5 Rumah Adat Sumatera Utara Serta Penjelasannya

Sumatera Utara termasuk salah satu wilayah yang terdiri dari banyak suku, salah satu sukunya yang paling terkenal adalah suku Batak. Setiap suku yang mendiami wilayah Sumatera Utara tentunya mempunyai hunian khusus yang disesuaikan dengan kebudayaan yang mereka miliki. Hunian tersebut disebut sebagai rumah adat.

Nah, rumah adat yang dimiliki oleh Sumatera Utara hampir semuanya dipengaruhi oleh suku-suku yang mendiami wilayah tersebut. Simak selengkapnya penjelasan mengenai rumah adat tersebut beserta dengan gambar rumah adat Sumatera Utara di bawah ini.

Rumah Bolon

Rumah Bolon
Sumber: traverse.id

Sebagai suku yang populer di tengah masyarakat Sumatera Utara, suku Batak mempunyai rumah adat yang dijuluki dengan rumah bolon. Beberapa juga ada yang menyebut rumah bolon ini sebagai rumah adat Batak Toba. Adanya rumah ini telah menjadi identitas dari masyarakat Batak atau Batak Toba.

Baca juga: 10 Pakaian Adat Sumatera Utara Serta Penjelasannya

Pada masa dulu, rumah ini dipakai oleh raja-raja yang ada di Sumatera Utara. Konon, raja-raja tersebut berjumlah 13 raja. Sekilas diamati dari gambar rumah adat Sumatera Utara milik suku Batak ini, bentuknya berupa rumah panggung dengan tinggi dari tanah 1,75 meter. Selayaknya rumah panggung pada umumnya, rumah adat Batak ini mempunyai tangga untuk memudahkan memasuki rumah.

Tangga tersebut persisnya ada di bagian tengah badan rumah. Sebagai penyangga, rumah adat Batak Toba ini ditopang oleh tiang-tiang. Mengenai ciri khas menonjol dari rumah bolon ada pada atap rumahnya yang lancip melengkung di bagian depan. Dari bentuk atap itu, tak jarang ada yang mengatakan atap rumah adat Batak tersebut mirip dengan pelana kuda.

Menengok ke bagian dalam dari rumah bolon, akan terlihat kalau rumah ini berupa ruangan besar yang tidak tersekat-sekat oleh kamar. Meskipun begitu, rumah bolon tetap punya pembagian ruangan. Ruangan dalam rumah adat Batak Toba ini terbagi jadi 5 macam bagian sebagai berikut.

  1. Jabu Bona

    Ruangan yang ada di bagian belakang sudut kanan. Ruangan jabu bona dipakai oleh kepala keluarga.

  2. Jabu Soding

    Ruangan yang berhadapan dengan jabu bona terletak di bagian belakang sudut kiri. Berfungsi sebagai ruangan anak perempuan pemilik rumah, tempat istirahat para istri tamu, dan tempat untuk upacara adat.

  3. Jabu Suhat

    Ruangan yang ada di bagian depan sudut kanan. Ruangan ini dipakai oleh anak tertua yang sudah menikah.

  4. Jabu Tampar Piring

    Letaknya di sebelah jabu suhat dan dipakai oleh tamu.

  5. Jabu Tongatonga ni Tabu Bona

    Berfungsi sebagai ruangan untuk seluruh keluarga besar.

Kemudian, keseluruhan bahan untuk membuat rumah bolon masih menggunakan bahan alami seperti kayu. Bahkan untuk menyatukan tiap bangunan tidak menggunakan paku, melainkan hanya diikat dengan tali. Sebagai bukti jika rumah bolon ini adalah rumah adat Batak atau rumah adat Batak Toba terlihat dari banyaknya ukiran khas suku Batak yang ada di beberapa bagian rumah.

Bagas Godang

Bagas Godang
Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Beralih ke rumah adat Sumatera Utara berikutnya adalah bagas godang, rumah adat asli milik suku Mandailing. Sama seperti rumah bolon atau rumah adat Batak, bagas godang dulunya merupakan tempat peristirahatan bagi raja. Nampak dari gambar rumah adat Sumatera Utara bagas godang yang tercantum, rumah adat ini berbentuk persegi panjang yang ditopang oleh kayu berjumlah ganjil.

Di dalam rumah adat ini terdapat beberapa ruangan yaitu ruang depan, ruang tidur, ruang tengah, serta dapur. Untuk bentuk atapnya, menurut masyarakat Mandailing disebut dengan tarup silengkung dolok. Sebagai rumah adat, bagas godang dilengkapi dengan dua bagian penting yaitu alaman bolak dan sopo godang.

Alaman bolak merupakan halaman luas yang digunakan untuk melakukan segala ritual adat dan tempat berkumpul seluruh masyarakat. Sedangkan, sopo godang merupakan tempat yang dipakai untuk bermusyawarah, tempat belajar kerajinan, pertunjukan kesenian adat, dan tempat para tamu ataupun pengelana bermalam.

Namun, selain alaman bolak dan sopo godang, terdapat bagian pendukung lain dari rumah adat ini yaitu sopo jago, sopo gondang, dan sopo eme. Sopo jago menjadi tempat naposo bulung menjaga keamanan desa. Sopo gondang merupakan tempat menyimpan berbagai alat-alat kesenian kerajaan. Lalu, sopo eme atau nama lainnya hopuk, dipakai untuk menyimpan padi hasil panen.

Uniknya, seluruh bangunan bagas godang di masa lampau tidak menggunakan pagar sama sekali. Alasannya dikarenakan bagas godang dianggap sebagai milik seluruh rakyat, meskipun hanya raja yang menempati bagas godang tersebut.

Omo Hada dan Omo Sebua

Omo Hada dan Omo Sebua
Sumber: id.wikipedia.org

Tak kalah dengan suku lain yang ada di Sumatera Utara, suku Nias juga mempunyai rumah adat yang dijuluki dengan omo hada dan omo sebua. Kedua rumah adat Sumatera Utara tersebut sama-sama berupa rumah panggung. Omo hada dibangun dengan menggunakan kayu nibung sebagai kayu penyangga dan menggunakan daun rumbia sebagai atapnya.

Bisa dilihat dari gambar rumah adat Sumatera Utara omo hada yang tertera, bentuk rumah adat ini menyerupai bulat telur. Sama dengan bangunan rumah adat Batak Toba yaitu rumah bolon, bangunan dari omo hada juga tidak menggunakan paku dan hanya menggunakan tali sebagai pengikat antar bagian rumah.

Di dalam omo hada, terdapat dua bagian ruangan yaitu bagian depan dan bagian belakang. Pada bagian depan dikhususkan untuk para tamu yang berkunjung, sedangkan bagian belakang dikhususkan untuk pemilik rumah. Pada bagian depan rumah dulunya banyak ditemukan tempat duduk dari batu serta patung-patung batu pula. Tempat duduk batu itu biasanya dipakai oleh para masyarakat untuk berpesta.

Rumah adat Sumatera lainnya dari suku Nias adalah omo sebua yang ditinggali oleh para pemimpin negeri, kepala desa, dan para kaum bangsawan dari suku Nias. Konon, rumah ini juga berfungsi sebagai tempat perlindungan ketika ada perang antar desa. Keunikan dari omo sebua ada pada lempengan batu besar serta batu balok diagonal yang dipakai sebagai pondasi dasar. Pondasi dari batu itu membuat rumah ini tahan terhadap keruntuhan maupun gempa bumi.

Baca juga: 13 Suku di Pulau Sumatera Serta Penjelasannya

Rumah Adat Karo

Rumah Adat Karo
Sumber: panduanrumah.com

Rumah adat Sumatera Utara selanjutnya yang tak kalah menarik untuk diulas adalah rumah adat Karo. Sesuai dengan namanya, rumah adat ini tentu dimiliki oleh para suku Karo. Bangunan rumah adat Karo terbagi menjadi tiga bagian meliputi bagian atas (atap), badan rumah, dan bagian bawah. Dalam bahasa Karo, ketiga bagian itu disebut dengan dibata atas, dibata tengah, dan dibata teruh.

Terdapat filosofi khusus dari ketiga bagian rumah adat Karo tersebut. Pada bagian atas dikenal dengan dunia atas menyimbolkan tempat yang disucikan. Di bagian tengah menyimbolkan duniawi, dan bagian bawah melambangkan kejahatan.

Dalam proses pembangunan rumah, harus melewati beberapa ritual adat tertentu. Proses pembangunan tersebut diantaranya dimulai dari penentuan lahan, pemilihan kayu, penentuan hari baik untuk mendirikan rumah, pemasangan atap, dan waktu yang tepat untuk memasuki rumah. Semua proses tersebut melibatkan upacara adat sehingga tak bisa dilakukan sembarangan.

Umumnya, bangunan rumah adat Karo sangatlah besar dan dilengkapi dengan 4-6 tungku perapian. Dengan besarnya ukuran rumah tersebut, sebanyak 4 hingga 12 keluarga bisa tinggal di rumah adat ini dengan jumlah orangnya bisa mencapai 60 orang.

Sebagai bangunan rumah yang besar, rumah adat Karo ditopang oleh 16 tiang besar dengan pondasi berupa batu-batu besar di bagian bawahnya. Pada bagian pintu tingginya hanya mencapai 1,5 meter sehingga ketika masuk ke dalam rumah harus sedikit menunduk. Lalu, untuk melengkapi bagian luar rumah, terdapat berbagai ukiran dengan bentuk yang rumit.

Untuk atap, bahan yang digunakan berupa jerami dengan ketebalan 15-10 cm yang dijalin dengan ijuk hitam. Di bagian terendah atap pertama, pangkalnya diberi tanaman menjalar sebagai penahan saat hujan deras terjadi.

Kemudian, pada bagian atap juga dilengkapi dengan ujung atap yang menonjol. Kegunaan dari ujung atap tersebut supaya asap dari tungku bisa keluar dari rumah. Untuk lebih jelasnya mengenai bentuk rumah adat Karo, bisa dilihat lewat gambar rumah adat Sumatera Utara yang tertera.

Rumah Adat Pakpak

Rumah Adat Pakpak
Sumber: batak-network.blogspot.com

Rumah adat yang dimiliki oleh suku Pakpak terbilang menyimpan banyak nilai filosofis dan simbolis. Pada bagian atap dari rumah adat ini bentuknya melengkung dan disebut dengan petarik-tarik mparas ingenken ndengel atau “berani memikul resiko yang berat untuk mempertahankan adat.”

Kemudian, ada bagian lain dari rumah adat Pakpak yang dijuluki dengan tampuk bubungan dengan simbol caban yang artinya simbol kepercayaan. Di bagian bubungan atap terdapat pula bentuk tanduk kerbau yang menyimbolkan kepahlawanan.

Pada bagian samping muka rumah, akan ada dua tiang besar yang disebut dengan binangun yang artinya kerukunan rumah tangga antara suami dan isteri. Untuk tangga yang ada di rumah adat Pakpak diketahui berjumlah ganjil entah itu 3, 5, atau 7.

Jumlah ganjil tersebut menandakan jika pemilik rumah adalah keturunan raja. Tetapi, bila ada tangga yang mempunyai jumlah genap, maka kemungkinan si pemilik rumah bukan keturunan raja. Mengenai fungsinya, rumah adat Pakpak bukan hanya dipakai untuk beristirahat, namun juga dipakai untu kegiatan adat seperti musyawarah maupun ritual adat lainnya.

Baca juga: 15 Alat Musik Sumatra Utara

Pemahaman Akhir

Sumatera Utara adalah wilayah yang kaya akan keberagaman suku dan budaya. Salah satu ciri khas dari wilayah ini adalah rumah adat yang merupakan hunian khas dari setiap suku yang mendiami wilayah tersebut. Beberapa rumah adat yang terkenal di Sumatera Utara adalah:

Rumah Bolon: Merupakan rumah adat khas suku Batak, terutama Batak Toba. Rumah bolon memiliki bentuk panggung dengan atap lancip melengkung di depan. Di dalamnya terdapat beberapa ruangan yang memiliki fungsi tertentu.

Bagas Godang: Merupakan rumah adat suku Mandailing, rumah ini juga berbentuk panggung dengan kayu penyangga dan atap tarup silengkung dolok. Di dalamnya terdapat ruang depan, tidur, tengah, dan dapur. Bagas godang memiliki fungsi penting dalam kehidupan masyarakat Mandailing.

Omo Hada dan Omo Sebua: Merupakan rumah adat suku Nias, keduanya adalah rumah panggung dengan bahan alami seperti kayu nibung dan daun rumbia sebagai atapnya. Omo hada memiliki bentuk bulat telur dan digunakan untuk acara pertemuan dan perayaan, sementara omo sebua memiliki pondasi batu besar dan digunakan sebagai tempat perlindungan dan rumah pemimpin negeri.

Rumah Adat Karo: Merupakan rumah adat suku Karo dengan tiga bagian, yaitu dibata atas, tengah, dan teruh. Rumah ini memiliki pondasi batu besar dan tiang penyangga yang besar dengan atap jerami dan ukiran rumit di bagian luar.

Rumah Adat Pakpak: Merupakan rumah adat suku Pakpak yang menyimpan banyak nilai filosofis dan simbolis. Rumah ini memiliki atap melengkung dan tanduk kerbau yang menyimbolkan kepahlawanan. Bagian-bagian rumah seperti binangun dan jumlah tangga juga memiliki makna dan fungsi khusus.

Rumah adat di Sumatera Utara merupakan cerminan dari kekayaan budaya dan adat istiadat masing-masing suku. Mereka memiliki filosofi dan simbolis yang mengandung makna mendalam dalam kehidupan masyarakat setempat. Rumah-rumah adat ini juga menjadi simbol identitas suku dan menjadi bagian penting dalam melestarikan warisan budaya dan kearifan lokal di Sumatera Utara.

Demikian penjelasan mengenai 5 rumah adat Sumatera Utara. Terlihat kalau kebanyakan rumah adat tersebut berbentuk rumah panggung. Misalnya saja rumah adat Batak atau rumah adat Batak Toba yang dijuluki dengan rumah bolon. Disamping itu, setiap rumah adat di atas ternyata menyimpan nilai filosofisnya masing-masing yang membuatnya begitu khas.


Referensi:

id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Bolon

id.wikipedia.org/wiki/Bagas_Godang

kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/rumah-adat-nias/

kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/arsitektur-tradisional-batak-karo-rumah-adat-kabupaten-koroprovinsi-sumatera-utara/

Artikel Terbaru

Avatar photo

Wasila

Lulusan Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat ini berkecimpung di dunia penerjemahan. Disela-sela kesibukan menerjemah, juga menulis artikel dengan berbagai topik terutama berhubungan dengan kebudayaan.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *