Kediri, apa yang kamu ketahui dari wilayah tersebut? Mungkin saat menyebut namanya yang kamu ingat ialah Monumen Simpang Lima Gumul. Banyak yang datang ke wilayah Kediri hanya untuk melihat monumen yang mirip dengan Arch de Triomphe dari Paris ini ya. Jadi, apakah monumen ini salah satu peninggalan kerajaan kediri? Tentu bukan, karena bangunan ini baru dibuat pada tahun 2003. Lalu bagaimana dengan peninggalan kerajaan kediri?
Nah, untuk mengetahuinya, maka simak materi peninggalan kerajaan kediri berikut ini ya.
Daftar Isi
- 1 Sejarah Singkat Kerajaan Kediri
- 2 Peninggalan Kerajaan Kediri
- 2.1 Prasasti Banjaran
- 2.2 Candi Penataran
- 2.3 Situs Tondowongso
- 2.4 Candi Gurah
- 2.5 Prasasti Kamulan
- 2.6 Prasasti Jaring
- 2.7 Prasasti Ngantang
- 2.8 Candi Mirigambar
- 2.9 Prasasti Pandegelan
- 2.10 Prasasti Sirah Keting
- 2.11 Prasasti Panumbangan
- 2.12 Kitab Baratayuda
- 2.13 Kitab Smaradahana
- 2.14 Kitab Kresnayana
- 2.15 Kitab Lubdaka
- 3 Pemahaman Akhir
Sejarah Singkat Kerajaan Kediri
Munculnya kerajaan ini dimulai dari pembagian wilayah oleh Raja Airlangga yang dikarenakan perebutan tahta oleh kedua putranya. Hal tersebut diawali ketika sang raja akan turun tahta dan menunjuk putrinya Sangrama Wijaya Tungga Dewi untuk menggantikannya, namun ditolak. Putrinya lebih memilih hidup sebagai pertapa dengan nama Kili suci.
Baca juga: Sejarah Penyebar Islam Di Indonesia
Sehingga pada tahun 1041 diputuskanlah untuk membagi kerajaan menjadi dua wilayah, dengan bantuan brahmana sakti yang bernama Mpu Baradha (Soekmono, 1973:57). Kedua wilayah yang telah dibagi tersebut ialah Janggala (Singhasari) yang beribukota di Kahuripan, serta Panjalu (kediri) dengan ibukota di Daha, dimana kedua nya dibatasi oleh Gunung Kawi dan Sungai Brantas.
Mapanji Garasakan, salah satu putra Airlangga yang berambisi menguasai seluruh kerajaan kemudian melakukan penyerangan pada Kerajaan Panjalu. Namun, karena tidak diketemukan nama panjalu dalam prasasti yang berasal dari masa itu, diperkirakan Panjalu kalah dalam serangan tersebut.
Hingga pada tahun 1117 M, Kerajaan Kediri kembali muncul dengan ditemukannya prasasti Pandeglan dan Panumbangan dari masa Raja Bameswara, yang berisi mengenai pemberian status tanah perdikan pada desa-desa (Kemdikbud, 2017:126).
Hingga pada tahun 1135 M muncul pemimpin baru Kediri yaitu Raja Jayabaya, yang begitu terkenal dikalangan masyarakat Jawa dengan ramalannya. Pada masa pemerintahannya inilah diperkirakan perseteruan dengan Jenggala berhasil diatasi. Hal tersebut diketahui dengan adanya prasasti Hantang dengan tulisan “Panjalu Jayati” yang artinya “Panjalu menang”.
Berita Cina mengenai Kerajaan Kediri
Berdasarkan keterangan berita Cina, kitab Ling-wai-tai-ta dijelaskan mengenai kehiduapn sehari-hari masyarakat yang memakai kain hingga dibawah lutut, rumah penduduknya bersih dan teratur dengan lantai ubin berwarna kuning serta hijau. Dalam tradisi perkawinannya, keluarga mempelai wanita akan mendapatlan mas kawin berupa emas. Selain itu juga digambarkan bahwa rajanya berpakaian dari sutera, memakai sepatu, serta perhiasan emas. Jika akan bepergian, sang raja akan naik gajah atau kereta dengan iringan 500-700 prajurit, serta rakyat akan berjongkok saat raja lewat di depannya.
Dalam berita tersebut juga disebutkan bahwa kemajuan perekonomian yang mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah yaitu pertanian, perdagangan, serta peternakan. Hukum yang berlaku bukan fisik, namun denda pembayaran emas, kecuali bagi para pencuri dan perampok yang mendapat hukuman dibunuh (Soekmono, 1973:59).
Keruntuhan Kerajaan Kediri
Raja terkahir Kerajaan Kediri ialah Kertajaya, atau yang disebut juga Dandang Gendhis. Pada masa pemerintahannya ini, menurut pararaton serta ngarakertagama, pada tahun 1222 Raja Kertajaya sedang berbeda pendapat dengan para Brahmana.
Disebutkan bahwa Kertajaya berani melanggar adat serta bermaksud mengurangi hak-hak para Brahmana. Sehingga terjadi selisih faham diantara keduanya. Para Brahmana itupun akhirnya meminta bantuan pada Tumapel, yang merupakan wilayah bawahan Kediri. Wilayah tersebut saat itu dipimpin oleh Ken Arok. Berhasilnya penyerangan Ken Arok pada Kerajaan Kediri pada menjadi akhir dri keberadaan kerajaan ini.
Peninggalan Kerajaan Kediri
Berakhirnya kerajaan ini tidak lantas menghilangkannya dari sejarah. Melalui penemuan-penemuan prasasti, kehidupan kerajaan ini dapat diketahui sejarahnya. Peninggalan ini tidak hanya dalam bentuk bangunan saja, karena pada masa Kerajaan Kediri sangat terkenal akan sastranya, sehingga banyak kitab-kitab berisi berbagai kisah yang memiliki banyak nasihat dan teladan.
Prasasti Banjaran
Prasasti Banjaran merupakan salah satu Peninggalan Kerajaan Kediri. Prasasti ini memiliki angka tahun 1052 M. Berisi mengenai berita kemenangan yang didapatkan oleh Panjalu atas Jenggala. Dikeluarkan pada masa pemerintahan Sri Maharaja Mapanji Alanjung Ahyes yang merupakan raja kedua dari Kerajaan Kediri.
Candi Penataran
Terletak di lereng Gunung Kelud. Diketemukan sekitar tahun 1815 oleh Thomas S. Raffles. Dalam kitab Ngarakertagama, disebut sebagai Candi Palah. Pembangunan candi ini sendiri diperkirakan sebagai tempat pemujaan Raja Gunung (Girindra) dalam kepercayaan Syiwa. Oleh karena itulah candi ini dibangun dekat dengan gunung, karena memang difungsikan sebagai tempat memuja gunung.
Diperkirakan, pembangunan candi ini sekitar abad ke-12, yang dilakukan dengan perintah Raja Srengga dari Kediri. Namun terus mengalami perkembangan dan perubahan hingga pemerintahan Raja Hayam Wuruk dari Majapahit. Seperti bangunan suci lainnya, juga terdiri dari halaman-halaman, dan yang paling suci ialah halaman paling belakang yang dekat dengan gunung.
Pada pelataran depan terdapat bangunan penting yaitu Bale Agung, yang menurut N.J. Krom digunakan sebagai tempat untuk melakukan musyawarah oleh para pendeta seperti halnya pura di Bali. Selain itu juga terdapat tempat yang diperkirakan sebagai tempat tinggal para pendeta, namun ditemukan dalam keadaan sudah hancur. Bangunan lain yang ditemukan yaitu batur pendapa, yang digunakan sebagai tempat peletakan sesaji dalam kegiatan upacara.
Pada pelataran tengah, ditemukan 7 buah bekas bangunan, yang keenamnya sudah tidak dapat diketahui bentuknya. Selain itu juga terdapat candi angka tahun, yang memuat tahun 1291 Saka/1369 M. Oleh masyarakat, lebih dikenal dengan Candi Brawijaya. Bangunan inilah yang dianggap mewakili seluruh Candi Penataran. Serta ditemukan juga Candi Naga, karena disekeliling bangunan dililit oleh pahatan dengan bentuk naga.
Pelataran dalam atau yang paling belakang, merupakan yang dianggap paling suci. Pada halaman ini terdapat candi induk, yang paling besar di antara bangunan lainnya. Ditemukan pula prasasti palah, pada bagian selatan candi utama. Prasasti ini ditulis menggunakan aksara Jawa Kuno yang memiliki angka tahun 1119 Saka/1197 M. Dibuat pada masa pemerintahan Raja Srengga mengenai peresmian status perdikan.
Situs Tondowongso
Ditemukan di Dusun Tondowongso, Desa Gayam, pada tahun 2006. Peninggalan Kerajaan Kediri ini merupakan suatu komplek situs bersejarah yang tidak hanya ditemukan candi saja namun juga beberapa arca Hindu. Berdasarkan penemuan-penemuan arcanya, diperkirakan situs ini berasal dari masa Kediri awal perpindahan ke Jawa Timur pada abad ke-9. Diperkirakan pada masa itu, candi ini ditinggalkan karena adanya perpindahan pusat kerajaan dari Daha ke Tumapel, serta terjadi bencana meletusnya Gunung Kelud pada 1334 M sehingga candi ini semakin terkubur. Disusul kemudian letusan gunung pada tahun 1586 M.
Arca-arca yang ditemukan dari situs Tondowongso ini diantaranya ialah arca Brahma, Candra, Surya, Nandi, serta Yoni. Sehingga diketahui bahwa situs ini beraliran Hindu Syiwa. Penemuan candi ini menjadi yang terbesar dalam sejarah Indonesia.
Baca juga: 15 Peninggalan Kerajaan Demak
Candi Gurah
Ditemukan pada tahun 1957. Letaknya yang tidak terlalu berjauhan dengan Candi Tondowongso membuat sebuah perkiraan bahwa kedua candi ini menjadi satu komplek besar. Ukuran dari candi ini yaitu 9 x 9 M. Temuan arca ini juga memiliki kesamaan dengan candi Tondowongso, yaitu arca brahma, candra, surya, dan nandi.
Prasasti Kamulan
Diketemukan di wilayah Kamulan, Trenggalek. Berisi mengenai pendirian wilayah Trenggalek. Dikeluarkan oleh Raja Kertajaya pada tahun 1196 Saka/1194 M. Dalam prasasti ini terdapat kata Kediri yang diserang oleh kerajaan dari wilayah timur. selain itu juga disebutkan waktu yaitu tanggal 31 bulan agustus 1194 (situsbudaya.id). Sehingga kemudian pada tanggal tersebut menjadi hari jadi Kabupaten Trenggalek.
Prasasti Jaring
Ditemukan oleh Thomas Stamford Raffles, di Dusun Jaring, Blitar. Ditulis menggunakan aksara Jawa Kuno, yang memiliki angka tahun 1103 Saka/1181 M. dikeluarkan pada masa Raja Gandra dari Kediri, yang berisi mengenai anugrah sima di Dusun Jaring sebagai bentuk balas jasa atas bakti penduduk pada raja karena menghalau musuh kerajaan.
Disebut juga dengan prasasti Gurit, karena desa tersebut pada awalnya merupakan hutan bernama gurit. Pada prasasti, huruf yang dipahatkan mengelilinginya, pada bagian depan berjumlah 25 baris serta bagian belakangnya berjumlah 30 baris.
Prasasti Ngantang
Disebut juga prasasti hantang, yang ditemukan di Ngantang, Malang. Ditulis menggunakan
Candi Mirigambar
Candi Mirigambar merupakan salah satu candi peninggalan Kerajaan Kediri. Dibuat pada masa pemerintahan Raja Jayabaya sebagai piagam penghargaan pada penduduk Desa hantang yang telah membuktikan kesetiaan ketika terjadi perang dengan Jenggala.
Ditemukan di Desa Mirigambar, Tulungagung. Diperkirakan dibangun pada abad ke-12 hingga 14. Hal tersebut diketahui dari keterangan pada relief yang berangka tahun 1241 Saka serta 1310 Saka. Candi ini menghadap ke arah barat, ditandai dengan tangga masuknya yang berada di bagian barat candi. Dalam cerita masyarakat, candi ini diyakini sebagai candi Anglingdarma. Hal itu dikarenakan adanya relief burung bersayap yang diyakini sebagai miliwis putih dalam legenda Anglingdarma.
Terlepas dari mitos, jika dilihat dari reliefnya, candi ini memuat kisah panji yang berkisah mengenai para kstaria Jawa Kuno. Tokoh dalam kisah ini ialah pangeran dari Jenggala dan putri Candrakirana dari kediri.
Prasasti Pandegelan
Merupakan peninggalan dengan peninggalan bahwa Jawa Kuno, yang diperkirakan dibuat pada tahun 1038 Saka/1117 M pada masa pemerintahan Raja Kamesywara. Prasasti ini dibuat sebagai bentuk penghargaan pada penduduk Desa Pandegelan sebagai bentuk kebaktian kepada raja.
Prasasti Sirah Keting
Ditemukan di pedesaan Sirah Keting, Ponorogo. Merupakan peninggalan sejarah dari pemerintahan Raja Jayawarsa pada tahun 1126 saka yang berisi pemberian sima pada Desa Marjaya untuk kesetiaan pada Kerajaan Kediri.
Prasasti Panumbangan
Merupakan peninggalan kerajaan kediri yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Bameswara pada tahun 1120 M. Berisi mengenai permohonan penduduk Desa Panumbangan untuk menulis ulang status sima desa mereka yang dikeluarkan oleh raja sebelumnya, diperkirakan yaitu Raja Jayawarsa.
Kitab Baratayuda
Kitab peninggalan Kerajaan Kediri yang satu ini cukup terkenal. Ditulis pada masa pemerintahan Jayabaya. Kisah ini menceritakan kisah perang saudara antara Pandawa dan Kurawa, yang digambarkan sebagai perang saudara antara Panjalu dan Jenggala dari satu keturunan yang sama.
Kitab Smaradahana
Ditulis oleh Mpu Darmaja pada masa pemerintahan Raja Kameswari. Menceritakan mengenai sepasang suami istri yang bernama Samara dan Rati yang berusaha mengusik semedi Dewa Syiwa. Pada akhirnya pasangan itu terkena kutukan Dewa Syiwa dan terbakar oleh api (dahana) yang merupakan kesaktian Dewa Syiwa. Namun, mereka kembali dihidupakn dalam wujud Kameswara dan permaisurinya.
Kitab Kresnayana
Disusun pada masa pemerintahan Raja Jayaswara, oleh seorang Mpu bernama Triguna. Seperti halnya pada relief, kisah ini juga menceritakan mengenai kisah pernikahan antara Krisna dan Rukmini.
Kitab Lubdaka
Ditulis oleh Mpu Tanakung pada masa pemerintahan Raja Kameswara. Mengisahkan seorang pemburu bernama Lubdaka yang telah banyak membunuh dalam hidupnya. Namun, karena pemujaan istimewanya rohnya kemudian bisa masuk ke surga.
Baca juga: 9 Peninggalan Kerajaan Singasari
Pemahaman Akhir
Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan besar di Indonesia pada masa lampau. Kerajaan ini terbentuk karena pembagian wilayah oleh Raja Airlangga untuk mengatasi perseteruan antara kedua putranya. Wilayah Kediri memiliki sejarah yang kaya dan pernah menjadi pusat peradaban penting di Jawa Timur.
Monumen Simpang Lima Gumul, meskipun terkenal di wilayah Kediri, bukanlah peninggalan dari kerajaan ini. Monumen ini merupakan bangunan modern yang dibuat pada tahun 2003 dan menarik banyak wisatawan karena kemiripannya dengan Arch de Triomphe di Paris.
Namun, Kerajaan Kediri memiliki banyak peninggalan bersejarah yang dapat ditemukan hingga saat ini. Beberapa di antaranya adalah:
Candi Penataran: Candi ini terletak di lereng Gunung Kelud dan merupakan salah satu peninggalan penting dari Kerajaan Kediri. Diperkirakan dibangun pada abad ke-12 dan menjadi tempat pemujaan raja Gunung dalam kepercayaan Syiwa.
Situs Tondowongso: Merupakan kompleks situs bersejarah yang ditemukan di Desa Gayam. Situs ini tidak hanya memiliki candi, tetapi juga beberapa arca Hindu. Diperkirakan situs ini berasal dari abad ke-9 pada masa Kediri awal.
Prasasti Kamulan: Ditemukan di wilayah Kamulan, Trenggalek, dan berisi tentang pendirian wilayah Trenggalek. Prasasti ini juga menyebutkan waktu tepatnya yaitu tanggal 31 Agustus 1194, yang kemudian menjadi hari jadi Kabupaten Trenggalek.
Candi Mirigambar: Ditemukan di Desa Mirigambar, Tulungagung, candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-12 hingga 14. Candi ini menghadap ke arah barat dan memuat kisah panji yang berkisah tentang kstaria Jawa Kuno.
Kitab Baratayuda, Smaradahana, Kresnayana, dan Lubdaka: Merupakan kitab-kitab yang ditulis pada masa pemerintahan Raja Jayabaya dan Raja Kameswara. Kitab-kitab ini berisi tentang kisah-kisah epik dan legenda yang menjadi bagian dari kebudayaan Jawa Kuno.
Semua peninggalan ini merupakan bukti sejarah yang berharga tentang kejayaan dan kehidupan masyarakat Kerajaan Kediri pada masa lampau. Dengan mempelajari dan melestarikan peninggalan ini, kita dapat lebih memahami sejarah dan budaya Indonesia yang kaya dan beragam.
Berdasarkan materi peninggalan Kerajaan Kediri diketahui bahwa Kediri memiliki sejarah yang cukup panjang, yang bahkan merupakan perpindahan wilayah kerajaan dari Jawa Tengah. Hingga membentuk dinasti baru, yang juga menciptakan pemerintahan baru serta meninggalkan banyak peninggalan bersejarah. Semoga materi ini bisa membantumu mendapatkan pengetahuan baru ya.
Tetap semangat belajar dan terus membaca, semangat!
Daftar Rujukan:
Soekmono. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius
Kemdikbud. 2017. Sejarah Indonesia Kelas X. Jakarta: Kemdikbud.
Komentar