinggi langit.

Begitulah 10 Contoh Cerpen Pendidikan. Semoga bermanfaat dan bisa membuatmu belajar, ya!

Artikel Terbaru

Avatar photo

Zia

Bekerja sebagai buruh tulis dalam bidang pendidikan, penulisan kreatif, dan teknologi

Komentar

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *