Ketika melihat film-film Eropa yang berlatar salju, pernahkah kamu berpikir mengapa Indonesia tidak ada hujan salju? Indonesia memiliki iklim tropis sehingga hujannya dalam wujud cair. Hujan salju hanya terdapat di negara empat musim dan yang beriklim dingin. Kenapa bisa demikian? Mari kita telusuri bersama.
Daftar Isi
Pengertian Iklim
Iklim merupakan keadaan rata-rata cuaca dalam waktu yang lama (10-30 tahun) dan cakupan wilayah yang luas. Fenomena ini akan mempengaruhi keadaan litosfer dan muka bumi.
Ilmu yang mempelajarinya adalah ilmu klimatologi. Kondisi climate di bumi ini bervariasi, banyak hal yang mempengaruhi, antara lain gerak rotasi dan revolusi bumi, perbedaan lintang, kemiringan bumi terhadap bidang ekliptika, dan ketinggian tempat.
Klasifikasi Iklim
Iklim Matahari
sumber: kompas.com
Iklim matahari ditentukan berdasarkan garis lintang. Posisi menentukan intensitas sinar matahari yang diterima. Berdasarkan letak posisi lintang, tempat di bumi dibagi menjadi empat, yaitu:
- Iklim tropis, terletak pada 00-23,50 LU/LS. Memiliki dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Negara-negara tropis antara lain Brazil, Indonesia, dan Afrika Tengah.
- Iklim subtropis, terletak pada 23,50-400 LU/LS. Terdapat empat musim yaitu musim dingin, musim semi, musim panas, dan musim gugur. Negara-negara subtropis antara lain Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Australia, dan Jepang.
- Iklim sedang, terletak pada 400-66,5 LU/LS. Terdapat di negara Perancis, Inggris, Belanda, Jerman, dan Swiss.
- Iklim dingin, terletak pada 66,50-900 LU/LS. Terdapat di negara seperti Finlandia, Swedia, Rusia, Greenland (Denmark), dan Norwegia.
Iklim Koppen
Klasifikasi Koppen ditentukan berdasarkan curah suhu, hujan, vegetasi dan persebaran jenis tanah.
- Iklim A, yaitu beriklim tropis. Ciri-cirinya: suhu rata-rata setiap bulan di atas 180C, kelembaban tinggi, dan curah hujan tahunan tinggi.
- Iklim B, yaitu beriklim kering atau gurun. Terdapat di daerah gurun atau semi arid (stepa), kondisi penguapan sangat besar sehingga tidak ada air yang berlebih, dan tidak ada sungai yang mengalir secara permanen.
- Iklim C, yaitu beriklim sedang. Berada di lintang sedang dengan temperatur terdingin 180 C sampai -30C, ditandai dengan adanya empat musim yaitu musim semi, gugur, dingin, dan panas.
- Iklim D, yaitu beriklim sedang yang dipengaruhi daratan dengan musim dingin yang tajam sehingga disebut dengan iklim mikrotermal (microthermal climates). Adapun pada wilayah mikrotermal, musim dinginnya sejuk, bulan terpanas lebih dari 100 C, dan suhu rata-rata bulan terdingin adalah -30 C.
- Iklim E, yaitu beriklim kutub. Ciri khasnya yaitu tidak memiliki musim hangat.
Wilayah Indonesia berdasarkan klasifikasi Koppen terbagi dalam beberapa kelompok iklim. Secara umum, Indonesia berada di iklim A karena tertutupi oleh hutan hujan tropis, hutan musim, dan wilayah sabana. Di sekitar daerah pegunungan beriklim C dan di Pegunungan Jaya Wijaya beriklim E. Pembagian klasifikasi Koppen secara rinci sebagai berikut:
- Iklim Af = beriklim tropis di hutan hujan tropis
- Iklim Aw = beriklim savana tropis
- Iklim Am = beriklim hutan musim di daerah tropis
- Iklim Bs = beriklim stepa
- Iklim Bw = beriklim gurun
- Iklim Cf = beriklim hujan sedang, musim panas tanpa musim kering. Biasanya hujan terjadi di musim panas.
- Iklim Cw = beriklim hujan sedang, musim panas dengan musim dingin kering
- Iklim Cs = beriklim hujan sedang, panas dengan musim panas yang kering
- Iklim Df = beriklim hujan salju tanpa musim kering
- Iklim Dw = beriklim hujan salju dengan musim dingin yang kering
- Iklim Et = beriklim tundra
- Iklim Ef = beriklim salju
- Iklim Eh = beriklim salju pegunungan tinggi
Iklim Junghuhn
Junghuhn mengelompokkan daerah iklim di Pulau Jawa secara vertikal sesuai dengan vegetasi pada ketinggian tertentu. Pembagian daerah iklim menurut Junghuhn adalah sebagai berikut:
- Daerah panas atau tropis. Terletak antara 0-700 m di atas permukaan laut dengan suhu 220C-26,30 C. Tanaman yang cocok, antara lain kopi, jagung, padi, tembakau, karet, tebu, kelapa, dan cokelat.
- Daerah sedang sejuk. Terletak antara 700-1.500 m di atas permukaan laut dengan suhu 17,10 C-220C. Tanaman yang cocok, antara lain padi, tembakau, teh, kopi, cokelat, kina, dan sayur-sayuran.
- Daerah sejuk. Terletak antara 1.500-2.500 m di atas permukaan laut dengan suhu 11,10C-17,10C. Tanaman yang cocok, antara lain kopi, teh, kina, dan sayuran.
- Daerah dingin. Terletak pada 2.500-3.300 m di atas permukaan laut dengan suhu 6,20 C-11,10C. Pada daerah ini tidak ada tanaman yang dibudidayakan.
- Daerah dingin bersalju. Daerah yang terletak pada ketinggian di atas 3.300 meter dan sering tertutup oleh salju dengan suhu di bawah 6,20 C
Iklim Oldemen
Pembagian tipe ini hanya menggunakan curah hujan sebagai indikatornya. Adanya bulan basah dan bulan kering secara berturut-turut dihubungkan dengan pertanian sehingga pembagian iklimnya disebut zona agroklimat. Misalnya, jumlah curah hujan sebesar 200 mm tiap bulan cukup untuk membudidayakan padi sawah. Adapun untuk sebagian besar palawija jumlah curah hujan minimal adalah 100 mm tiap bulan.
Dalam metode ini bulan basah adalah bulan yang memiliki jumlah curah hujan sekurang-kurangnya 200 mm/bulan. Bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering yang digunakan Oldeman adalah sebagai berikut:
- Bulan basah jika curah hujan lebih dari 200 mm/bulan
- Bulan lembab jika curah hujannya antara 100-200 mm/bulan
- Bulan kering jika curah hujannya kurang dari 100 mm/bulan
Berikut ini adalah tipe-tipe iklim menurut Oldeman:
- Iklim A, >9 bulan basah secara berturut-turut
- Iklim B, 7-9 bulan basah secara berturut-turut
- Iklim C, 5-6 bulan basah secara berturut-turut
- Iklim D, 3-4 bulan basah secara berturut-turut
- Iklim E, <3 bulan basah secara berturut-turut
Tabel Bulan Basah Bulan Kering Oldeman
Iklim Schmidt Ferguson
Iklim ini dikembangkan oleh F.H. Schmidt dan J. H. A. Ferguson. Mereka adalah orang Belanda yang meneliti iklim di Indonesia. Oleh karena itu, tipe iklim hanya sesuai untuk iklim tropis, khususnya Indonesia. Tipe iklim ini sangat berguna untuk keperluan pertanian, kehutanan, hortikultura, dan untuk pengembangan tanah.
Sistem klasifikasi ini membagi iklim tropis menjadi delapan tipe dengan lambang huruf dari A sampai H. Dasar klasifikasi dengan menghitung bulan basah dan bulan kering. Dikatakan sebagai bulan kering jika endapan hujan kurang dari 60 mm/bulan. Sebaliknya, dikatakan bulan basah (wet month) jika endapan hujannya lebih dari 100 mm/bulan.
Endapan hujan antara 60 mm/bulan dan 150 mm/bulan disebut bulan lembab. Bulan lembab dianggap mencukupi kebutuhan tanaman sehingga tidak dimasukkan ke dalam perhitungan.
Klasifikasi Schmidt-Ferguson disebut Q model karena didasarkan atas indeks nilai Q yang dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Dimana:
Md = rata-rata bulan kering
Mw = rata-rata bulan basah
Fd = jumlah (frekuensi) bulan kering
Fw = jumlah (frekuensi) bulan basah
T = jumlah tahun data
Kemudian hasil Q disesuaikan dengan tabel berikut untuk mengetahui tipe iklimnya. Berikut tabel Korelasi Nilai Q dengan Tipe Iklim.
Tipe iklim | Nilai |
A | 0<Q<14,3 |
B | 14,3<Q<33,3 |
C | 33,3<Q<60 |
D | 60<Q<100 |
E | 100<Q<167 |
F | 167<Q<300 |
G | 300<Q<700 |
H | 700<Q |
Karakteristik Iklim di Indonesia dan Pengaruhnya
Pola Umum Curah Hujan di Indonesia
Letak geografis Indonesia mempengaruhi pola curah hujan di wilayah ini. Pola-pola curah hujannya sebagai berikut:
- Pantai sebelah barat setiap pulau mendapatkan hujan lebih banyak dibandingkan pantai sebelah timur.
- Curah hujan di Indonesia sebelah barat lebih banyak dibandingkan Indonesia bagian timur
- Semakin tinggi tempat, curah hujannya semakin tinggi. Curah hujan terbanyak biasanya terjadi di daerah dataran tinggi yaitu sekitar ketinggian 600-900 meter di atas permukaan laut.
- Di daerah pedalaman musim hujan jatuh pada musim pancaroba. Demikian juga halnya di daerah-daerah rawa yang besar
- Bulan maksimal hujan sesuai dengan letak DKAT (Daerah Konvergensi Antar Tropik).
- Pola hujan dimulai dari barat ke timur timur seperti: 1) Pantai Barat Pulau Sumatra sampai Bengkulu pada Bulan November; 2) Lampung-Bangka pada Bulan Desember; 3) Jawa bagian utara, NTB, Bali, NTT pada bulan Januari-Februari.
- Di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan bagian timur, Maluku musim hujannya berbeda, yaitu bulan Mei-Juni. Pada bulan yang sama, daerah lain mengalami kekeringan. Kira-kira pada bujur 1200 BT adalah batas curah hujan tinggi wilayah timur.
Perubahan Musim di Indonesia
Letak geografis Indonesia menyebabkan wilayah Indonesia memiliki iklim monsun. Perubahan musim di Indonesia terjadi dari musim hujan dan musim kemarau dengan musim peralihan yang dinamakan musim pancaroba.
Musim hujan
Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai April. Musim dipengaruhi angin Monsun Barat yang bertiup dari benua Asia ke Benua Australia. Adanya musim hujan banyak dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, khususnya pertanian irigasi. Selain itu, di beberapa wilayah Indonesia, pada musim hujan sering terjadi banjir.
Musim Kemarau
Musim kemarau terjadi pada April sampai Oktober. Musim ini dipengaruhi oleh angin Monsun Timur yang bertiup dari Benua Australia dan Benua Asia. Musim kemarau sering merugikan penduduk, khususnya bagi para petani. Bahkan, sering terjadi kebakaran hutan di Pulau Kalimantan dan Sulawesi.
Musim Pancaroba
Masa peralihan antara musim penghujan dan musim kemarau. Bulan Maret dan Bulan April merupakan musim pancaroba peralihan antara musim penghujan dan kemarau. Sementara itu, musim peralihan antara musim kemarau dan musim penghujan berada di bulan Oktober-Desember. Masa peralihan ditandai dengan hujan deras, angin bertiup kencang, terjadi puting beliung, dan adanya badai.
Pada musim ini, frekuensi orang menderita penyakit saluran pernafasan meningkat seperti batuk dan pilek. Pada musim wareng (perpindahan musim hujan ke kemarau) ditandai dengan tonggeret memasuki musim kawin dan mengeluarkan suara khas. Pada musim labuh (pergantian kemarau ke musim penghujan) akan ditandai keluarnya laron (rayap bersayap).
Baca juga: Tektonisme dan Pengaruh Bagi Kehidupan
Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Kehidupan
Dampak Perubahan Iklim Global
Pertambahan jumlah penduduk dan pesatnya pertumbuhan teknologi-industri memberikan efek cukup besar yaitu bertambahnya gas rumah kaca. Gas rumah kaca dapat meningkat karena kerusakan hutan, pembakaran bahan bakar fosil, pertanian dan peternakan, serta sampah berlebih. Penggunaan energi fosil yang berlebih adalah penyebab utama perubahan iklim dunia. Hutan yang menampung gas rumah kaca berkurang akibat penebangan hutan secara liar. Akibatnya, jumlah gas rumah kaca meningkat diatas ambang batas normal.
Gas rumah kaca seperti metana (CH4) dan CFC berperan besar dalam pemanasan global. Suhu udara akan meningkat. Akibatnya, mulai menyusutkan waduk dan danau, mencairkan es di pegunungan dan Kutub, air laut naik, dan munculnya berbagai macam bencana air seperti banjir dan banjir rob.
Pola hujan juga telah berubah, tidak bisa lagi ditentukan pada bulan tertentu datangnya. Panjang musim kemarau dalam setahun yang lebih lama mengakibatkan tanah kering dan rawan akan kebakaran hutan. Ditambah lagi intensitas El Nino menyebabkan kekeringan.
Dampak terhadap Pertanian
Jika terjadi kenaikan suhu poduktivitas pertanian di daerah tropis mengalami penurunan. Hal ini meningkatkan risiko bencana kelaparan. Pergeseran dapat diadaptasi dengan menciptakan bibit unggul dan mengubah waktu tanam.
Dampak terhadap Air Laut
Naiknya permukaan air laut akan menggenangi wilayah pantai dan merusak usaha tambak ikan dan udang seperti yang terjadi di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Penyebabnya adalah mencairnya es di kutub. Sehingga menyebabkan air laut naik.
Dampak terhadap Kesehatan
Perubahan iklim yang tak menentu menimbulkan berbagai penyakit seperti ispa, malaria, demam berdarah, dan alergi meningkat. Ada berbagai penyakit alergi yang timbul seperti asma, alergi dingin, alergi debu, dan hay fever (alergi rumput kering). Gelombang panas yang tiba-tiba bisa menyebabkan heat stroke (serangan panas kuat) yang bisa mematikan. Penurunan suhu yang tajam bisa menyebabkan hipotermia. Curah hujan yang tinggi dan bila terjadi di daerah kumuh akan meningkatkan infeksi salmonella dan penyakit pes.
Dampak terhadap Ekosistem
Kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,5-2,50C akan menyebabkan kepunahan sekitar 20-30% spesies tumbuhan dan hewan. Kenaikan 10C suhu air laut bisa menyebabkan kerusakan terumbu karang, rumah bagi biota laut.
Upaya Menanggulangi Masalah Iklim Global
Upaya Mitigasi dan Adaptasi
Upaya pemerintah untuk mengurangi dampak pemanasan global diberbagai sektor yaitu menekankan strategi dan tindakan nyata dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Upaya yang digalakkan antara lain, mengganti bahan bakar dengan yang lebih bersih dan amah lingkungan, menghemat penggunaan bahan bakar, serta menggunakan peralatan yang lebih hemat energi.
Upaya di Bidang Pertanian
Upaya yang dilakukan antara lain dengan membangun tempat penampungan air dan manajemen air. Pembangunan water reservoir (penampungan air hujan) dapat dibangun untuk sumber air sawah. Ketika musim kemarau panjang melanda, petani tetap bisa mengairi sawahnya dengan air yang telah ditampung. Pengadaan bibit unggul yang tahan terhadap perubahan musim dan hama bisa menjadi solusi peningkatan di bidang pertanian.
Upaya di Bidang Transportasi
Penggunaan bahan bakar fosil salah satu yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, untuk menurunkan emisi gas rumah kaca diperlukan sistem transportasi massal. Tujuannya untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Selain itu, penggunaan energi alternatif untuk bahan bakar juga sedang dikembangkan guna solusi ini.
Upaya Manajemen Sampah
Sampah menjadi sumber emisi gas metana. Oleh karena itu, memilah sampah dan daur ulang merupakan upaya yang perlu digalakkan untuk menekan jumlah sampah. Potensi memanfaatkan gas metana sebagai biogas bisa menjadi solusi untuk mengurangi emisi gas di udara dan untuk energi alternatif.
Baca juga: Tenaga Eksogen dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan
Pemahaman Akhir
Indonesia tidak memiliki hujan salju karena terletak di wilayah iklim tropis. Iklim tropis ditandai dengan suhu rata-rata yang tinggi sepanjang tahun dan kelembaban yang cukup tinggi. Hujan di Indonesia hanya berupa hujan cair karena suhu udara yang selalu berada di atas titik beku.
Hujan salju hanya dapat terjadi di negara-negara yang memiliki empat musim dan beriklim dingin. Hal ini terjadi karena di negara-negara tersebut, suhu udara turun di bawah titik beku selama musim dingin sehingga air hujan berubah menjadi kristal salju sebelum mencapai tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim adalah posisi geografis, gerak rotasi dan revolusi bumi, perbedaan lintang, kemiringan bumi terhadap bidang ekliptika, dan ketinggian tempat. Indonesia memiliki iklim tropis, yang berarti memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Suhu udara yang tinggi sepanjang tahun menyebabkan hujan yang terjadi di Indonesia berbentuk cair.
Pola curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh letak geografisnya. Bagian barat setiap pulau di Indonesia mendapatkan hujan lebih banyak dibandingkan dengan bagian timur. Curah hujan juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat, di mana daerah dataran tinggi memiliki curah hujan lebih tinggi.
Perubahan iklim global, terutama kenaikan suhu rata-rata, dapat berdampak pada ekosistem, pertanian, kesehatan, dan air laut. Perubahan ini menyebabkan peningkatan risiko bencana dan masalah kesehatan bagi penduduk.
Upaya mitigasi dan adaptasi menjadi kunci dalam mengatasi masalah iklim global. Pemerintah perlu mengambil tindakan nyata untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, mengganti bahan bakar dengan yang lebih bersih, dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Selain itu, penggunaan energi alternatif dan manajemen sampah yang baik juga diperlukan untuk mengurangi dampak pemanasan global.
Dalam menghadapi perubahan iklim global, peran setiap individu juga sangat penting. Edukasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan dan mengurangi polusi harus terus disosialisasikan agar kesadaran akan perlunya menjaga kelestarian alam semakin meningkat. Dengan kerjasama semua pihak, diharapkan dampak negatif perubahan iklim global dapat diminimalisasi dan bumi kita tetap lestari untuk generasi mendatang.
Demikian penjelasan terkait dengan iklim, baik klasifikasi, perubahan iklim global, dampak perubahan iklim, dan upaya menanggulanginya. Semoga penjelasan di atas bisa menambah wawasan dan pengetahuanmu ya.
Sumber:
Bagja Waluya. (2009). Geografi. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Gatot Harmanto. (2016). Geografi untuk SMA/MA Kelas X. Bandung: Penerbit Yrama Widya.
Lili Somantri dan Nurul Huda. (2016). Geografi. Bandung: Grafindo