Mengenal Suku Toraja Secara Lengkap

Nama suku Toraja di kalangan masyarakat Indonesia barangkali sudah tidak asing lagi. Suku satu ini termasuk salah satu suku terbesar di Indonesia dengan kebudayaan yang sangat khas. Contohnya adalah rumah adat tongkonan yang masih tetap lestari hingga sekarang ini hingga mencuri perhatian dunia.

Namun, bukan hanya sisi kebudayaannya saja yang mencuri perhatian, sejarah, kepercayaan, hingga struktur sosial masyarakat suku Toraja juga menjadi perhatian masyarakat karena keunikannya. Nah, supaya lebih dekat mengenal segala keunikan dari suku Toraja tersebut, yuk simak seluruh penjelasannya di bawah ini.

Sejarah Asal Nama Toraja

Sejarah Suku Toraja
Sumber: langkantoraya.blogspot.com

Terdapat beberapa perbedaan mengenai asal usul penamaan suku Toraja. Pada zaman penjajahan Belanda, masyarakat Luwu menyebutnya sebagai to riaja atau  orang yang berdiam di bagian barat. Kemudian, menurut masyarakat Bugis-Sidenreng, Toraja dikenal dengan to riajang yang berarti orang-orang yang tinggal di negeri atas atau daerah pegunungan.

Baca juga: 13 Suku di Pulau Sulawesi

Ada pula yang menyebut asal usul toraja adalah toraya, yang mana ‘to’ berarti ‘orang’ dan ‘raya’ yang berarti ‘besar’. Sehingga, bila diartikan secara keseluruhan menjadi orang besar atau orang kalangan bangsawan. Perbedaan mengenai asal usul penamaan Toraja pun tidak hanya itu saja, beberapa mitos yang berkembang di masyarakat jika Toraja dulunya berasal dari kata ‘tau raja’ yang artinya raja keturunan raja.

Menurut penamaan tersebut, masyarakat suku Toraja bangsawan mempercayai jika mereka merupakan keturunan dewa yang ada di kayangan. Para dewa tersebut diyakini turun ke bumi tepatnya di wilayah Tondok Lepongan Bulan untuk menjadi raja. Hingga saat ini, masyarakat suku Toraja juga masih memegang kepercayaan tersebut.

Kepercayaan Suku Toraja

Kepercayaan Suku Toraja
Sumber: tirto.id

Masyarakat suku Toraja dapat dikatakan sebagai masyarakat yang berpegang teguh pada kepercayaan adat. Mayoritas masyarakat suku Toraja hingga sekarang ini menganut kepercayaan yang disebut dengan Aluk Todolo. Aluk berarti agama, sedangkan todolo berarti nenek moyang. Oleh karenanya, Aluk Todolo juga dapat diartikan sebagai agama nenek moyang.

Kepercayaan tersebut diyakini diturunkan oleh Puang Matua (Sang Pencipta) kepada nenek moyang pertamaya suku Toraja yang bernama Datu La Ukku’. Puang Matua sebagai Sang Pencipta menyerahkan tugas pemeliharaan manusia kepada Deata (dewa). Oleh karenanya, selain memuja Puang Matua, masyarakat suku Toraja juga diharuskan untuk melakukan pemujaan kepada 3 Deata berikut.

  1. Deata Langi’: Pemelihara langit yang menguasai langit dan seluruh isinya.
  2. Deata Kapadanganna: Pemelihara bumi dan yang menguasai bumi.
  3. Deata Tangngana Padang: Pemelihara tanah dan yang menguasai bumi.

Pemujaan terhadap 3 dewa tersebut dilakukan dengan berbagai ritual seperti menyiapkan berbagai sajian, persembahan, hingga korban. Persembahan umumnya berupa babi atau ayam dengan tempat persembahan yang berbeda-beda bergantung pada jenis dan kepada siapa persembahan tersebut diberikan. Persembahan kepada para Deata biasanya akan diletakkan di sebelah timur tongkonan (rumah adat Toraja), dan persembahan bagi leluhur akan diletakkan di bagian barat atau di pemakaman leluhur tersebut.

Struktur Sosial Suku Toraja

Struktur Sosial Suku Toraja
Sumber: id.wikipedia.org

Masyarakat suku Toraja secara struktur sosial terbentuk dari keluarga yang berdasarkan pada garis keturunan dan dalam perkembangannya menghasilkan tingkatan-tingkatan sosial tertentu. Tingkatan sosial ini dijuluki dengan tana’ yang terdiri dari 4 tingkatan yaitu tana’ bulaan, tana’ bassi, tana’ karurung, dan tana’ kua-kua.

Tana’ Bulaan

Tana’ bulaan disebut juga dengan tingkatan emas dikarenakan masyarakat dalam tingkatan ini adalah keturunan bangsawan. Para keturunan bangsawan ini biasanya menduduki posisi penting dalam adat Toraja seperti sebagai ketua adat. Tidak heran jika masyarakat yang berada di tingkatan tana’ bulaan hampir menguasai seluruh tanah pertanian dan peternakan di Toraja. Dalam acara pernikahan, tingkatan ini harus menyerahkan kapa’ (mahar yang harus dibayar setelah terjadinya perceraian) sebanyak 6-12 ekor kerbau.

Tana’ Bassi

Tingkatan tana’ bassi merupakan tingkatan struktur sosial kelas menengah dan biasanya berkedudukan sebagai pembantu dalam lembaga adat. Pada golongan ini, kapa’ pernikahan yang harus dibayarkan sebanyak 4-8 ekor kerbau.

Tana’ Karurung

Tana’ karurung termasuk tingkatan atau kasta masyarakat biasa. Kebanyakan masyarakat tingkatan ini menjadi buruh tani dan sebagian ada yang menjadi kepala dusun dengan gelar to indo’. Pada tingkatan ini, kapa’ pernikahan yang dibayarkan berjumlah 2-4 ekor kerbau.

Tana’ Kua-Kua

Tingkatan terakhir yang disebut dengan tana’ kua-kua merupakan tingkatan hamba sahaya serta keturunannya. Masyarakat yang berada dalam tingkatan ini biasanya akan bertugas mengolah lahan pertanian tuannya. Disamping itu, tingkatan kua-kua juga diwajibkan untuk mengabdi pada tingkatan lainnya seperti tana’ bulaan dan tana’ bassi.

Kebudayaan Suku Toraja

Kebudayaan Suku Toraja
Sumber: id.wikipedia.org

Hampir kebanyakan kebudayaan suku Toraja masih tetap ada hingga saat ini, mulai dari rumah adat, upacara adat, penggunaan bahasa, hingga kesenian-kesenian tradisionalnya. Nah, untuk mengetahui apa saja bentuk kebudayaan tersebut, berikut kamu bisa menyimak selengkapnya.

Baca juga: 5 Rumah Adat Sulawesi Selatan

Rumah Adat

Masyarakat suku Toraja mempunyai rumah adat tradisional ayang cukup unik dan terkenal hingga saat ini. Rumah tersebut bernama rumah tongkonan yang dibuat oleh sepasang suami-istri, kemudian ditinggali pula oleh anak cucu mereka. Sehingga, rumah tongkonan pun menjadi rumah turun temurun yang diwariskan oleh marga suku Toraja.  Rumah adat ini mempunyai beberapa ciri khusus diantaranya:

  1. Berbentuk panggung
  2. Atap berbentuk seperti perahu
  3. Tiang rumah memiliki tanduk kerbau
  4. Patung kepala kerbau di bagian atas rumah
  5. Rahang kerbau dan babi terdapat di samping rumah
  6. Menghadap ke utara
  7. Mempunyai ukiran dengan nama-nama yang berbeda seperti pa’tedong, pa’barre allo, dan pa’manuk londong.

Upacara Adat Pemakaman

Dalam masyarakat Toraja, terdapat satu upacara pemakaman yang disebut dengan Rambu Solo’. Upacara pemakaman ini diselenggarakan dengan sangat meriah sehingga butuh biaya yang tidak sedikit. Oleh karenanya, tidak jarang acara Rambu Solo’ baru diadakan setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, hingga bertahun-tahu karena keluarga harus mengumpulkan biaya pemakaman yang besar terlebih dulu.

Selama proses menunggu pelaksanaan upacara pemakaman, jenazah biasanya akan dibungkus dengan beberapa helai kain kemudian diletakkan di bawah tongkonan. Bagian terpenting dalam upacara Rambu Solo’ adalah penyembelihan kerbau. Jika masyarakat tersebut dalam golongan bangsawan, maka upacara jumlah kerbau yang disembelihkan akan lebih banyak.

Bahasa

Dari segi bahasa, masyarakat suku Toraja mempunyai bahasanya sendiri yang disebut dengan bahasa Toraja dan dialek Sa’dan Toraja. Namun, bahasa Indonesia juga tetap digunakan dan diajarkan terutama dalam lembaga pendidikan atau sekolah.

Kesenian

Tari dan musik menjadi salah satu wujud kesenian yang populer di masyarakat suku Toraja. Ada beberapa jenis tari yang sering dipentaskan seperti tari ma’bugi (tari untuk mengucapkan rasa syukur), tari ma’gandangi (tarian saat menumbuk beras), dan tarian manimbong (tarian perang). Sementara itu, alat musik tradisional toraja yang terkenal adalah pa’suling (suling bambu) dan pa’pelle (alat musik yang dimainkan saat panen).

Pemahaman Akhir

Suku Toraja merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia yang memiliki kebudayaan yang sangat khas dan unik. Nama Toraja memiliki beragam asal usul penamaan, tetapi semua mengandung makna yang mendalam terkait dengan sejarah dan kepercayaan masyarakatnya. Sejak zaman dahulu, suku Toraja menganut kepercayaan Aluk Todolo, sebuah agama nenek moyang yang mengajarkan pemujaan kepada Puang Matua dan tiga Deata yang menguasai langit, bumi, dan tanah. Ritual-ritual dan persembahan seperti korban hewan masih dilakukan dalam rangka memelihara hubungan dengan para dewa.

Struktur sosial suku Toraja terbentuk berdasarkan keluarga dan garis keturunan, membentuk tingkatan-tingkatan yang disebut tana’. Setiap tingkatan memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing, dari bangsawan hingga hamba sahaya. Kebudayaan suku Toraja masih terjaga hingga saat ini, mulai dari rumah adat tongkonan yang unik dengan ciri khasnya, upacara adat pemakaman Rambu Solo’ yang meriah, bahasa Toraja dan dialeknya, hingga kesenian tari dan musik yang memperkaya budaya mereka.

Suku Toraja adalah contoh nyata bagaimana sebuah masyarakat mampu menjaga warisan budaya dan tradisi mereka dengan kokoh, sambil tetap beradaptasi dengan zaman modern. Keunikan kebudayaan, sejarah, kepercayaan, dan struktur sosial suku Toraja menjadi daya tarik yang menginspirasi kita untuk lebih menghargai dan memahami keragaman budaya Indonesia.

Nah, banyak bukan fakta menarik yang dimiliki oleh suku Toraja? Bahkan hal yang membuatnya semakin menarik adalah sebagian bentuk kebudayaan, kepercayaan, dan struktur sosial masih tetap dilestarikan hingga zaman modern ini.  Sehingga, pantas bila suku Toraja termasuk dalam suku yang masih kaya akan nilai kearifan lokal di Indonesia.


Sumber:

Rahayu, W. (2017). Tongkonan Mahakarya Arsitektur Tradisional Suku Toraja. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Wasila

Lulusan Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat ini berkecimpung di dunia penerjemahan. Disela-sela kesibukan menerjemah, juga menulis artikel dengan berbagai topik terutama berhubungan dengan kebudayaan.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *