5 Rumah Adat Sulawesi Selatan Serta Penjelasannya

Sebagai provinsi yang tidak hanya didominasi oleh satu suku saja, maka sudah dipastikan bentuk rumah adat di Sulawesi Selatan juga beragam. Beberapa rumah adat tersebut bahkan menjadi warisan budaya yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Penasaran dengan nama-nama rumah adat Sulawesi Selatan tersebut? Simak selengkapnya berikut ini.

Rumah Adat Balla Jambu

Rumah Adat Balla Jambu
Sumber: subkorwilgowa.wordpress.com

Rumah adat balla jambu merupakan nama rumah adat Sulawesi Selatan tepatnya dari Kabupaten Gowa. Pada masa lampau, rumah adat balla jambu difungsikan sebagai rumah adat karaeng, tetapi sekarang telah diganti menjadi tempat tinggal untuk masyarakat umum. Konon, rumah adat balla jambu telah ada sejak 400 tahun yang lalu.

Bentuk dari rumah adat Sulawesi Selatan ini berupa persegi dengan desain rumah panggung. Bagian bawah dari rumah panggung sering dijadikan sebagai kandang hewan. Kemudian, bagian dalamnya terbagi ke dalam 6 ruang dan pada bagian atap terbagi lagi menjadi 2 tingkat.

Hal itu dimaksudkan untuk tempat penyimpanan padi. Total jendela di rumah ini ada 13 buah, pintu utama sebanyak 1 buah, dan ditambah dengan pintu ruangan sebanyak 5 buah.

Pada bagian lantai rumah, bahan penyusunnya adalah papan kayu natop. Dinding rumah pun terbuat dari kayu hanya saja jenis kayu yang dipakai tidak sama dengan bahan lantai rumah, melainkan dari kayu kurese.

Dalam pemasangan tiang-tiang rumah, dipakailah teknik pasak dan tidak menggunakan paku. Dari segi hiasan, rumah adat balla jambu tergolong tidak seberapa dipenuhi ragam hias. Hiasan hanya ditemukan pada bagian tiang berupa ukiran huruf lontara dan ragam hias geometris.

Baca juga: 6 Pakaian Adat Sulawesi Selatan

Rumah Adat Balla Lompoa

Rumah Adat Balla Lompoa
Sumber: palontaraq.id

Rumah adat balla lompoa dulunya difungsikan sebagai istana raja. Bila diartikan secara harfiah, nama rumah adat Sulawesi Selatan ini diartikan sebagai rumah besar. Bangunan rumah adat ini masih bisa ditemukan di Sulawesi Selatan tepatnya di kota Sungguminasa, Gowa. Kawasan tersebut dijadikan sebagai sebuah cagar budaya supaya masyarakat masih bisa mengenali rumah adat peninggalan Kerajaan Gowa.

Menurut sejarah yang berkembang, rumah adat balla lompoa dulu dihuni oleh 2 raja yaitu Tumenanga ri Sunggun dan I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo Sultan Muhammad Tahir Muhibbudin. Benda-benda peninggalan dari kedua raja serta anak turunnya masih tersimpan rapi di dalam rumah adat tersebut.

Sehingga, saat ini rumah adat tersebut lebih difungsikan untuk menyimpan benda-benda kerajaan. Namun, para masyarakat setempat juga percaya kalau rumah adat balla lompoa adalah tempat keramat dan mempunyai kekuatan magis.

Jika diamati dari gambar rumah adat Sulawesi Selatan ini, rumah adat balla lompoa berupa rumah panggung. Kemudian, rumah terbagi menjadi 3 bagian yaitu bagian atas (loteng atau pammakang), bagian tengah (kale balla), dan bagian bawah (passiringang).

Ketiga bagian rumah adat balla lompoa menyimbolkan falsafah yang disebut dengan sulapa appa. Penjelasan lebih lanjut dari ketiga bagian tersebut bisa disimak berikut.

1. Bagian atap (ulu balla, loteng atau pammakkang)

Pada bagian atap dikenal dengan ulu balla berupa prisma dengan tutup bubungan yang dijuluki dengan sambung layang. Bentuk atap ini sebenarnya terinspirasi oleh bangunan Belanda, sehingga bahannya pun menggunakan sirap hitam.

Di bagian bawah atap, ada bagian yang disebut pammakkang yang berfungsi sebagai plafon. Plafon ini dulunya dipakai sebagai tempat mengintai musuh ketimbang sebagai menyimpan padi.

2. Bagian tengah (kale balla)

Bagian tengah atau badan rumah ini terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama disebut dengan paddaserang riolo adalah sebuah serambi. Bagian kedua disebut dengan paddaserang ri tangngah berfungsi sebagai tempat menerima tamu serta tempat bermusyawarah. Lalu, bagian belakang disebut dengan paddaserang riboko berfungsi sebagai ruang tidur serta tempat menyimpan barang-barang bersejarah.

3. Bagian bawah rumah (passiringan)

Bagian bawah rumah terdiri dari tiang-tiang sejumlah 78 buah. Pada masa dulu, ruang bawah ini difungsikan sebagai tempat menyimpan kendaraan Kerajaan Gowa atau bendi.

Sebagai rumah adat tradisional yang ditinggali oleh raja, rumah adat Sulawesi Selatan ini dilengkapi dengan berbagai ragam hias. Ragam hias tersebut mulanya berupa pola dasar yang terinspirasi dari flora dan fauna. Selain itu, beberapa ragam hias yang ditemukan juga berupa tulisan atau kaligrafi arab.

Rumah Adat Tongkonan

Rumah Adat Tongkonan
Sumber: authentic-indonesia.com

Apabila melihat gambar rumah adat Sulawesi Selatan satu ini, sudah tidakd diragukan lagi kalau banyak masyarakat Indonesia yang akan mengenalinya. Nama rumah adat Sulawesi Selatan tersebut adalah tongkonan, rumah khas milik suku Toraja. Di masa dulu, rumah ini bukan hanya sebagai sebuah tempat tinggal, melainkan juga sebagai bukti kekuasaan adat.

Kata tongkonan diambil dari bahasa Toraja yaitu tongkon yang berarti duduk dan ongan yang berarti bernaung. Rumah adat ini dibuat sebagai rumah panggung dikarenakan untuk melindungi diri dari serangan hewan liar dan buas. Secara kepemilikan, rumah ini tak dapat dimiliki oleh perseorangan. Tetapi, bersifat turun temurun oleh keluarga suku Toraja.

Struktur bangunan rumah adat tongkonan terbagi menjadi 3 bagian yaitu struktur bawah, tengah, dan atas. Kemudian, pada bagian badan bangunan terbagi lagi menjadi 3 bagian yaitu baian depan (tangdo’), tengah (sali), dan belakang (sumbung).

Rumah adat tongkonan diharuskan menghadap ke arah utara. Ragam hias pada rumah adat ini melambangkan status sosial dari pemilik tongkonan. Bahkan, marga seseorang suku Toraja dapat diketahui lewat menanyakan bagaimana tongkonannya.

Rumah Adat Sao Mario

Rumah Adat Sao Mario
Sumber: nehanesia.com

Rumah adat sao maria adalah nama rumah adat Sulawesi Selatan yang bisa ditemukan di Kabupaten Soppeng. Rumah ini dikenal sebagai tempat para raja Soppeng. Sama seperti rumah adat Sulawesi Selatan lainnya, rumah ini berupa rumah panggung. Terdapat 3 macam bagian yang wajib ada di rumah adat sao mario.

Bagian pertama adalah bagian atas (rakkeang) yang berfungsi sebagai tempat menyimpan padi, bahan makanan, dan benda-benda sakral. Lalu, bagian kedua disebut dengan bagian tengah (alebola/alesao) yang terbagi lagi menjadi ruang tamu, ruang tidur, ruang makan, dan dapur. Untuk bagian ketiga disebut dengan awabola atau awasao yang berfungsi sebagai tempat menyimpan alat-alat pertanian.

Keunikan dari rumah adat ini ada pada jumlah tiang penyangganya yang berjumlah hingga 100 buah. Mengingat saat ini rumah adat sao mario telah dijadikan sebagai salah satu cagar budaya, maka rumah adat ini lebih difungsikan untuk menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan raja Soppeng.

Rumah Adat Bugis—Makassar

Rumah Adat Bugis-Makassar
Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Suku Bugis dan suku Makassar diketahui sebagai dua suku yang berbeda. Namun, kebudayaan dari kedua tersebut seperti saling mempengaruhi. Salah satunya ada pada rumah adat Bugis—Makassar ini. Ciri khas rumah adat Bugis—Makassar berupa rumah panggung, atap berbentuk pelana, serta mempunyai timpalaja yang berjumlah sesuai dengan kasta sosial pemilik rumah.

Dalam hal pembagian ruang, rumah adat Bugis—Makassar terbagi menjadi 3 bagian diantaranya adalah:

1. Bagian atap (rakkeang)

Ruangan atap atau loteng difungsikan sebagai tempat menyimpan berbagai bahan makanan dan benda-benda pusaka.

2. Badan rumah (alebola)

Ruangan yang berfungsi sebagai ruangan tamu, ruang tidur, ruang makan, serta dapur.

3. Kolong rumah (awabola)

Tempat menyimpan berbagai alat pertanian dan tempat tinggal hewan ternak.

Bagian paling khas dari rumah adat Bugis—Makassar ada pada timpalaja atau bidang segitiga yang ada diantara dinding dan atap. Timpalaja ini berbentuk susun dan jumlah susunnya menandakan status sosial masyarakat tersebut. Timpalaja yang bersusun 3-5 menandakan kalau rumah adat tersebut dimiliki oleh kalangan bangsawan.

Sementara itu, timpalaja yang bersusun 1-2 menandakan si pemilik rumah dari kalangan biasa. Namun, perbedaan susun timpalaja di zaman sekarang tak lagi ketat. Setiap orang bisa menggunakan timpalaja dengan jumlah susun sesuai dengan keinginan mereka.

Baca juga: 12 Alat Musik Sulawesi Selatan

Nah, itulah seluruh penjelasan dari rumah adat Sulawesi Selatan yang saat ini masih bisa ditemukan dan beberapa diantaranya dijadikan warisan budaya. Hal tersebut tentu menjadi langkah yang baik untuk tetap menjaga kelestarian rumah adat Sulawesi Selatan.


Referensi:

Raodah, R. (2012). Balla Lompoa di Gowa (Kajian Arstektur Tradisional Makassar). Patanjala,4(3), 378-390.

id.wikipedia.org/wiki/Tongkonan

id.wikipedia.org/wiki/Rumah_adat_Sao_Mario

Artikel Terbaru

Wasila

Wasila

Lulusan Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat ini berkecimpung di dunia penerjemahan. Disela-sela kesibukan menerjemah, juga menulis artikel dengan berbagai topik terutama berhubungan dengan kebudayaan.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *