Mengenal Jenis-Jenis Alat Ukur Psikologi

Hallo lagi readers tambah pinter! Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai jenis-jenis alat ukur psikologi. Wah, dari judulnya kira-kira apa sudah readers pikirkan mengenai pembahasan artikel ini?

Readers pasti sudah tidak asing ya dengan istilah alat ukur yang pengertian umumnya tentu saja untuk mengukur sesuatu. Namun, dalam konteks ini yang dibahas adalah alat ukur psikologi. Loh, memang psikologi punya alat ukur ya? Memangnya psikologis bisa diukur dengan menggunakan alat ukur ya?

Mungkin beberapa readers akan berpikir demikian. Atau mungkin beberapa readers ada yang berpikir : alat ukur psikologi yang seperti apa sih? Kok bisa ada alat ukurnya? Akurat enggak sih? Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut, yuk langsung saja dibaca artikelnya!

Definisi Pengukuran

Definisi Alat Ukur
Sumber : Thanks for your Like • donations welcome dari Pixabay

Ilmu pengukuran adalah cabang dari ilmu statistika terapan yang memiliki tujuan untuk membangun dasar-dasar pengembangan tes menjadi lebih baik, sehingga dapat memberikan hasil yang valid, realiabel, dan optimal.

Pengukuran adalah prosedur kuantifikasi variabel maupun atribut sepanjang suatu kontinum. Misalnya, untuk memberikan gambaran mengenai kecepatan laju kendaraan, kita memberikan suatu angka yang dapat mendeskripsikan kecepatan tersebut.

Pernyataan yang mengatakan bahwa sebuah kendaraan berlaju cepat akan memberikan informasi yang kurang akurat mengenai kecepatan karena besarnya subjektivitas dari makna mengenai kecepatan tersebut.

Akan tetapi jika kita mengatakan bahwa kendaraan A bergerak dengan kecepatan 50 km/jam dan kendaraan B bergerak dengan kecepatan 90 km/jam, maka pada kontinum kecepatan yang sama kita dapat menarik kesimpulan bahwa kendaraan A lebih lambat jika dibandingkan kendaraan B.

Kontinum berat, kontinum kecepatan, kontinum tinggi, dan semacamnya dihasilkan oleh pengukuran yang menggunakan skala fisik. Oleh karena itu, dinamakan kontinum fisik. Secara operasional, karakteristik dari pengukuran adalah sebagai berikut (Azwar, 2004)

Baca juga: Psikologi Sosial Manusia dan Lingkungannya

Perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya

Misalnya, kuantifikasi tinggi badan dilakukan dengan membandingkan tinggi badan sebagai atribut fisik dengan menggunakan meteran sebagai alat ukur. Hal ini berarti apa yang diukur adalah atribut atau dimensi dari sesuatu, bukan sesuatu itu sendiri.

Contoh lainnya lagi, misalnya kita tidak dapat mengukur meja karena yang kita ukur adalah dimensi dari meja tersebut, yaitu panjang maupun lebarnya meja.

Hasil pengukuran dinyatakan secara kuantitatif

Karakteristik pengukuran yang kedua mengatakan bahwa hasil pengukuran dinyatakan secara kuantitatif, yaitu berwujud angka. Hal ini memberikan hasil yang dapat dipercaya dan selalu benar.

Misalnya, pada pengukuran panjang hasilnya akan berwujud angka 25 cm atau 50 cm. Selain itu, pada pengukuran aspek nonfisik atau psikologis akan kita temui hasil pengukuran yang berupa angka penilaian kecerdasan yang misalnya adalah 120.

Hasil pengukuran bersifat deskriptif

Arti dari karakteristik yang ketiga adalah hanya sebatas memberikan angka yang tidak diinterpretasikan lebih jauh. Misalnya, hasil panjang dari suatu meja adalah 100 cm, tidak disertai oleh keterangan meja tersebut panjang atau tidak panjang.

Tingkat Hasil Pengukuran

Hasil pengukuran akan berada pada salah satu tingkat pengukuran (levels of measurement) menurut kompleksitasnya. Level-level hasil pengukuran tersebut, yaitu : nominal, ordinal, interval, dan rasio (Azwar, 2004) :

Skala Nominal

Angka hasil pengukuran disebut berada pada tingkat nominal atau berskala nominal jika angka tersebut berfungsi untuk identifikasi, yaitu dapat dibedakan antara satu subjek dengan subjek lainnya.

Contohnya : nomor punggung pemain sepak bola. Nomor tersebut hanya digunakan untuk mengidentifikasi pemain, bukan untuk menunjukkan bahwa pemain yang satu lebih berkualitas daripada pemain yang lainnya.

Skala Ordinal

Suatu hasil pengukuran dapat dikatakan berada pada level ordinal jika angkanya berfungsi menunjukkan adanya  penjenjangan kualitatif. Perbedaan angka yang dimiliki oleh suatu objek dengan objek yang lain tidak menunjukkan adanya perbedaan kuantitatif, melainkan perbedaan jenjang kualitatif saja.

Contoh dari skala ordinal adalah pemberian nomor pemenang pada kejuaraan tinju. Jenjang kualitatif antara juara pertama dengan juara ke dua belum tentu sama dengan jarak jenjang kualitatf antara juara ke dua dengan juara ketiga.

Contoh lainnya adalah terdapat deretan bunga dari sisi keharumannya : mawar, melati, anggrek, dan cempaka. Kita tidak mengetahui seberapa lebih harumnya mawar dibadingkan melati dan seterusnya. Untuk itu, kita boleh memberi jenjang kualitatif sebagai berikut : (1) mawar, (2) melati, (3) anggrek, dan (4) cempaka.

Skala Interval

Hasil pengukuran dari skala interval merupakan hasil pengukuran ordinal yang memiliki jarak antarjenjang yang tetap dan selalu sama. Misalnya, dalam deretan angka 2, 3, 4, 5, 6, 7 kita tentu saja dapat mengatakan bahwa jarak antara angka 4 dengan 6 sama dengan jarak antara angka 3 dengan 5.

Sama dengan hasil pengukuran skala ordinal, skala interval tidak memiliki harga 0 mutlak sehingga kita tidak dapat mengatakan bahwa 6 adalah dua kali 3. Contoh dari hasil pengukuran data interval adalah hasil pengukuran suhu pada termometer.

Kita dapat mengatakan bahwa suhu 36 derajat celcius lebih panas dibandingkan 20 derajat celcius. Namun kita tidak dapat mengatakan bahwa 36 derajat celcius adalah tiga kali lebih panas daripada 12 derajat celcius.

Skala Rasio

Hasil pengukuran skala rasio merupakan level pengukuran tertinggi. Level rasio pada dasarnya merupakan level interval yang memiliki harga 0 mutlak, yaitu harga 0 pada skala ini memang menunjukkan bahwa atribut yang diukur sama sekali tidak ada pada objek yang bersangkutan.

Contoh dari hasil pengukuran skala rasio adalah : ukuran berat, ukuran panjang, banyaknya benda dalam satu ruangan, dll. Pada kedaan nol mutlak, suatu satuan ukur menjadi tidak memiliki arti lagi karena pengukuran pada titik ini tidak memiliki atribut yang diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Contoh lainnya : 5 kg adalah sama dengan 5000 gram dan sama dengan 0,005 ton – di mana transformasi konstan mengkehendaki pengubahan satuan ukur. Namun, jika atribut yang diukur berada pada titik 0, maka satuan ukur menjadi tidak relevan lagi sehingga 0 kg sama dengan 0 ton dan sama juga dengan 0 gram.

Pengertian Tes

Pengertian Tes
Sumber : Michal Jarmoluk dari Oixabay

Jika dilihat dari wujud fisiknya, suatu tes tidak lain daripada sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan / atau tugas yang harus dikerjakan yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau cara serta hasil subjek dalam melakukan tugas-tugas tersebut.

Ada banyak syarat-syarat kualitas yang harus dipenuhi oleh rangkaian pertanyaan atau tugas tersebut agar dapat disebut dengan tes. Dalam buku berjudul Psychological Testing miliki Anne Anastasi yang terbit di tahun 1976 menjelaskan bahwa tes pada dasarnya adalah suatu pengukuran yang objektif serta standar terhadap sampel perilaku.

Definisi tes lainnya dari Frederick G. Brown (1976) adalah prosedur sistematik yang digunakan untuk mengukur sampel perilaku seseorang. Melengkapi kedua definisi tes tersebut, Lee J. Cronbach (1970) mengemukakan bahwa tes adalah prosedur sistematik yang digunakan untuk melakukan observasi terhadap perilaku seseorang dan mendeskripsikan perilaku tersebut dengan skala pengukuran atau sistem pengkategorian.

Berdasarkan ketiga definisi tes di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut (Azwar, 2013) :

  1. Tes adalah prosedur sistematik, yang berarti : aitem-aitem dalam tes disusun berdasarkan cara dan aturan tertentu, prosedur administrasi tes dan pemberian angka terhadap hasilnya harus jelas dan dispesifikasikan secara rinci, serta setiap orang yang mengambil tes harus mendapat aitem-aitem yang sama dalam kondisi yang sebanding.
  2. Tes berisi sampel perilaku, yaitu : betapapun panjangnya suatu tes, aitem yang ada di dalamnya tidak akan dapat mencakup seluruh isi materi yang mungkin ditanyakan, dan kelayakan suatu tes tergantung pada sejauhmana aitem-aitem dalam tes mewakili secara representatif perilaku yang ingin diukur.
  3. Tes mengukur perilaku, artinya : aitem-aiten dalam tes mengkehendaki agar subjek menunjukkan apa yang diketahui atau apa yang telah dipelajari subjek dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas yang dikehendaki oleh tes.

Selain itu, terdapat beberapa hal yang tidak tercakup dalam pengertian tes, yaitu (Azwar, 2013) :

  1. Definisi tes tidak memberikan spesifikasi mengenai formatnya, yang artinya tes dapat disusun dalam berbagai bentuk dan tipe sesuai dengan tujuan serta maksud penyusunan tes.
  2. Definisi tes tidak membatasi materi jenis apa saja yang dapat dicakup, artinya tes dapat dirancang untuk melakukan pengukuran terhadap hasil belajar, kemampuan atau abilitas, hingga kemampuan khusus atau bakat, intelegensi, dll.
  3. Subjek yang dikenai tes tidak selalu perlu dan tidak selalu harus mengetahui jika dirinya sedang dites, lebih lanjut lagi subjek tidak selalu perlu tahu aspek psikologis apa yang sedang diungkap dari dirinya.

Klasifikasi Tes

Pada tahun 1970, Cronbach mengelompokkan tes menjadi : tes yang mengukur performansi maksimal (maximum performance) dan tes yang mengukur performansi tipikal (typical performance). Berikut ini adalah penjelasan detail mengenai kedua jenis tes tersebut (Azwar, 2013) :

Tes yang mengukur performansi maximal

Maximum performance dirancang untuk mengungkap apa yang dapat atau mampu dilakukan individu dan seberapa baik individu dapat melakukan hal tersebut.

Struktur dan tujuan diberikannya stimulus kepada individu haruslah jelas, sehingga individu tahu betul jawaban apa yang harus diberikan. Nantinya, jawaban individu akan dipilah sebagai jawaban yang benar dan salah.

Petunjuk pengerjaan tes juga harus dibuat menjadi sederhana serta jelas. Cara pemberian skor dan batas waktu pengerjaan tes seringkali diberitahukan kepada individu yang mengerjakan tes.

Yang termaksud dalam tes jenis maximum performance adalah tes intelegensi, tes prestasi belajar, tes bakat, tes profesiensi, dan berbagai tes kemampuan lainnya.

Tes yang mengukur performansi tipikal

Typical performance dirancang untuk mengungkapkan kecenderungan dari reaksi atau perilaku individu ketika berada dalam situasi-situasi tertentu.

Berbeda dengan maximum performance yang digunakan untuk mengungkapkan apa yang mampu dilakukan oleh individu, typical performance digunakan untuk mengungkapkan apa yang cenderung dilakukan oleh individu.

Berdasarkan tujuan itu, jawaban dari tes ini tidak dapat dipilah sebagai jawaban yang benar dan salah, melainkan menggunakan norma-norma psikologis tertentu.

Stimulus dalam tes performansi tipikal biasanya dibuat berstruktur ambigu, yaitu memungkinkan untuk diinterpretasikan secara subjektif. Subjek tidak mengetahui jawaban apa yang diharapkan darinya dan seperti apa jawaban yang terbaik.

Yang termaksud dalam tes jenis typical performance adalah tes yang mengungkapkan sikap, minat, dan berbagai skala kepribadian.

Tes Psikologi

Tes Psikologi
Sumber : Adriana Kadzarolla dari Pixabay

Setelah mengetahui definisi tes dari Lee Cronbach (1970), kita akan masuk ke dalam tes psikologi di mana hal-hal yang dilakukan pengukuran adalah atribut psikologis.

Menurut Azwar (2004) atribut psikologis adalah suatu konstrak teoritis yang ada secara hipotetik dan dikonsepkan guna mendeskripsikan dimensi psikologis yang ada dalam diri individu.

Ketepatan dari deskripsi tersebut juga tergantung dari ketepatan definisi konsrak yang bersangkutan, tidak hanya tergantung pada aspek fisiknya saja.

Crocker dan Algina (dalam Azwar, 2004) menjelaskan berbagai permasalahan yang dihadapi para penyusun tes dalam usaha pengukuran konstrak psikologis sebagai berikut :

  1. Tidak adanya pendekatan tunggal dalam pengukuran konstrak apapun yang dapat diterima secara universal.

Pengukuran konstrak psikologis dilakukan dengan cara observasi terhadap perilaku individu. Adanya dua orang yang mengukur konstrak yang sama sangatlah mungkin memiliki tipe dan sampel perilaku yang berbeda dalam definisi operasional mengenai konstrak tersebut. Dari perbedaan definisi operasional tersebut akan membawa perbedaan prosedur serta perbedaan kesimpulan.

  1. Pengukuran psikologis umumnya didasarkan pada sampel perilaku yang jumlahnya terbatas.

Populasi perilaku adalah indikator atribut psikologis yang jumlahnya tidak terbatas secara teoritis. Permasalahannya terletak pada cara memilih sampel perilaku yang menjadi representasi dari konstrak yang ingin diukur.

  1. Kemungkinan eror dalam pengukuran selalu ada.

Umumnya, pengukuran psikologis didasarkan pada sampel yang terbatas dan dilakukan hanya sekali. Walaupun pengukuran tersebut dilakukan berkali-kali, tetap ada kemungkinan eror karena berbagai hal, seperti faktor individu yang di tes maupun faktor individu yang memberikan tes.

  1. Satuan skala pengukuran tidak dapat didefinisikan dengan baik

Tidak mudah untuk mendefinisikan satuan ukur psikologis dan menginterpretasikan hasilnya dengan layak. Misalnya saja, jika individu mendapatkan nilai 0 pada suatu tes tidak dapat disimpulkan bahwa dalam tes tersebut tidak terdapat atribut psikologis sama sekali.

  1. Konstrak psikologis tidak dapat diartikan secara operasional semati, tetapi juga harus menampakkan hubungan dengan konstrak atau fenoma lain yang dapat diamati.

Pengukuran psikologis yang didasari oleh perilaku yang dapat diamati tidak memiliki banyak makna jika tidak dapat diartikan sesuai dengan konstrak teoritis.

Baca juga: Mengapa Orang Memiliki Persepsi Yang Berbeda?

Atribut Psikologi Sebagai Objek Ukur

Objek pengukuran dapat berupa atribut fisik atau psikologi. Atribut fisik memiliki kelebihan sebagai berikut : dapat diukur hingga pada tingkat skala rasio, seperti angka interval yang memiliki nol mutlak (adanya satuan ukur yang menjadi jelas).

Sementara itu, atribut psikologi hanya dapat diukur hingga tingkat skala ordinal. Adapun hasil skala ukur psikologi dapat dinyatakan secara interval, namun tetap tidak memiliki harga nol mutlak sebagai satuan ukur yang jelas.

Atribut psikologi sebagai objek ukur dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu (Azwar, 2014) :

Atribut Kemampuan (Kognitif)

Atribut yang menunjukkan kapasitas intelektual atau fungsi pikir manusia, yang terbagi menjadi kemampuan potensial dan kemampuan aktual.

  1. Kemampuan yang bersifat potensial

a) Kemampuan potensial umum (intelegensi)

b) Kemampuan potensial khusus (bakat)

Atribut potensial dikonsepkan sebagai dasar peluang teoritik individu untuk berkembang mencapai performansi yang optimal atau biasa disebut dengan potensi.

Bentuk potensi kognitif adalah kapasitas intelektual dalam memecahkan permasalahan secara umum atau biasa kita sebut dengan intelegensi. Bentuk lainnya dapat berupa berbagai bidang khusus (bakat), seperti bakat seni, bakat verbal, bakat mekanikal, dll.

2. Kemampuan yang bersifat aktual (prestasi)

Atribut aktual adalah realisasi usaha belajar individu yang dapat ditunjukkan dalam bentuk performansi. Tingkat dari pencapaian performansi disebut dengan prestasi yang didapatkan dari hasil pembelajaran dan pelatihan.

Atribut Bukan Kemampuan

Atribut bukan kemampuan atau atribut psikologi terkadang disebut dengan atribut kepribadian dan atribut afektif. Misalnya, performansi tipikal yang merupakan objek ukur skala-skala psikologi.

Klasifikasi Tes Psikologi

Klasifikasi Tes Psikologi
Sumber : ElisaRiva dari Pixabay

Secara umum, dalam psikologi terdapat istilah psikodiagnostik yang merupakan sarana dari tes psikologis. Tes psikologis memiliki pengertian : tugas atau pertanyaan-pertanyaan yang memiliki standar serta harus dikerjakan atau dijawab oleh individu yang dites dengan cara-cara tertentu yang sedikit banyak telah dibakukan juga.

Hingga bulan Mei tahun 2004, terdapat banyak sekali tes psikologis. Untuk menuliskan nama-nama tes psikologis tersebut, pada pembahasan artikel kali ini akan disingkat dengan mudah agar pembaca mendapatkan pengetahuan singkat mengenai tes psikologis sebagai berikut (Fudyartanta, 2005) :

Berdasarkan cara menyelesaikan tugas dalam tes :

  1. Performance test, seperti : tes lari cepat, tes lompat jauh, untuk itu individu yang di tes harus sungguh-sungguh lari atau melakukan lompat jauh. Dalam tes WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) adalah tes merancang atau merakit balok.
  2. Tes verbal, yaitu : tes yang penyelesaiannya menggunakan bahasa lisan atau tertulis. Dalam tes WAIS, enam subtes pertama adalah tes verbal.

Berdasarkan aspek-aspek kepribadian atau fungsi jiwa yang di tes, maka dibedakan mejadi 3 kelompok :

Tes kecerdasan (intelegensi)

Misalnya yang termaksud dalam tes kecerdasan adalah tes Binet-Simon, tes WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale), tes WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children), dan tes SPM (Standard Progressive Metrice) dari J. Raven.

Tes inteligensi Stanford-Binet mendominasi bidang inteligensi pada awal 1900-an hingga tes-tes Wechsler menyaingi. Tes ini digunakan untuk mengukur inteligensi individu pada rentang seluruh rentang kehidupan (usia 2-85 tahun).

Tes WAIS dan WISC diciptakan oleh David Wechsler pada tahun 1900-an untuk mengukur inteligensi seseorang. Lebih  lanjut, WAIS dipublikasikan pada tahun 2008 dan berfungsi untuk mengukur inteligensi pada individu dengan usia 16-90 tahun. Sementara, itu WISC yang diterbitkan pada tahun 2003 digunakan untuk mengukur inteligensi individu pada usia 6-16 tahun (Pomeratz, 2013).

SPM (Standard Progressive Matrices) dirancang pada tahun 1936 oleh J. Raven untuk mengukur kecerdasan seseorang dan diterbitkan pada tahun 1938. SPM telah melalui banyak revisi, dan pada tahun 1960 merupakan revisi terakhir yang dijumpai di Indonesia. SPM memiliki lima set (A, B, C, D, dan E) di mana masing-masing set terdiri dari 12 aitem, sehingga totalnya terdapat 60 aitem tes.

Masing-masing soal yang terdapat dalam SPM terdiri dari satu gambar besar untuk dilengkapi dengan beberapa pilihan. Untuk set A dan set B terdapat 6 pilihan gambar, sementara untuk set C, D, dan E terdapat 8 pilihan gambar (Rahmadani, Widyastuti, dan Asri, 2019).

Baca juga: 7 Teori Pembelajaran Serta Pembahasannya

Tes bakat

Yang termaksud dalam tes bakat misalnya adalah DAT (Differential Aptitude Test) yang memiliki 8 subtes, dan GATB (General Aptitude Test Battery) dengan 12 subtes.

DAT (Differential Aptitude Test) merupakan alat tes yang dirancang pada tahun 1947 oleh Bennet, Wesman, dan Seashore. Alat tes DAT tergolong ke dalam multiple aptitude, yaitu alat tes untuk menganalisis profil seseorang atau dengan kata lain tidak hanya mengukur satu bakat saja.

DAT terdiri dari tujuh subtes, yaitu : language usage (di dalamnya terbagi atas spelling dan sentences), clerical speed and accuracy, numerical ability, abstract reasoning, space relations, mechanical reasoning, dan verbal reasoning (Setiawati, Izzaty, dan Hidayat, 2018).

GATB (General Aptitude Test Battery) dirancang oleh Charles E. Odell dan dikembangkan lebih lanjut pada tahun 1940. GATB sudah  digunakan sejak tahun 1947 untuk berbagai macam keperluan oleh United States Employment Service. GATB lebih dikenal sebagai tes bakat akurat yang dapat mengukur lebih dari satu bakat, biasanya  digunakan untuk pemilihan jurusan atau untuk mengukur kecerdasan seseorang.

GATB memiliki 12 tes, di mana 4 tes membutuhkan alat tes sederhana, dan 8 tes lainnya hanya menggunakan kertas serta pensil. Total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes GATB kira-kira adalah 2,5 jam (Afifah, 2012).

Tes minat

Yang termaksud dalam tes minat misalnya adalah SVIB (Strong Vocational Interest Blank) yang sekarang dikenal dengan nama SCII (Strong-Campbell Interest Inventory) dan KPS (Kuder Preference Inventory).

SVIB (Strong Vocational Interest Blank) merupakan alat tes inventori untuk minat yang dirancang oleh E.K. Strong pada tahun 1994.  Alat tes ini memiliki 317 aitem yang telah dilakukan revisi untuk menilai minat seseorang.

Dalam SVIB, terdapat tiga set konten skala (non-pekerjaan) yang dikelompokkan sebagai berikut : 25 skala dasar peminatan, 6 skala bertema pekerjaan umum, dan 4 skala baru mengenai gaya personal.

SVIB merupakan alat ukur psikologis yang paling banyak digunakan, baik dalam penelitian maupun praktik kehidupan. Alat tes ini digunakan untuk menilai minat seseorang terhadap pekerjaan, minat terhadap brebagai jenis orang serta lingkungan, dan minat seseorang ketika waktu luang (Donnay & Borgen, 1996).

SCII (Strong Interest Inventory) merupakan alat tes yang banyak digunakan untuk penelitian lintas budaya. Dalam penggunaannya, SII mengalami banyak peningkatan, baik untuk negara dengan bahasa Inggris atau non bahasa Inggris. Terdiri dari 317 aitem yang terbagi dalam 8 bagian, seperti mata pelajaran di sekolah, aktivitas, dan nama pekerjaan yang diwujudkan dalam gabungan kata. Misalnya untuk pekerjaan dalam SII adalah cashier in bank atau athletic director, sementara itu untuk aktivitas adalah doing your own laundry atau acting (Nurcahyo dkk., 2018).

KPI (Kuder Preference Inventory) merupakan alat tes yang digunakan untuk mengukur 10 bidang minat, seperti : outdoor, clerical, literary, social service, persuasive, artistic, music, scientific, computational, dan mechanical. Terdapat 504 set butir soal yang harus dikerjakan oleh partisipan yang dijabarkan dalam 14 baris dan 12 lajur. Masing-masing butir soal memiliki 3 pilihan bidang minat – di mana partisipan harus memilih 2 pilihan sebagai perwakilan dari hal yang disukai dan 1 pilihan sebagai hal yang tidak disukai  (Suyasa, 2011).

Tes proyektif / tes non-kognitif

Yang termaksud dalam tes ini misalnya adalah tes rorschach atau tes bercak-bercak tinta dari Rorschach, TAT (Thematic Apperception Test) dari Murray, CAT (Children Apperception Test), dan Tes Grafis.

Tes proyektif merupakan tes yang bertujuan untuk memahami hal-hal yang tidak disadari pada kepribadian individu. Pada tes ini, individu harus menyelesaikan atau mengerjakan tugas menurut gaya dan isi pikiran individu melalui suatu proses aktivitas tertentu.

Rorschach merupakan teknik proyektif yang paling populer yang dikembangkan oleh Hermann Rorschach, seorang psikiatri asal Swiss pada tahun 1921. Rorschach adalah orang pertama yang menerapkan noda tinta untuk penyelidikan diagnostik atau kepribadian secara menyeluruh.

Masing-masing kartu rorschach memuat noda tinta simetris bilateral. Lima dari noda tinta hitam diletakkan pada bayangan abu-abu dan hitam saja, dua memuat sentuhan tambahan dari warna merah terang, dan tiga sisanya memadukan beberapa bayangan pastel. Umumnya, selama penyelenggaraan tes berlangsung, responden akan diminta untuk memberi tahu apa yang dilihat pada masing-masing noda tinta yang diberikan (Pratomo, 2000).

TAT (Thematic Apperception Test) pertama kali dipublikasikan oleh Henry Murray dan Christiana Morgan pada tahun 1935. TAT awalnya terdiri dari 31 kartu yang menampilkan adegan-adegan interpersonal dan bukan bercak tinta, namun biasanya psikolog memilih bagian-bagian kartunya sendiri (sering kali sekitar 10 kartu) untuk diberikan kepada klien. Tugas responden adalah mengarang sebuah cerita untuk masing-masing adegan dalam kartu.

Mereka tidak hanya diminta untuk mempertimbangkan apa yang sedang terjadi dalam adegan pada kartu yang diberikan, tetapi juga apa yang telah terjadi sebelumnya dan apa yang mungkin terjadi setelahnya. Tidak sampai disitu saja, responden juga diminta untuk mendeskripsikan apa yang diraskan serta dipikirkan oleh tokoh-tokoh di dalam adegan kartu (Pomerantz, 2013).

CAT (Children Apperception Test) secara khusus dirancang untuk anak-anak, walaupun TAT dapat diterapakan untuk anak usia 4 tahun. CAT dapat digunakan untuk anak berusia 3-10 tahun. Kartu-kartu dalam CAT mengganti manusia dengan hewan atas dasar asumsi bahwa anak-anak kecil lebih mudah melakukan proyeksi pada hewan dibandingkan manusia.

Berbagai hewan dalam gambar-gambar tersebut dilukiskan pada situasi yang khas manusia dengan cara antropomorfis yang khas seperti dalam buku komik dan buku anak-anak. Gambar-gambar tersebut dirancang untuk membangkitkan fantasi yang berhubungan dengan masalah maka serta aktivitas oral, persaingan sesama saudara, hubungan orang tua dan anak, agresi, latihan bang air besar dan kecil, serta pengalaman lainnya (Pratomo, 2000).

Salah satu tes grafis yang sudah tidak asing lagi adalah Draw A Person (DAP). DAP dirancang pertama kali oleh Machover pada tahun 1949. Dalam tes ini, responden pertama kali diminta untuk menggambar orang dengan menggunakan pensil dan kertas yang diberikan.

Kemudian, responden akan diminta untuk menggambar orang dengan jenis kelamin yang berlawanan atau yang jenis kelaminnya berbeda dari gambar pertamanya. Sementara itu, penguji memperhatikan komentar dari responden, urutan penggambaran bagian-bagian yang berbeda, dan rincian proseduralnya (Pratomo, 2000).

Skala sikap

Misalnya yang termaksud dalam skala sikap adalah skala bogardus, sosiometri dari Moreno, EPPS (Edward Preference Personality Scale).

Sosiometri dari Moreno dapat digunakan untuk mengukur keakraban hubungan sosial, sedangkan skala sikap dari Bogardus dikenal untuk mengukur prasangka ras.

EPPS (Edward Personal Preference Schedule) tergolong ke dalam tes non proyektif yang dikembangkan berdasarkan teori dari Murray yang menjelaskan bahwa kebutuhan individu dapat menjelaskan kepribadian dari individu tersebut. Edward membuat tes ini di Amerika pada tahun 1954 dengan norma standarisasi kebutuhan individu.

Alat tes ini sering digunakan di Indonesia karena penggunaannya  yang mudah dan juga cepat. Tidak hanya itu, EPPS juga menyediakan pilihan untuk pengecekan konsistensi pada jawaban individu, sehingga lebih terpercaya untuk digunakan  (Rosadi, Widyastuti, & Ridfah, 2018).

EPPS digunakan untuk mengukur 15 kebutuhan yang ada pada masing-masing diri individu. Kebutuhan tersebut adalah : achievement, order, deference, autonomy, endurance, affiliation, exhibition, succorance, intraception, abasement, dominance, change, heterosexual, aggression, dan nurturance (Setyawan dan Kiswantomo, 2017).

Bagaimana readers setelah membaca artikel ini, sedikit banyak readers sudah mengetahui ya apa saja tes psikologis atau biasanya disebut dengan psikotest. Wah, ternyata cukup banyak ya!

Baca juga: Psikologi Perkembangan Manusia

Pemahaman Akhir

  1. Psikologi menggunakan alat ukur untuk mengukur atribut-atribut psikologis. Alat ukur ini digunakan untuk mengukur variabel dan atribut dalam psikologi agar dapat memberikan hasil yang valid, reliabel, dan optimal.
  2. Terdapat empat tingkat pengukuran dalam psikologi, yaitu skala nominal, ordinal, interval, dan rasio. Skala nominal digunakan untuk mengidentifikasi objek atau subjek tanpa memberikan urutan atau peringkat. Skala ordinal menunjukkan adanya peringkat atau urutan kualitatif antara objek atau subjek. Skala interval memiliki jarak antarjenjang tetap, tetapi tidak memiliki titik nol mutlak. Skala rasio merupakan level tertinggi yang memiliki titik nol mutlak.
  3. Tes dalam psikologi adalah prosedur sistematik yang digunakan untuk mengukur sampel perilaku atau atribut psikologis seseorang. Tes dapat berupa serangkaian pertanyaan atau tugas yang harus dijawab atau dikerjakan oleh subjek. Tes dapat mengukur berbagai aspek psikologis seperti kecerdasan, kemampuan, kepribadian, dan minat.
  4. Tes psikologi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu tes performansi maksimal dan tes performansi tipikal. Tes performansi maksimal dirancang untuk mengungkapkan kemampuan dan prestasi maksimal individu, sedangkan tes performansi tipikal mengungkapkan kecenderungan reaksi atau perilaku individu dalam situasi tertentu.

Dengan menggunakan alat ukur psikologi dan tes, para psikolog dapat mengumpulkan data yang penting untuk memahami dan menganalisis berbagai aspek psikologis individu atau kelompok.


 

Sumber :

Afifah. (2012). Uji validitas konstruk general aptitude test battery (gatb) dengan metode confirmatory factor analysis (cfa). Jurnal pengukuran psikologi dan pendidikan indonesia, 1(1), 31-46.

Azwar, S. (2013). Tes prestasi : fungsi pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Donnay, D. A. C., & Borgen, F. H. (1996). Validity, structure, and content of the 1994 strong interest investory. Journal of counseling psychology, 43(3), 275-291.

Fudyartanta, K. (2005). Pengantar psikodiagnostik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Nurcahyo, dkk. (20108). Stimulus gambar : sebuah kajian pada instrumen minat vokasional. Buletin psikologi, 26(2), 111-125.

Pomerantz. A. M. (2014). Psikologi klinis : ilmu pengetahuan, praktis, dan budaya edisi 3. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Pratomo, T. D. (2000). Pengantar psikologi proyektif. Jakarta : Universitas Gunadarma

Rahmadani, A. S., Widyastuti., & Asri. A. (2019). Karakteristik psikometri pada standard progressive matrices. Jurnal penelitian dan pengukuran psikologi, 8(2), 59-68.

Rosadi, R.S., Widyastuti., & Ridfah, A. (2018). Penyusunan norma edwards personal preference schedule (epps). Ringkasan skripsi, 1-8.

Satyawan, L. I., & Kiswantomo, H. (2017). Penyusunan norma epps berdasarkan tingkat pendidikan sma, perguruan tinggi dan rentang usia dewasa awal. Humanitas, 1,1, 25-36

Setiawati, A.F, Izzaty, R. E., & Hidayat, V. (2018). Evaluasi karakteristik psikometrik tes bakat differensial dengan teori klasik. Humanitas, 15(1), 46-61.

Suyasa, P. (2011). Modifikasi alat ukur minat kuder preference inventory / record. Paper hasil penelitian, 1-17.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Priskila

Memiliki prinsip bahwa setiap orang mempunyai alasannya masing-masing untuk menghasilkan sebuah keputusan atau berperilaku. Hobi menulis yang ditekuninya dari sejak kecil ternyata membuat Priskila semakin komunikatif dalam menulis beragam topik dan berlanjut hingga sekarang. Disamping itu, Priskila juga menjadikan profesi Human Resource sebagai pekerjaan yang ditekuninya hingga saat ini.

Komentar

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *