Salah satu babak penting dalam perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia adalah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Peristiwa itu menjadi bagian penting dalam perjalanan bangsa Indonesia, karena dengan proklamasi tersebut bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan dirinya sehingga sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Kejadian pada Jumat tanggal 17 Agustus 1945 itu bukan berdiri sendiri secara tunggal, tetapi merupakan puncak dari rangkaian kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Proklamasi oleh sebagain orang dianggap sebagai titik tertinggi perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.
Dengan cara pandang seperti itu, berarti masuk akal kiranya apabila Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan bagian dari rangkaian panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.
Daftar Isi
Masuknya Jepang
Perang Dunia Kedua yang mulai berkecamuk di Eropa sejak 1 September 1939 turut menyebar hingga ke Asia Pasifik dimana Kekaisaran Jepang memulainya dengan menyerang Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour pada tanggal 8 Desember 1941. Selama enam bulan sejak jatuhnya Pearl Harbour, Jepang terus melakukan Gerakan ofensif hingga ke Asia Tenggara yang kaya akan hasil bumi dan tenaga kerja untuk kepentingan perang mereka termasuk Indonesia.
Demikian pula Belanda sebagai salah satu negara sekutu Amerika Serikat juga menyatakan perang terhadap Jepang. Lima Jam setelah penyerangan Pearl Harbour, Gubernur jendral Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menyatakan perang terhadap Jepang.
Ketika itu pemerintah Hindia Belanda berusaha mempertahankan diri terhadap serangan Jepang dari bulan Desember 1941 sampai awal tahun 1942. Belanda meminta bantuan raja Yogyakarta dan Surakarta. Kerja sama antara kedua kerajaan dengan pemerintah Hindia Belanda memang terlihat erat, namun serangan Jepang yang begitu besar tidak dapat lagi dibendung.
Pada Januari 1942, Jepang mulai masuk ke Indonesia melalui Tarakan dan Ambon. Meski pasukan Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) dan pasukan Australia berusaha menghalangi, tetapi tak mampu menahan kekuatan Jepang.
Pada 2 Februari 1942 Pasukan Jepang berhasil menguasai Pontianak dan disambut dengan tangan terbuka oleh rakyat. Kedatangannya menjadi angin segar untuk rakyat agar terbebas dari belenggu penjajahan bangsa barat (Belanda).
Jepang begitu mengincar Pulau Kalimantan secara umum karena kaya akan hasil tambang yang berguna agar mesin-mesin perang Jepang tetap berjalan. Sedangkan hasil hutan seperti kayu sangat dibutuhkan untuk membangun berbagai infrastruktur perang.
Setelah luar Jawa dikuasai, Kemudian tentara Jepang mengalihkan penyerangannya ke Pulau Jawa yang merupakan pusat dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada bulan akhir Februari, Jepang mulai melakukan serangan laut besar-besaran ke Pulau Jawa.
Pertempuran di Laut Jawa pada 27 Februari 1942 pun terjadi antara armada laut Jepang dan armada gabungan yang dipimpin oleh Laksamana Karel Doorman. Kemudian pada tanggal 5 Maret 1942 Jepang berhasil menguasai Batavia dari tangan Belanda. Para tentara Jepang terus melanjutkan pergerakan ke kota-kota lain di Jawa dengan tujuan melumpuhkan perlawanan dari tentara Belanda.
Pada 8 Maret 1942, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang diwakili Panglima KNIL Letnan Jenderal Hein Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, secara resmi menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Setelah Belanda menyerah, Jepang pun resmi mengambil alih Nusantara untuk menjadi wilayah jajahannya.
Kedatangan tentara Jepang ke Indonesia pada umumnya dapat diterima dengan senang hati. Rakyat percaya bahwa tentara Jepang datang untuk membebaskan Indonesia dari bangsa Barat, dan Jepang makin disenangi karena segera mengizinkan dikibarkannya bendera nasional Indonesia merah putih, dan dikumandangkannya lagu kebangsaan Indonesia raya, dua hal penting yang dulu dilarang oleh Belanda.
Jepang Menyerah Kepada Sekutu
Sejarah kemerdekaan Indonesia dimulai dengan kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik yang makin terdesak dalam tahun 1944. Angkatan Laut Amerika Serikat yang dipimpin oleh Laksamana Nimitz berhasil menguasai tempat penting di Kepulauan Mariana seperti Saipan, Tinian, dan Guam, sehingga jalan menuju ke Kepulauan Jepang makin terbuka.
Baca juga: 12 Suku di Pulau Jawa
Kemudian Angkatan darat Amerika Serikat di bawah Jenderal Dauglas Mac Arthur dengan taktik loncat katak mengitari pantai utara Irian dan bermarkas di Hollandia (Jayapura) untuk kembali ke Filipina seperti dijanjikan.
Dari kedudukannya di Biak ataupun Morotai, angkatan udara Sekutu mulai mengadakan pemboman atas kedudukan Jepang di Indonesia, seperti Ambon, Ujung pandang, Surabaya, dan Semarang. Rakyat mulai kurang percaya akan kemampuan dan semangat Jepang melawan Sekutu. Untuk memperoleh dukungan rakyat yang lebih banyak lagi dari sebelumnya, maka Perdana Menteri Kiniaki Koiso memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari.
Kemudian pihak sekutu memberikan ultimatum kepada Jepang dalam deklarasi Postdam pada 26 Juli 1945 yang dipimpin oleh tiga negara yang tergabung dalam sekutu yaitu Presiden Harry S. Truman (Amerika Serikat), Perdana Menteri Winston Churchill (Inggris Raya), dan Chiang Kai Sek (Cina) di kota postdam pada Konferensi Postdam. Sesuai pasal ke-13 dari Deklarasi Postdam, Jepang harus menyerah tanpa syarat kepada sekutu atau pilihan lain untuk Jepang adalah kehancuran total yang akan dilakukan oleh pasukan sekutu.
Perdana Menteri Jepang di depan radio militer menyatakan bahwa Deklarasi Postdam hanyalah bentuk lain dari Deklarasi Kairo, jadi tidak perlu ditanggapi. Atas dasar sikap Jepang tersebut lah Amerika Serikat menjatuhkan bom di Hiroshima dan Nagasaki masing-masing pada 6 dan 9 agustus 1945. Kemudian dengan pernyataan perang dari Uni Soviet semakin menambah beban Jepang dan menjadi pukulan berat bagi Jepang untuk segara mengakhiri perang.
Akhirnya pada 14 Agustus 1945 Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu dan menerima Deklarasi Postdam. Hal tersebut perlu dilakukan agar terhindar dari penghancuran secara besar-besaran yang akan dilakukan oleh sekutu. Keesokan harinya, melalui siaran radio, Kaisar Hirohito mengumumkan kepada seluruh rakyat Jepang bahwa perang telah berakhir.
Peristiwa Rengasdengklok
Hiroshima dan Nagasaki yang telah dibom oleh Amerika Serikat besar pengaruhnya atas kekuatan Jepang terhadap perang pasifik. Kesempatan itu segera dimanfaatkan kelompok pemuda dan gerakan bawah tanah anti Jepang untuk segera mendesak Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sebelum terjadinya peristiwa Rengasdeklok, ada peristiwa kunjungan Bung Karno, Bung Hatta, dan KRT. Wedyodiningrat ke Saigon atas undangan panglima militer Jepang di kawasan Asia Tenggara setelah bocornya pernyataan bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 siang.
Berbagai kelompok pemuda yang sudah mengetahui informasi menyerahnya Jepang tersebut, segera secara terpisah mengirim utusan kepada Bung Karno dan Bung Hatta agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Di Indonesia saat itu, khususnya di Jakarta keadaan sangat menegangkan. Para pemuda menuntut Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia yang terlepas dari pengaruh Jepang. Sedangkan tokoh-tokoh tua dalam BPUPKI-PPKI dengan motor Soekarno dan Hatta menginginkan proklamasi dapat dilakukan sesuai dengan hasil keputusan rapat sidang PPKI pada tanggal 16 Agustus 1945.
Pada saat itu para anggota PPKI sudah mulai berdatangan ke Jakarta. Soekarno dan Hatta takut terjadi pertumpahan darah. Sebaliknya, kelompok pemuda berpendapat bahwa partumpahan darah adalah risiko yang tidak bisa dihindari. Pertumpahan darah akan terjadi sebab Jepang diminta menjaga status quo di wilayah yang diduduki, dan proklamasi kemerdekaan bisa dianggap sebagai suatu pelanggaran.
Dalam posisi yang genting itu, kelompok pemuda mengadakan rapat di Pegangsaan Timur pada 15 Agustus 1945 pukul 20.30. Chairul Saleh yang memimpin rapat itu menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan pada orang lain dan kerajaan lain.
Kemudia hasil rapat itu disampaikan kepada Soekarno dan Hatta di kediamannya masing-masing. Namun sayangnya Soekarno dan Hatta dengan tegas menolak, walaupun hal itu sempat menimbulkan ketegangan ketika Wikana (wakil kelompok pemuda yang bertugas menyampaikan hasil rapat kepada Soekarno) menyatakan akan terjadi pertumpahan darah jika keinginan mereka tidak dilaksanakan.
Tidak berhasilnya usaha kelompok pemuda agar Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan yang bukan hadiah dari Jepang, segera mendorong mereka untuk mengadakan rapat lagi. Dalam rapat itu diputuskan bahwa Soekarno dan Hatta harus disingkirkan ke luar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang.
Rencana itu dilakukan dengan mengamankan Soekrno dan Hatta ke Rengasdengklok pada pukul 04.30. Rencana itu bisa berjalan lancar karena diperolehnya dukungan perlengkapan tentara Peta dari Cudanco Latief Hendraningrat.
Rencananya para pemuda bermaksud untuk menekan mereka berdua agar segera memproklamasikan kemerdekaan terlepas dari ikatan dengan Jepang. Akan tetapi, wibawa mereka berdua sebagai tokoh senior pergerakan nasional membuat para pemuda penculiknya segan untuk melakukan penekanan.
Di Jakarta, Ahmad Subardjo yang berasal dari golongan tua bertemu dengan Wikana dari kaum muda. Dalam pertemuan itu telah dicapai kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus segera diadakan di Jakarta. Berdasarkan hal itu, Ahmad Subardjo dengan diantar Jusuf Kunto pergi Rengasdengklok untuk menyemput Soekarno dan Hatta.
Perumusan Teks Proklamasi
Setelah Soekarno dan Hatta sampai Jakarta, mereka terlebih dahulu kembali ke rumah masing-masing. Mereka berdua menemui Mayor Jendral Nishimura untuk menanyakan sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Di pertemuan itu juga hadir Laksamana Maeda, Shigetada Nishijima dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penerjemah.
Dalam pertemuan itu Soekarno dan Hatta menekankan kepada Nishimura bahwa Jendral Terauchi telah menyerahkan pelaksanaan proklamasi kepada PPKI. Namun Nishimura menolak proklamasi kemerdekaan Indonesia karena Jepang telah terikat untuk menjaga status quo di daerah yang didudukinya.
Sehingga diputuskan bahwa kemerdekaan Indonesia harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa pengaruh Jepang. Kemudian segera diadakan pertemuan di rumah Laksamana Maeda, seorang Kepala Kantor Perhubungan Angkatan Laut, yang dianggap cukup aman. Pertimbangan lainnya Laksamana Maeda mempunyai hubungan yang baik dengan Ahmad Subardjo dan para pemuda yang bekerja di kantornya.
Di rumah Maeda ini sejarah proklamasi Indonesia tercipta dengan Soekarno, Hatta, dan Ahmad Subardjo yang merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sementara itu, tokoh-tokoh lainnya baik golongan tua maupun kelompok pemuda menunggu di serambi muka. Soekarno yang menuliskan konsep Proklamasi pada secarik kertas, sedangkan M. Hatta dan Ahmad Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan.
Akhirnya menjelang subuh Soekarno menemui mereka bertiga yang sudah menunggu di serambi muka. Pada saat itu, Soekarno mengajak mereka semua bersama-sama menandatangani naskah proklamasi selaku wakilwakil bangsa Indonesia.
Saran itu diperkuat oleh M. Hatta, tetapi oleh Sukarni diusulkan bahwa yang menandatangani naskah Proklamasi cukup dua orang saja, yakni Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Mereka yang hadir juga menyetujui usul itu, Kemudian Sayuti Melik diminta untuk mengetikan naskah Proklamasi kemerdekaan berdasar naskah tulisan tangan Soekarno, yang disertai dengan perubahan-perubahan yang telah disetujui.
Pembacaan Teks Proklamasi
Pada 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, karena jika dilakukan di lapangan Ikada dikhawatirkan dapat menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan pihak militer Jepang. kemudian pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung di jalan Pegangsaan Timur No 56 pada Jum’at, 17 Agustus 1945 pukul 10.00.
Baca juga: Sejarah Lahirnya Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dengan diproklamasikan kemerdekaan Indonesia berarti bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya secara formal, baik kepada dunia internasional maupun kepada Bangsa Indonesia sendiri. Dengan sejarah proklamasi kemerdekaan ini berarti mulai saat itu bangsa Indonesia mengambil sikap menentukan nasibnya dan nasib tanah airnya dalam segala bidang.
Pemahaman Akhir
Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 merupakan tonggak penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini tidak dapat dipisahkan dari serangkaian peristiwa yang terjadi sebelumnya. Masuknya Jepang ke wilayah Indonesia selama Perang Dunia II membuka peluang bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jepang, yang awalnya diterima dengan harapan pembebasan dari penjajahan Barat, akhirnya menyerah kepada Sekutu pada tahun 1945.
Kondisi politik dan situasi perang yang semakin memburuk bagi Jepang menciptakan momentum yang tepat bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para pemuda dan gerakan bawah tanah anti-Jepang menekan Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia yang merdeka dan terlepas dari ikatan dengan Jepang. Meskipun terjadi perdebatan dan ketegangan dalam menentukan waktu proklamasi, akhirnya pada 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56.
Proklamasi kemerdekaan ini menandai titik puncak perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Dengan proklamasi ini, bangsa Indonesia secara resmi menyatakan kedaulatannya dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Proklamasi kemerdekaan menjadi momen bersejarah yang menentukan nasib dan masa depan bangsa Indonesia.
Perjuangan kemerdekaan tidak berakhir dengan proklamasi itu sendiri. Bangsa Indonesia masih harus menghadapi berbagai tantangan dalam mempertahankan dan membangun negara merdeka yang baru. Namun, proklamasi kemerdekaan menjadi landasan kuat bagi perjalanan sejarah Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 memberikan inspirasi dan semangat bagi generasi muda Indonesia untuk terus menghargai, mempelajari, dan memperjuangkan kemerdekaan serta membangun bangsa yang lebih baik di masa depan.
Sumber:
Andayani, Nina Karina Setyo, and Retno Sasongkowati. 2013. Sejarah Dunia Kuno dan Modern. Yogyakarta: Indoliterasi.
MD, Sagimun. 1989. Peranan Pemuda, dari Sumpah Pemuda Sampai Proklamasi. Jakarta: Bina Aksara.
Onghokham. 1989. Runtuhnya Hindia Belanda. Jakart: Gramedia.
Poesponegoro, Marwati Djoened, and Nugroho Notosusanto. 1992. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Depdikbud RI.
Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Usman, Syafaruddin, and Din Isnawati. 2009. Peristiwa Mandor Berdarah: Eksekusi Massal 28 Juni 1944 oleh Jepang. Yogyakarta: Media Pressindo.
Yuniarti, Rini. 2003. BPUPKI, PPKI, Proklamasi Kemerdekaan RI. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.