Kebudayaan di Indonesia pada masa kini, tidak terlepas dari kehidupan di masa lalu. Sejak zaman prasejarah, walau belum mengenal tulisan manusia pada masa tersebut telah memiliki kebudayaan. Kebudayaannya makin berkembang dari zaman ke zaman, hingga masa kini.
Salah satu kebudayaan manusia prasejarah yang masih bisa dilihat hingga sekarang ialah kebudayaan Zaman Megalithikum. Apakah kamu tahu mengenai Zaman Megalithikum? Untuk lebih mengetahui tentang zaman Megalitikhum, simak penjelasan berikut ini ya.
Daftar Isi
Pengertian Zaman Megalithikum
Zaman Megalithikum merupakan kebudayaan yang menghasilkan bangunan dari batu besar (Wardaya, 2009:115). Zaman megalithikum atau yang lebih dikenal dengan zaman batu besar. Hal tersebut dikarenakan, di zaman ini lebih banyak menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar.
Hasil kebudayaan pada zaman Megalithikum ini meninggalkan bekas-bekasnya hampir di seluruh Indonesia dalam berbagai ragam dan bentuk. Namun untuk yang lebih diselidiki dengan betul adalah yang di Sumatera dan Jawa (Soekmono, 1973:74).
Zaman Megalithikum ini berjalan bersamaan dengan zaman Neolithikum, oleh karena itu lebih sering disebut dengan “Kebudayaan Megalithikum”. Kebudayaan ini memuat tradisi bangunan-bangunan Megalithikum, dimana “mega” memiliki arti besar dan “lithos” berarti batu. Sehingga tradisi Megalithikum ini memiliki arti batu besar. Tradisi ini selalu berkaitan erat dengan kepercayaan akan hubungan antara yang hidup dan mati, terutama kepercayaan akan pengaruh dari orang mati terhadap mahluk yang masih hidup.
Pada masa ini, misalnya ada seseorang yang sudah mati namun berjasa dalam sebuah keluarga, maka jasanya akan diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar.
Baca juga: Mengenal Homo Wajakensis
Ciri-ciri Zaman Megalithikum
Megalithikum berasal dari dua kata yaitu Mega dan Lithos. Mega memiliki arti “Batu” dan Lithos memiliki arti “Batu”, sehingga jika digabungkan memiliki arti Batu Besar. Oleh karena itu, ciri-ciri zaman Megalithikum yang paling menonjol adalah penggunaan batu besar dalam pembuatan baik bangunan maupun alat-alat yang dianggap sakral oleh masyarakatnya.
Pada zaman ini, tentunya memiliki perbedaan. Oleh karena itulah para ilmuan mengelompokkan tiap-tiap zaman, karena memiliki ciri khasnya masing-masing. Berikut ciri-ciri zaman Megalithikum:
- Masyarakatnya telah melakukan sistem pembagian kerja.
- Dalam kelompoknya, memiliki pemimpin yang mereka sebut dengan kepala suku.
- Menggunakan logam dalam pembuatan alat sehari-hari.
- Telah memiliki aturan-aturan yang dibuat dalam masyarakatnya.
- Yang terkuat akan menjadi pemimpin dalam kelompoknya.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang hidup pada zaman ini telah berkembang kebudayaannya. Bukan hanya menggunakan batu biasa, namun juga sudah bisa menggunakan logam dalam kehidupan sehari-harinya. Bahkan telah ada peraturan-peraturan yang dibuat dalam kehidupan masyarakatnya, sehingga memiliki batas-batas dalam bermasyarakat. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa pada masa ini masyarakatnya sudah berkebudayaan tinggi.
Peninggalan Zaman Megalithikum
Ada berbagai peninggalam di zaman Megalithikum, antara lain yaitu:
Peninggalan Berbentuk Bangunan
Tradisi Megalithikum ini pada masanya dikenal di banyak tempat, dengan bangunan-bangunan besar sebagai bentuk kebudayaanya. Namun karena perkembangan zaman, banyak bukti-bukti peninggalan zaman tersebut hilang dan rusak. Di Indonesia, bangunan Megalithikum ini tersebar di hampir seluruh daerah. Bentuk-bentuk dari bangunan ini beranekaragam, seperti peti kubur batu, dolmen, sarkogus, waruga, dan lainnya.
Peninggalan zaman megalithik ini kebanyakan berupa menhir, dolmen, kubur berundak, peti kubur batu, lesung batu, serta patung-patung batu dengan gaya statis dan dinamis.
- Menhir merupakan sebuah batu tegak yang diletakkan untuk memperingati orang yang sudah mati. Benda tersebut dianggap sebagai media penghormatan, serta untuk menampung arwah.
- Kubur berundak merupakan kubur yang dibuat diatas bangunan berundak atau bertingkat. Sedangkan kubur peti batu adalah sebuah kubur yang berbentuk sebuah peti dari enam buah papan batu dan sebuah penutup peti. Di daerah Sumatera Selatan, peninggalan ini banyak terdapat didaerah Tegurwangi.
- Selain itu di Sumatera Selatan, juga terdapat arca-arca batu dengan bentuk seperti laki-laki yang memiliki tutup kepala berbentuk topi baja, mata bulat yang menonjol, dahinya menjorong, menggunakan gelang tangan dan kalung, dengan pedang pendek. Pada bagian kakinya, dari betis sampai pergelangan kaki tertutup balutan kaki. Terkadang di pundaknya tampak selembar kain penutup punggung (Soejono & Leirissa, 2010:262).
- Lesung batu merupakan sebuah batu yang diberi lubang, dengan diameter lubang dan dalamnya rata-rata 15 cm. Berdasarkan keterangan penduduk setempat, diketahui bahwa fungsi dari lesung ini adalah untuk menumbuk padi-padian.
- Dolmen merupakan meja batu besar dan biasanya terletak dibawah menhir. Fungsi dari dolmen adalah untuk meletakkan sesaji. Kebanyakan temuan peninggalan zaman megalithik ini daerah temuanya di Sumatera selatan, Sumba, dan Bondowoso (Jawa Timur).
Tradisi Megalithikum yang masih kuat adalah di Daerah Nias dan dianggap sangat maju dibandingkan dengan daerah lainnya. Selain itu tradisi yang kuat juga terdapat di Toraja.
Peninggalan Berbentuk Tradisi
Selain peninggalan dalam bentuk bangunan-bangunan, pada zaman Megalithikum ini juga terdapat tinggalan berupa tradisi. Beberapa tradisi yang menjadi peninggalan zaman ini adalah sebagai berikut:
- Pemujaan Matahari: Dimana matahari dianggap oleh masyarakat sebagai dewa yang dipuja. Di Indonesia sendiri, masyarakat tetap menganggap matahari sebagai matahari. Tradisi pemujaan Dewa Matahari ini dijalani oleh masyarakat Jepang.
- Pemujaan Dewi Kesuburan: Biasanya tradisi ini dilakukan oleh masyarakat di daerah pertanian. Di Jawa, terdapat dewi yang dipuja sebagai dewi kesuburan dan dianggap pelindung padi, yang sering dipanggil dengan Dewi Sri. Pemujaan dengan menggunakan upacara ini biasanya dilakukan supaya masyarakat bisa mendapatkan hasil panen yang melimpah dan tanah mereka menjadi subur.
- Upacara dengan tumbal: Biasanya dilakukan untuk melindungi dan membebaskan dari bahaya. Pada upacara ini, biasanya akan ditumbalkan hewan sebagai persembahan misalnya saja tumbal kepala kerbau. Tradisi ini bisa dianggap tetap ada sampai saat ini. Pada beberapa masyarakat masa kini biasanya masih menggunakan tumbal, misalnya ketika membangun sebuah jembatan dan bangunan lainnya.
- Upacara Ruwatan: Merupakan upacara yang dilakukan untuk mengembalikan seseorang pada kedudukan suci seperti semula. Contoh yang paling banyak misalnya saja acara bersih desa. Tradisi ini sampai masa kini terkadang juga masih dering dilakukan. Biasanya acara akan diadakan setiap satu tahun sekali. Di Jawa, acara Bersih Desa dilakukan tiap Bulan Sura/Suro.
Baca juga: Pithecanthropus Mojokertensis
Pemahaman Akhir
Kebudayaan di Indonesia pada masa kini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan di masa lalu. Sejak zaman prasejarah, bangsa Indonesia telah memiliki kebudayaan yang terus berkembang dari masa ke masa hingga saat ini. Salah satu kebudayaan prasejarah yang masih dapat kita lihat jejaknya hingga kini adalah kebudayaan Zaman Megalithikum.
Zaman Megalithikum adalah periode kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar. Kebudayaan ini memuat tradisi bangunan-bangunan Megalithikum yang memiliki makna batu besar. Tradisi ini erat kaitannya dengan kepercayaan akan hubungan antara orang hidup dan orang mati, terutama kepercayaan akan pengaruh orang mati terhadap kehidupan orang yang masih hidup.
Ciri khas zaman Megalithikum adalah penggunaan batu besar dalam pembuatan bangunan dan alat-alat yang dianggap sakral oleh masyarakatnya. Selain itu, masyarakat pada zaman ini telah mengembangkan sistem pembagian kerja, memiliki pemimpin dalam bentuk kepala suku, menggunakan logam dalam alat sehari-hari, dan memiliki aturan-aturan dalam masyarakat. Semua ini menunjukkan bahwa masyarakat pada masa ini telah memiliki kebudayaan yang tinggi.
Peninggalan zaman Megalithikum dapat dilihat dalam bentuk bangunan dan tradisi. Bentuk bangunannya beraneka ragam, seperti menhir, dolmen, kubur berundak, peti kubur batu, lesung batu, dan patung-patung batu. Peninggalan-peninggalan ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dengan tradisi Megalithikum yang masih kuat terdapat di daerah Nias dan Toraja.
Selain bangunan, tradisi-tradisi juga menjadi bagian dari peninggalan zaman Megalithikum, seperti pemujaan matahari, dewi kesuburan, upacara dengan tumbal, dan upacara ruwatan. Beberapa tradisi tersebut masih bertahan hingga saat ini, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh kebudayaan Zaman Megalithikum dalam kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan di Indonesia pada masa kini mengandung akar yang dalam dari masa lalu, terutama dari kebudayaan Zaman Megalithikum. Pengaruh dan warisan kebudayaan ini terus membentuk identitas dan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat Indonesia sekarang. Sebagai guru sejarah, penting untuk mengenalkan dan melestarikan warisan budaya ini agar generasi mendatang dapat menghargai dan memahami akar sejarahnya.
Ya, jadi itu adalah sedikit penjelasan mengenai kehidupan zaman Megalithikum. Mulai dari ciri-cirinya hingga peninggalannya. Semoga kamu makin memahami seperti apa itu kehidupan di zaman Megalithikum ya. Jangan lupa untuk terus belajar dan menambah wawasan. Semangat belajar!
Sumber:
Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah: Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
Soejono, R., P., & Leirissa, R., Z. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 1. Jakarta: Balai Pustaka.