Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme

Merdeka adalah cita-cita dari setiap bangsa yang tanahnya dikuasasi oleh bangsa asing. Untuk membebaskan tanahnya dari penguasaan bangsa asing, maka tentu diperlukan perlawanan. Hal tersebut juga tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh penguasa asing, yang menimbulkan berbagai konflik. Di Indonesia, hampir setiap daerah muncul perlawanan. Untuk mengetahui mengenai Perlawanan bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme, simak materi berikut ini ya.

Perlawanan Terhadap VOC 

Selama masa penguasaan VOC di Indonesia, banyak menerapkan kebijakan yang merugikan rakyat Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari tujuan VOC untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari Indonesia. Hal tersebut, menyebabkan Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme terjadi di tiap daerah.

Baca juga: Kekuasaan VOC di Indonesia

Perlawanan di Maluku

Pada tahun 1605, Portugis berhasil diusir oleh VOC yang bekerja sama dengan kerajaan lokal. Sehingga VOC memiliki tempat khusus di wilayah Maluku. Namun setelah mencapai tujuannya untuk mendapatkan tempat di Maluku, maka VOC mulai menunjukan sifat aslinya. Sikap VOC mulai semena-mena dan ikut campur dalam urusan kerajaan. Tindakan yang kejam dan sewenang-wenang dari VOC menyebabkan perlawanan dari rakyat.

Salah satu perlawanan yang terjadi yakni pada tahun 1635-1646, oleh masyarakat Hitu dan dipimpin oleh Kakiali serta Telukabesi. Perlawanan ini kemudian meluas ke Ambon, namun perlawanan mengalami kegagalan.

Pada tahun 1650, perlawanan juga dilakukan oleh rakyat Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said. Namun, lagi-lagi serangan tersebut bisa dipatahkan oleh VOC.hal itu dikarenakan VOC memiliki senajat dan pengorganisasian yang lebih baik.

Pada tahun 1680, VOC juga memaksakan perjanjian dengan Tidore (Kemdikbud, 2017:79). Status Tidore dirubah menjadi vassal atau negara bawahan VOC, bukan lagi sekutu. Untuk menguatkan kekuasaanya, VOC mengangkat Putra Alam sebagai penguasa yang baru. Hal tersebut bertentangan dengan tradisi Tidore, dimana seharusnya Pangeran Nuku yang menjadi penguasa. Oleh karena itu Pangeran Nuku melakukan perlawanan bersama dengan rakyat.

Dalam perang tersebut, pangeran Nuku mendapat dukungan dari Papua dibawah Raja Ampat, Halmahera, Seram Timur, serta Ternate. Oleh para pendukungnya, Pangeran Nuku kemudian diangkat menjadi Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Dengan gelar Sultan, maka perang melawan VOC pun semakin diperkuat. Selain mendapat dukungan dari penguasa lokal, Pangeran Nuku juga mendapat dukungan dari Inggris atau EIC. Dengan kekuatan yang besar, VOC berhasil dikalahkan dan Tidore dapat lepas dari penguasannya.

Perlawanan di Sulawesi Utara

Di wilayah Sumatera Utara, tepatnya di Minahasa berkobar perang melawan VOC. Perang tersebut terjadi dalam dua periode. Periode pertama pada tahun 1661-1664, yang terjadi karena Voc meminta Minahasa untuk membuka daerah yang digunakan untuk pembangunan benteng “Fort Amsterdam” dan pemukiman VOC. Rakyat Minahasa menolak permintaan tersebut, sehingga perang tak bisa dihindari. Pada akhirnya Belanda menawarkan perjanjian yang salah satu isinya adalah bahwa Minahasa membantu VOC untuk menyediakan beras dan kayu gelondong untuk membuat bangunan. Hal tersebut tentunya dianggap sebagai pemaksaan, oleh karena itu Minahasa tetap melawan.

Untuk melawan Minahasa maka VOC membendung Sungai Temberan sehingga air sungai meluap dan menenggelamkan pemukiman. Rakyat Minahasapun memindahkan tempat tinggalnya ke Danau Tonando dengan membangun rumah apung, dan menjadikannya sebagai pusat kekuatan. Namun, rakyat di Tonando ini kemudian menghadai masalah penumpukan panen, karena tidak ada yang membeli. Sehingga mereka emndekati VOC agar mau membeli panen mereka, dan perang Minahasa itu akhirnya berakhir.

Perlawanan di Sulawesi Selatan

Penguasaan VOC di Sulawesi Selatan dimulai dari VOC yang berhasil mendirikan kantor dagang di Makassar pada 1607. VOC berusaha untuk melakukan monopoli perdagangan dan meminimalisir peran penguasa lokal. VOC mencoba memonopoli perdagangan dengan membatasi perdagangan dengan negara lainnya, seperti Spanyol dan Portugis. Hal tersebut mendapat perlawanan dari Raja Gowa yaitu Sultan Hasanuddin dan menyebabkan perang pada tahun 1666.

Dalam melawan Raja Gowa, Belanda melakukan kerja sama dengan Kerajaan Bone yang ingin melepaskan diri kekuasaan Gowa. Dengan kekuatan Kerajaan Bone yang didukung oleh Kerajaan Wajo dan VOC, Sultan Hasanuddin pun berhasil dikalahkan. Berdasarkan (kemdikbud, 2017:88), pada 18 November 1667, Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya, yang berisi:

  1. Kerajaan Gowa harus mengakui monopoli VOC
  2. Semua orang Barat (selain Belanda) harus meninggalkan wilayah Gowa
  3. Gowa diharuskan membayar biaya perang
  4. Kegiatan pelayaran para pedagang Makassar dibaah pengawasan VOC
  5. Alat tukar yang digunakan di Makassar menggunakan mata uang Belanda (Aman, 2014:17)
  6. Penyerahan 1500 budak pada VOC

Isi perjanjian yang dinilai merugikan ini membuat Sultan Hasanuddin menolak dan mencoba kembali melawan. Namun perlawanan tersebut masih bisa diatasi VOC, bahkan benteng pertahanan rakyat Gowa berhasil diambil alih oleh VOC dan diubah namanya menjadi Benteng Rotterdam.

Perlawanan Mataram

Perlawanan ini dipimpin oleh Sultan Agung, raja Kerajaan Mataram. Sultan Agung sendiri merupakan raja dengan cita-cita untuk mempersatukan seluruh tanah Jawa dan mengusir kekuasaan asing. Oleh karena itu, Sultan Agung melakukan perlawanan pada VOC yang melakukan ingin memonopoli perdagangan di Jawa. Selain itu, sebab lainnya adalah karena VOC menghalangi kapal dagang Mataram yang akan berlayar ke Malaka, serta VOC juga menolak mengakui kedaulatan Mataram. Oleh sebab itu, Sultan Agung berencana melakukan penyerangan ke Batavia, pusat kekuatan VOC.

Sultan Agung
Sumber: Buku Sejarah Indonesia SMA Kelas XI

Pada tahun 1628 dibahwa komado Tumenggung Baureksa, Mataram menyerang Batavia. Pasukan Mataram juga dibantu oleh pasukan lainnya, seperti pasukan Tumenggung Sura Agul-Agul , serta Laskar Orang Sunda dibawah Dipati Ukur. Namun, Mataram masih kalah dalam persenjataan sehingga masih mengalami kekalahan.

Hal tersebut tidak lantas berhenti, maka Sultan Agung melakukan serang yang kedua dengan meningkatkan jumlah kapal dan senjata, serta membangun lumbung-lumbung beras. Namun hal itu diketahui oleh VOC, dan rencana itupun digagalkannya. Perang tetap berjalan, benteng Hollandia berhasil dihancurkan, serta benteng Bommel berhasil dikepung. Akan tetapi, pada akhirnya dengan kekuatan VOC yang makin ditingkatkan maka Mataram berhasil dikalahkan.

Kegagalan dalam perang fisik membuat Sultan Agung melakukan diplomasi dengan VOC. Hasil dari diplomasi ini,VOC kemudian mengakui kekuasaan Mataram yang dibuktikan dengan pengiriman upeti secara berkala pada Mataram. Sebagai imbalanya, VOC diizinkan melakukan perdagangan di Pantai Utara Jawa.

Perlawanan di Banten

Sejak awal Banten berada pada posisi yang strategis dalam perdagangan Internasional. Hal itu membuat VOC ingin menguasai Banten, namun selalu gagal. Oleh karena itu VOC berpindah ke Malaka. Sehingga memunculkan persaingan antara Banten dan Batavia. Dibawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, ia berusaha memulihkan Banten sebagai bandar perdagangan internasional dan menyaingi VOC di Batavia. Beberapa cara yang digunakan Banten diantaranya ialah dengan pedagang Eropa lainnya, serta berhubungan dengan negara-negara Asia lainnya.

Untuk melemahkan Banten, VOC melakukan blokade. Kapal Cina dan kapal dagang dari Maluku dilarang melanjutkan perjalanan ke Banten. Untuk membalas blokade itu, Banten juga mengirimkan pasukan untuk mengganggu serta merusak tanaman tebu VOC. Perlawanan Banten dan VOC ini kemudian diselesaikan dengan perjanjian damai pada tahun 1569.

Pada tahun 1680, Sultan Ageng kembali melakukan perang dengan VOC. Namun, dalam kerajaan Banten sendiri terdapat perselisihan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji, yang kemudian dimanfaatkan oleh VOC. Sultan Haji yang didukung Belanda berhasil menggulingkan Sultan Ageng. Sebagai balas budi, Sultan Haji harus menandatangani perjanjian yang berisi:

  1. Persetujuan monopoli perdagangan oleh VOC di Banten
  2. pengusiran orang-orang Eropa lain selain Belanda
  3. Ganti rugi perang ditanggung oleh Banten
  4. Penyerahan Cirebon pada VOC
  5. VOC berhak ikut campur dalam urusan kerajaan
Ilustrasi Pertempuran Sultan Ageng Tirtayasa dan VOC
Sumber: Buku Sejarah Indonesia SMA Kelas XI

Perlawanan terhadap Pemeritahan Belanda 

Setelah kejayaan yang dialami VOC dan wilayah kekuasanya yang semakin meluas menyebabkan permasalahan-permasalahan baru dalam VOC. Banyaknya permasalahan, khususnya masalah keuangan membuat VOC harus dibubarkan pada 31 Desember 1799. Hal itu menyebabkan kekuasaan VOC harus diserahkan kembali pada pemerintah Belanda. Sejak itu pemerintah Belanda menguasai Indonesia.

Selama menguasai Indonesia, Pemerintah Belanda banyak menerapkan kebijakan yang merugikan bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu, Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme tetap dilakukan seperti sebelum kedatangan pemerintah Belanda. Rakyat tetap memperjuangkan untuk lepas dari Pemerintahan Belanda.

Perlawanan Rakyat Ambon

Perlawanan ini dipimpin Thomas Matulesi atau Kapitan Pattimura ini dilatarbekalangi oleh kebijakan Belanda yang menyengsarakan. Salah satunya ialah aturan penyediaan garan dan ikan asin untuk kapal Belanda serta pembayaran hasil cengkih dengan uang kertas, namun penduduk diwajibkan membeli kebutuhan pokok dengan uang logam (Kemdikbud, 2018:36). Namun pemicu utama perlawan pattimura ini adalah pemaksaan pemuda Ambon dan Sparua menjadi serdadu oleh Deandels, yang dianggap pembuangan oleh rakyat.

Perang yang dilakukan sebagai bentuk Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialismeini ini didukung oleh Pedagang Seram untuk berkomunikasi dnegan daerah lain dan mendapatkan persenjataan. Namun Belanda yang dibantu oleh pasukan dari Ternate dan Tidore, berhasil mengalahkan perlawanan Kapita Pattimura.

Kapitan Pattimura
Sumber: Buku Sejarah Indonesia Paket C Kelas XI

Perlawanan Rakyat Sumatera Barat

Perang ini diawali oleh adanya Gerakan Padri yang bertujuan untuk memurnikan ajaran agama islam. Pertentangan terjadi oleh Kaum Padri dengan kaum ada yang memiliki kebiasaan yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an. Kedatangan Bangsa Asing menjadikan perang ini semakin berkobar karena kaum adat yang meminta bantuan dari Belanda. Sebagai balas jasa, Belanda diberikan beberapa wilayah di Minangkabau untuk ditempati. Sejak saat itu, perang kaum padri tidak lagi dengan kaum adat tetapi dengan Belanda.

Perlawanan ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Beberapa kali kaum padri melakukan perjanjian gencatan senjata namun selalu gagal. Akhirnya pada 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol menyerah dan beliau diasingkan ke Cianjur, lalu ke Ambo, dan Manado hingga meninggal pada 6 November 1864.

Tuanku Imam Bonjol
Sumber: Buku Sejarah Indonesia SMA Kelas XI

Perlawanan Sulawesi Selatan

Perlawanan yang terjadi di Sulawesi Selatan ini merupakan kelanjutan dari perang yang berkobar sebelumnya dengan VOC. Pada tahun 1811 Hindia Belanda diserahkan pada Inggris. Namun Kerajaan Bone, Tanete, dan Suppa tidak mau mengakui kekuasan Inggris dan menyetakan diri merdeka dan menentang Perjanjian Bongaya. Namun perlawanan yang dilakukan kerajaan tersebut mengalami kekalahan oleh Belanda. Akan tetapi perlawanan tersebut terus dilakukan hingga awal abad ke-20.

Perlawanan di Jawa Tengah

Latar belakang dari perlawanan di Jawa Tengah ini dikarenakan ikut campurnya Belanda pada urusan kerajaan. Belanda juga membawa budaya barat seperti minum minuman keras, sehingga mulai menggeser adat dan budaya lokal. Rakyat juga dijadikan tenaga kerja paksa serta banyak kekejaman lain yang mereka lakukan. Hingga kemudian muncul seorang bangsawan bernama Raden Mas Ontowiryo atau disebut Pangeran Diponegoro. Hingga terjadilah perang yang disebut dengan Perang Diponegoro atau Perang Jawa pada 20 Juli 1825.

Perlawanan ini juga bermula dari sebuah insiden pemasangan patok untuk membuat jalan baru. Namun dengan sengaja, patok itu dipasang ditanah leluhur Pengeran Diponegoro. Sehingga Pangeran Diponegoro memerintahkan untuk mencabuti patok tersebut. Berawal dari insiden tersebut maka timbul perang. Untuk mengatasi perlawanan tersebut, belanda menerapka strategi Bentang Stelsel yang berhasil memecah kekuatan lawan dan para pemimpin lawan berhasil ditangkap. Hingga kemudian Pangeran Diponegoro setuju untuk melakukan perundingan dengan Belanda. namun hal itu hanya sebagai tipu muslihat Belanda untuk menangkap dan mengasingkan Pangeran Diponegoro.

Lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro
Sumber: Buku Sejarah Indonesia SMA Kelas XI

Perlawanan di Bali

Perang di Bali ini terjadi dikarenakan perselisihan mengenai hukum tawan karang. Hukum tersebut mengatur bahwa setuap kapal yang terdampar di Peraiaran Bali, maka akan menjadi milik penguasa daerah tersebut. Belanda yang kapalnya diambil oleh Raja Buleleng melakukan protes namun ditolak oleh Raja Buleleng. Sehingga pada tahun 1826 Belanda menyerang kerajaan Buleleng. Setelah menguasai Buleleng, Belanda meluaskan kekuasaanya dan mencoba merebut semua kerajaan di Bali. Hingga pada 1906 seluruh kerajaan di Bali berhasil jatuh ke tangan Belanda, setelah terjadi perang habis-habisan oleh rakyat. Perang itu disebut dengan Perang Puputan.

Perlawanan di Kalimantan Selatan

Perang ini diawali oleh ambisi Belanda untuk menguasai Banjarmasin yang dikenal memiliki hasil alam seperti emas, intan, damar, dan rotan. Setelah berbagai cara yang dilakukan, pada tahun 1817 akhirnya Sultan Banjar melakukan menyetujui perjanjian dengan Belanda. dalam perjanjian tersebut sebagaian besar wilayah Banjarmasin jatuh ketangan Belanda. dengan wilayah Banjarmasin yang makin sempit, maka penghasilan untuk penguasa juga semakin kecil. Sehingga pajak yang ditarik dari rakyat semakin besar.

Disisi lain, kerajaan juga mengalami perebutan tahta setalah meninggalnya Sultan Adam. Belanda yang ikut campur mengangkat Tamjidillah, sedangkan yang seharusnya menjadi sultan ialah pengaran Hidayatullah. Hal itu menimbulkan kekecewaan dari banyak pihak, apalagi pengeran Tamjidillah memiliki kelakuan yang kurang baik dan suka mabuk-mabukan. Sehingga banyak bermunculan perlawanan-perlawanan dari berbagai kalangan.

Baca juga: Perang Banjar: Penyebab Serta Akhir Perang

Tamjidillah yang dianggap tidak mampu meredam pemberontakan akhirnya mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaanya pada Belanda. Perang yang dilakukan oleh rakyat Banjar ini dikenal dengan Perang Banjar. Pada tahun 1862, akhirnya Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap dan diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat.

Nah, itu tadi sedikit materi mengenai Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme nih. Apakah kamu sudah mulai mendapatkan gambaran bagaimana terjadinya perlawanan tersebut?

Walaupun kebanyakan perlawanan yang dilakukan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, namun dapat diketahui bahwa sejak dahulu rakyat Indonesia telah memiliki jiwa nasionalisme yang kuat. Walau masih bersifat kedaerahan, namun telah menjadi langkah utama dalam perlawanan-perlawanan selanjutnya.

Baca juga: Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Pemahaman Akhir

Merdeka, sebagai cita-cita setiap bangsa yang dikuasai oleh bangsa asing, merupakan dorongan kuat untuk membebaskan tanahnya dari penjajahan. Perlawanan menjadi langkah yang tidak terhindarkan dalam mencapai kemerdekaan, terutama karena kebijakan-kebijakan penguasa asing yang merugikan dan menimbulkan konflik.

Dalam sejarah perlawanan di Indonesia, hampir setiap daerah memiliki peranannya dalam melawan penjajahan. Beberapa contoh perlawanan yang tercatat adalah perlawanan terhadap VOC, perlawanan di Maluku, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan, perlawanan Mataram, perlawanan di Banten, perlawanan di Rakyat Ambon, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Kalimantan Selatan.

Perjuangan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan terus berlanjut, dan perlawanan terhadap pemerintahan Belanda menjadi semakin gencar. Meskipun ada perlawanan yang berhasil, banyak juga yang mengalami kegagalan. Namun, semangat nasionalisme dan tekad untuk merdeka terus membara dalam jiwa rakyat Indonesia.

Dari sejarah perlawanan ini, kita dapat belajar pentingnya persatuan dan kesatuan dalam mencapai tujuan kemerdekaan. Semua perlawanan dari berbagai daerah menunjukkan semangat persatuan untuk mengusir penjajah. Selain itu, perlawanan juga menegaskan pentingnya mempertahankan budaya dan identitas lokal dalam menghadapi kolonialisme dan imperialisme.

Materi ini memberikan pelajaran berharga bahwa perjuangan untuk merdeka tidaklah mudah, tetapi perlawanan adalah langkah penting yang harus diambil untuk mencapai kemerdekaan. Kita sebagai generasi penerus harus terus menjaga semangat nasionalisme, menghargai jasa-jasa para pahlawan, dan berkomitmen untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

Semoga materi kali ini bisa membantu kamu untuk mendapat wawasan dan pemahaman baru ya. Jangan lupa terus membaca dan selamat belajar!


Daftar Rujukan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X: Edisi Revisi. 2017. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Aman. 2014. Indonesia: dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Yogyakarta: Pujangga Press

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Magnet Indonesia bagi Bangsa Eropa: Sejarah Indonesia Paket C SMA/MA kelas XI. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Leni

Nama saya Leni Sagita, lulusan S1 Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Malang. Saya tertarik menulis dalam bidang pendidikan, khusunya bidang Sejarah, untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang saya dapatkan. Semoga artikel yang saya buat nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya adik-adik yang sedang menimba ilmu supaya lebih bersemangat dalam belajar.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *