Rumah adat atau juga dikenal dengan rumah tradisional bisa dibilang mencerminkan nilai kebudayaan dari suatu daerah. Cerminan akan nilai budaya tersebut akan terlihat dari pemakaian rumah tersebut, misalnya untuk suatu upacara tertentu atau terlihat dari gaya yang mencirikan suatu daerah.
Seperti halnya provinsi Aceh yang terkenal akan rumah adatnya yang punya bentuk khas dan ciri-ciri khusus. Bahkan, konon juga memiliki nilai filosofis yang membuatnya cukup sakral. Untuk mengenal lebih dekat rumah adat Aceh tersebut, mari simak ulasan berikut yang akan membahas nama rumah adat Aceh, keunikan rumah adat Aceh beserta dengan gambar rumah adat Aceh.
Daftar Isi
Rumah Krong Bade atau Rumoh Aceh
Aceh sebagai provinsi yang diberi julukan Serambi Mekkah mempunyai julukan untuk rumah adat mereka. Nama rumah adat Aceh tersebut merupakan rumah krong bade. Tetapi, tak jarang ada juga yang menamainya sebagai rumoh Aceh.
Baca juga: 12 Alat Musik Aceh
Sekilas dari gambar rumah adat Aceh di atas, bentuknya tak beda jauh dari rumah panggung di beberapa daerah lain. Namun, ada banyak hal yang membedakan rumah krong bade dengan rumah adat lain. Bahkan, rumah krong bade satu dengan lainnya diketahui mempunyai bentuk yang berbeda-beda.
Meskipun begitu, terdapat ciri-ciri khas yang umum ada pada rumah krong bade. Pada rumah krong bade, terdapat tangga yang ada di bagian depan. Tangga ini berfungsi sebagai jalan untuk para tamu yang akan masuk ke rumah. Jumlah anak tangga biasanya ganjil dan tingginya dari tanah sekitar 3 meter.
Ciri khas lain dari rumah krong bade ada pada bahan dasarnya yang berupa kayu dan atapnya dari daun rumbia seperti yang terlihat dari gambar rumah adat Aceh di atas. Selain itu, setiap rumah krong bade atau rumoh Aceh ini mempunyai ukiran yang mana berbeda-beda antara satu rumah dengan yang lain.
Perbedaan tersebut lebih dikarenakan oleh tingkat kemampuan ekonomi setiap pemilik rumah. Jadi, bisa jadi rumah dengan ukiran yang megah merupakan milik dari pemilik rumah dengan tingkat ekonomi menengah atas. Sayangnya, saat ini rumah adat krong bade atau rumoh Aceh sudah jarang ditemui dikarenakan banyak masyarakat yang memilih beralih ke rumah dengan gaya modern.
Bagian dari Rumah Krong Bade
Rumah krong bade atau rumoh Aceh terdiri dari beberapa bagian yang difungsikan secara berbeda-beda. Untuk lebih lengkapnya mengetahui bagian-bagian dan gambar rumah adat Aceh tersebut, terdapat ulasannya berikut.
Ruangan Bawah
Bagian pertama dari rumah krong bade merupakan bagian bawah yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan berbagai barang atau sebagai gudang. Selain dipakai untuk menaruh perkakas, ruangan bawah juga digunakan sebagai tempat untuk menyimpan lumbung padi dan penumbuk padi.
Di samping itu, ruangan bawah juga sering difungsikan oleh para wanita untuk membuat kain khas Aceh. Jadi, ruangan satu ini tergolong ruangan yang serbaguna.
Seuramoe-ukeu (Serambi atau Ruangan Depan)
Berikutnya, ada seuramoe-ukue yang menjadi nama rumah adat Aceh untuk bagian serambi depan. Ruangan ini digunakan sebagai tempat tamu-tamu laki-laki. Umumnya, bisa difungsikan sebagai tempat santai para tamu laki-laki, tempat tidur, dan tempat makan.
Selain dipakai sebagai tempat menerima tamu laki-laki, seuramoe-ukue juga dipakai oleh anggota keluarga pemilik rumah sebagai tempat istirahat, berbincang dengan keluarga, maupun tempat anak-anak belajar dan bersantai. Posisi dari ruangan ini tepat ada di bagian depan rumah.
Seuramoe-likoot (Serambi Belakang)
Jika sebelumnya nama rumah adat Aceh seuramoe-ukeu merupakan bagian untuk menerima tamu pria, seuramoe-likoot ini difungsikan sebaliknya. Ruangan ini terletak di bagian belakang rumah dan dipakai oleh para tamu wanita untuk beristirahat, makan, maupun tidur.
Namun, tak hanya dipakai oleh tamu saja, seuramoe-likoot juga punya fungsi lain yaitu sebagai tempat santai keluarga. Disamping itu, tak jarang ruangan seuramoe-likoot dilengkapi dengan dapur. Ruangan ini posisinya lebih rendah dibandingkan dengan ruangan tengah dan sama-sama tidak punya kamar seperti seuramoe-ukue.
Seuramoe Teungoh atau Rumah Inong
Bagian lain dari rumah adat Aceh merupakan seuramoe teungah atau rumah inong. Nama rumah adat Aceh tersebut disematkan untuk ruangan tengah. Kegunaan dari ruangan ini adalah sebagai ruangan inti yang terdiri dari beberapa kamar masing-masing di bagian kanan dan kiri. Letak dari seuramoe teungoh lebih tinggi daripada serambi depan dan serambi belakang.
Khusus untuk ruangan inti ini, para tamu tidak boleh dimasuki oleh orang lain termasuk para tamu. Hanya anggota keluarga yang boleh menggunakan seuramoe teungoh. Tetapi, secara fungsi ruangan ini dipakai untuk berbagai keperluan, mulai dari tempat tidur anggota keluarga, ruangan untuk pengantin, bahkan untuk memandikan mayat.
Seulasa atau Teras
Seulasa adalah nama rumah adat Aceh untuk bagian teras yang letakanya di bagian depan dari serambi depan. Bagian ini menempel langsung dengan serambi depan. Di beberapa rumah adat, teras menjadi bagian yang sejak dulu memang dibuat entah itu sebagai tempat bersantai atau bercengkerama.
Keunikan Rumah Krong Bade atau Rumoh Aceh
Secara umum, suatu rumah adat punya tampilan yang berbeda-beda antara satu daerah dengan lainnya. Perbedaan itulah yang kemudian menjadikan rumah adat mempunyai keunikan lain daripada rumah adat lainnya. Lalu, bagaimanakah sebenarnya keunikan rumah adat Aceh ini? Mari simak di penjelasan berikut.
Rumah Menghadap Utara dan Selatan
Keunikan rumah adat Aceh yang pertama ada pada posisi rumah tersebut yang selalu menghadap utara atau selatan. Hal ini menjadi salah satu keunikan dikarenakan tak semua rumah adat mempunyai posisi menghadap yang demikian. Pemilihan arah tersebut tidak lain punya fungsi supaya bagian kamar mampu mendapat sinar matahari yang cukup.
Pengikat Atap yang Unik
Kemudian, keunikan rumah adat Aceh lainnya yang tak boleh dilewatkan ada pada atap rumahnya. Atap rumah dari rumah krong bade diikat dengan sebuah tali ijuk atau tali hitam yang mana ikatan tersebut tidak tersambung. Alasan mengikat tali secara tidak tersambung tersebut karena para masyarakat Aceh mempertimbangkan jika saja terjadi musibah kebakaran.
Apabila suatu kebakaran terjadi terutama di bagian atap, para pemilik rumah dapat mencegah kebakaran yang lebih besar dengan memotong tali tersebut. Nah, atap rumah yang terhubung dengan tali yang dipotong tersebut akan roboh. Jadi, kebakaran pun tidak sampai merambat ke bagian lain dari rumah.
Baca juga: 11 Pakaian Adat Aceh
Bahan dan Proses Pembangunan Rumah
Selain nama, bagian, dan keunikan rumah adat Aceh, bahan dan proses pembangunan rumah tersebut rasanya patut diketahui. Apalagi rumah adat ini dari segi bahan-bahannya masih cenderung sangat tradisional dan proses pembangunannya tak kalah unik dengan beberapa tahapan.
Untuk bahan-bahannya yang masih sangat tradisional dan terbilang cukup banyak tersebut di antaranya adalah:
- Bahan satu ini menjadi bahan pertama sekaligus bahan utama dari rumah krong bade. Bisa dilihat dari gambar rumah adat Aceh, rumah tersebut memang menggunakan kayu sebagai bahan pembuatan rumah.
- Bahan berikutnya ini berfungsi sebagai lantai dan dinding rumah.
- Bahan ketiga merupakan bambu yang khusus dibuat sebagai alas lantai rumah.
- Temor. Dalam bahasa lainnya disebut dengan enau difungsikan sebagai bahan cadangan lantai dan dinding rumah.
- Taloe meu-ikat. Bagian ini merupakan tali pengikat bahan bangunan yang terbuat dari rotan, tali ijuk, maupun kulit pohon waru.
- Daun rumbia. Bahan satu ini difungsikan sebagai bahan utama dalam pembuatan atap.
- Pelepah rumbia. Untuk bahan ini dipakai sebagai bahan tambahan pembuatan dinding rumah dan lemari.
- Daun enau. Fungsi dari bahan ini sebagai bahan cadangan pembuatan atap.
Sementara itu, dalam proses pembuatan rumah krong bade, ada beberapa tahapan yang setiap tahapannya harus dilakukan yaitu:
Musyawarah
Tahapan pertama dalam pembuatan rumah krong bade melibatkan tokoh masyarakat dan anggota keluarga. Tujuan dari musyawarah ini adalah supaya di kemudian hari tak ada perselisihan mengenai rumah. Tokoh masyarakat dilibatkan untuk memberikan saran kepada pemilik rumah.
Pengumpulan Bahan
Pada proses ini, pengumpulan bahan dilakukan secara bersama-sama untuk mencari kayu yang sesuai untuk bahan bangunan. Kayu akan diambil dari pohon dan proses penebangan dilakukan secara hati-hati tanpa merusak pohon tersebut.
Pengolahan Bahan
Di tahapan ini, setiap bahan yang sudah didapat akan diolah sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya. Misalnya saja, kayu yang dipakai untuk dinding dan lantai rumah maka diolah sedemikian rupa hingga sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Perangkaian Bangunan
Setelah bahan-bahan selesai diolah, maka berikutnya bahan tersebut akan dirancang dan diletakkan sesuai fungsinya. Dalam tahapan ini, akan ada tiang yang ditancapkan paling awal dan tiang tersebut akan jadi tiang utama rumah krong bade. Jika proses perangkaian bangunan telah selesai, maka rumah akan dihiasi dengan hiasan ukiran.
Nilai Filosofis dari Rumah Krong Bade
Rumah krong bade juga dinilai menyimpan nilai filosofis yang membuatnya begitu khas. Beberapa nilai filosifis dari rumah krong bade ini bisa disimak di ulasan berikut.
Simbol Dekat Dengan Alam
Dilihat dari bahan-bahan pembuatan rumah krong bade, nampak bila bahan-bahannya dipilih bahan yang masih berhubungan dengan alam. Mulai dari kayu, daun rumbia, daun enau, dan lainnya. Pemilihan bahan yang alami tersebut menyimbolkan kedekatan masyarakat Aceh terhadap alam dan menghargai apa yang diberikan alam.
Ukiran Menyimbolkan Status Sosial dan Ekonomi
Rumah adat Aceh dikenal mempunyai ukiran-ukiran yang menghiasi setiap sisi rumah. Ukiran tersebut juga melambangkan status sosial pemilik rumah. Suatu rumah yang mempunyai ukiran indah dan semakin banyak akan membuktikan jika status sosial mereka berpengaruh di masyarakat.
Selain sebagai penanda tentang status sosial msyarakat tersebut, rumah adat Aceh ini dipakai sebagai penada ekonomi seseorang. Rumah yang menggunakan ukiran yang banyak juga menadakan kalau si pemilik rumah punya kemampuan ekonomi yang bagus.
Baca juga: 7 Senjata Tradisional Aceh
Pemahaman Akhir
Rumah adat Aceh, yang juga dikenal dengan nama “krong bade” atau “rumoh Aceh,” merupakan cerminan nilai kebudayaan yang khas dari provinsi Aceh. Rumah adat ini memiliki bentuk dan ciri-ciri unik yang mencerminkan identitas budaya suatu daerah. Salah satu ciri khas rumah adat Aceh adalah penggunaan tangga di bagian depan sebagai jalan masuk bagi tamu, serta bahan dasar dari kayu dan atap dari daun rumbia. Setiap rumah krong bade memiliki ukiran-ukiran yang berbeda, menunjukkan tingkat kemampuan ekonomi pemilik rumah.
Rumah krong bade terdiri dari beberapa bagian, seperti ruangan bawah sebagai tempat menyimpan barang, seuramoe-ukeu (serambi depan) untuk menerima tamu laki-laki, seuramoe-likoot (serambi belakang) untuk menerima tamu wanita, seuramoe teungoh (ruangan tengah) yang hanya boleh diakses oleh anggota keluarga, dan seulasa (teras) di bagian depan rumah.
Rumah adat Aceh memiliki keunikan lainnya, seperti menghadap utara atau selatan untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup, serta pengikatan atap dengan tali ijuk atau tali hitam yang tidak tersambung agar dapat meminimalisir kerugian akibat kebakaran.
Proses pembangunan rumah krong bade melibatkan musyawarah dengan tokoh masyarakat dan pengumpulan serta pengolahan bahan-bahan alami dari alam sekitar. Rumah adat Aceh juga menyimpan nilai filosofis, di mana penggunaan bahan alami menggambarkan kedekatan dengan alam, dan ukiran-ukiran rumah menjadi penanda status sosial dan ekonomi pemilik rumah.
Meskipun saat ini rumah adat krong bade sudah jarang ditemui karena banyak masyarakat beralih ke rumah dengan gaya modern, namun penting untuk tetap menghargai dan melestarikan rumah adat Aceh sebagai warisan budaya yang berharga dan mencerminkan kekayaan nilai budaya masyarakat Aceh.
Itulah berbagai penjelasan mengenai rumah adat Aceh atau lebih dikenal dengan rumah krong bade. Dapat dikatakan kalau rumah adat Aceh secara fungsi sangat serbaguna di setiap ruangnya. Kemudian, dalam hal bahan bangunan pun masih sangat mengandalkan alam. Namun, dikarenakan zaman yang telah berubah, rumah adat krong bade atau rumoh Aceh tak lagi banyak ditemukan di kalangan masyarakat Aceh sendiri.
Referensi: