5 Cerpen Tentang Sekolah

Cerita pendek tentang sekolah bisa menjadi cara untuk mengenang masa sekolah. Banyak orang yang mengatakan masa sekolah adalah masa-masa paling indah. Hal itu dikarenakan banyak kenangan yang tak pernah kembali ketika kita sudah menginjak dewasa. 

Berikut ini adalah lima cerita pendek tentang sekolah yang bisa menjadi bahan bacaanmu. Siapa tau jadi kangen masa sekolah, ya kan? Selamat membaca~

Pelukan untuk Inggit

Pelukan untuk Inggit
Sumber: Pexels dari Pixabay

Sekilas tidak ada istimewa dari bangunan dengan enam ruang kelas dan satu ruang guru itu. Terlebih cat berwarna merah yang sudah mengelupas, membuat sekolah tersebut terkesan kumuh. Namun, ada satu ruangan di dekat tiang bendera yang tidak pernah membosankan. Karena di tempat itulah guru-guru  mempersiapkan diri untuk mengajar sebelum akhirnya memasuki kelas masing-masing.

Baca juga: Cerpen Tentang Kehidupan

Salah satunya adalah Bu Retno yang sudah mengajar  3 tahun di sekolah tersebut. Ia selalu mengajar dengan menggunakan boneka tangan dalam menyampaikan materi. Banyak anak-anak yang sangat menunggu Bu Retno mengajar. Bu Retno yang memang senang berada di dekat anak-anak pun sudah menganggap muridnya sebagai anaknya sendiri. 

Suatu hari di kelas 6, Bu Retno melihat absen murid bernama Inggit yang jarang masuk ke sekolah. Saat bertanya ke teman sekelasnya pun banyak yang tidak tahu apa yang terjadi dengan Inggit. Di hari yang sama, Bu Retno pun langsung mengunjungi rumah Inggit bersama ketua kelas 6 bernama Sadam. 

Betapa kaget saat mereka sampai di rumah Inggit, ternyata Inggit sedang berduka. Ibunya baru saja meninggal satu minggu yang lalu. Masih terlihat jelas wajah Inggit yang seolah kehilangan senyumannya.

“Sadam, kita buat senyum di wajah Inggit kembali lagi, yuk!”

“Ayo Bu Retno! Nanti aku ajak temen-temen sekelas juga”

Keesokan harinya, mereka pun membuat rencana untuk menyambut Inggit kembali ke sekolah. Saat Inggit sudah berada di depan pintu kelas, anak-anak pun dengan sigap berteriak,

“Selamat ke sekolah lagi, Inggit!!!” 

Lengkung senyum Inggit pun melebar dan ia sangat terharu terhadap apa yang dilakukan oleh teman-teman sekelasnya. Bu Retno pun mendekati Inggit dan memeluk Inggit sambil berucap,

“Ibu emang nggak bisa mengganti Mama kamu, tapi di sekolah kamu punya Ibu yaaa,” ujar Bu Retno menenangkan Inggit dengan sangat ramah.

“Kamu juga punya kita Inggit, anggaplah teman-temanmu adalah keluargamu sendiri” Sadam juga berusaha membuat Inggit nyaman kembali ke sekolah.

“Terima kasih Bu Retno dan teman-teman semua!” Inggit merasa sangat bersyukur karena memiliki wali kelas dan teman-teman yang menyayanginya. Ia pun tidak pernah merasa sendiri lagi.

Inggit pun tak kuasa menahan air matanya. Bu Retno segera memeluk Inggit kembali lalu disusul dengan pelukan dari teman-teman yang lainnya.

Problema Kepala Sekolah Baru

Semua suasana sekolah mendadak berbeda 180 derajat. Dimulai dari warna cat bangunan yang menjadi hijau sampai dengan beberapa peraturan diperketat. Hal itu dikarenakan kedatangan kepala sekolah baru, yang bernama Pak Wira.

Anto murid kelas 9 SMP muak dengan perubahan sekolah yang drastis. Bagaimana tidak sekolah dimulai dari jam 6.45 lalu dilanjutkan sholat dhuha berjamaah. Sementara sebelum kedatangan kepala sekolah baru, gerbang ditutup pukul 07.10. Apalagi sekarang, waktu jam istirahat dikurangi 10 menit.

Sebenarnya Anto tergolong anak yang rajin dan pintar. Tetapi, ia selalu mendengar keluhan dari teman-temannya tentang hal tersebut, sampai akhirnya ia pun ikut kesal terhadap peraturan yang baru.

Suatu hari, ketika Anto sedang asik bercanda bersama teman-temannya di depan kelas, Pak Wira melintasi kelas Anto tersebut. Reaksi pertama kali anak-anak ketika mengetahui Pak Wira mendekat adalah berhamburan dan segera memasuki kelas. Sementara Anto dengan santai mengikuti teman-temannya dari belakang, sambil disusul Pak Wira yang memasuki kelas juga.

“Lagi nggak ada guru ya? Pelajaran siapa?” Tanya Pak Wira dengan nada tegas.

“Pelajaran Olahraga, Pak. Cuma gurunya berhalangan hadir dan dikasih tugas menulis,” jawab Lala yang duduk di kursi depan.

“Yaa dikerjain, waktunya belajar ya belajar, waktunya istirahat ya istirahat,”

 Tiba-tiba dari kursi belakang Anto bersuara,“Gimana mau istirahat, Pak. Waktu istirahatnya aja dikurangin.”

Sontak anak-anak pun bersorak. Celetukan Anto yang berani seolah menyuarakan isi hati murid-murid kepada kepala sekolah. Sementara, Pak Anto hanya tersenyum legowo. Mimik mukanya yang tadinya serius  berubah menjadi lebih ramah.

“Kalian tau nggak, skill yang dibutuhkan di masa depan adalah time management? Orang yang nggak punya skill tersebut, bakal males-malesan dan menunda pekerjaan sampe akhirnya nggak bisa berkembang. Itulah fungsinya peraturan di sekolah ini. Gunanya ya biar kalian terbiasa mengatur kegiatan yang efektif walaupun waktunya mepet.”

“Tapi Pak..” Anto berusaha menyangkal kembali.

“Tapi apa? Toh saya juga buat jadwal pulang jadi lebih cepet kan?”

Anak-anak pun terdiam dan suasana senyap. Waktu istirahat dipersingkat dan jadwal masuk lebih pagi memang berguna untuk mereka. Apalagi waktu pulang menjadi lebih awal di jam 14.00, padahal sebelumnya pukul 15.00.  Mereka pun akhirnya setuju dan tidak ada yang memperdebatkan peraturan tersebut lagi.

Baca juga: Cerpen Tentang Pendidikan

 Kiara dan Liana

Kiara dan Liana
Sumber: David Mark dari Pixabay

Dua orang pintar di kelas mempergaduh suasana kembali. Mereka adalah Kiara dan Liana. Kali ini masalahnya adalah mereka punya dua cara yang berbeda dalam mengerjakan soal Matematika. Dan mereka memperdebutkan mana yang lebih benar dan mana yang salah. Padahal, Bu Yani sudah memberitahukan bahwa kedua cara tersebut benar.

“Perhitungan mana yang duluan dibagi dan mana yang dikali itu benar ya anak-anak. Kita bisa pake cara yang digunakan Kiara atau Liana.”

“Tapi dikali dulu lebih mudah kan, Bu?” Kiara yang menghitung perkalian membela diri bahwa pilihannya paling benar.

“Bisa juga dibagi dulu dong,” Liana menanggapi tak mau kalah.

Bu Yani menghela napas berusaha tetap sabar menghadapi dua muridnya yang sangat ambisius. Lalu tiba-tiba Roni yang duduk dibangku belakang berceletuk.

“Yauda sih kan bisa dipake dua-duanya. Ribet banget kalian. Lanjut materi berikutnya, Bu.”

Terlihat wajah Kiara dan Liana meletototi Roni, sementara Roni yang notabennya cuek, tidak peduli dengan reaksi dua gacoan kelas itu. Pelajaran pun dilanjuti dengan lebih nyaman. Setelah pelajaran Bu Yani selesai, Kiara dan Liana dipanggil ke ruang guru.

“Ada apa ya, Bu? Ada yang bisa saya bantu?” Tanya Liana.

“Iya Bu jangan sungkan saya juga siap bantu” Jelas Kiara.

“Kalian ini lucu ya” Bu Yani terkekeh pelan. “Ibu apresiasi belajar dan inisiatif kalian tinggi. Tapi ada beberapa hal yang kalian lewati, lho. Yaitu ego dan suportivitas.”

“Ibu liat kalian sering nggak mau kalah di kelas, kalian ngga musuhan kan?”

“Nggak, Bu..” Jawa  Kiara dan Liana pelan.

“Nah bagus kalo gitu. Kalian punya potensi untuk sukses di bidang masing-masing. Misalnya Kiara di matematika sementara di sains. Jadi, nggak perlu takut kalah satu sama lain. Justru bisa saling sharing dan membantu.”

Setelah arahan dari Bu Yani tersebut, Kiara dan Liana mulai mengubah sikapnya di kelas. Tidak ada lagi cekcok dan saling menjatuhkan. Suasana kelas pun menjadi lebih tentram tanpa perdebatan yang itu-itu saja.

Eh udah baca sampe 3 cerita pendek tentang sekolah ya, ngga kerasa ya? nah yuk lanjut lagi sampe selesai.

 Perpisahan Sekolah

Waktu di sekolah memang hanya tiga tahun, tapi kenangannya tak pernah hilang dari ingatan. Begitulah aku mengingat kisahku di umur 17 tahun. Di umur tersebut  memang masa terbaik yang tak akan kembali. Masa mencari jati diri, melakukan hal-hal yang salah, serta mengenal arti pertemanan.

Semua itu dimulai ketika aku masuk SMA dan bertemu dengan teman-teman sekelas yang sangat menyenangkan. Di sela-sela kepenatan tugas, kami selalu berbincang dan bermain gitar. Bahkan diam-diam keluar kelas dengan izin ke kamar mandi, padahal pergi ke kantin.

Sampai suatu hari kegiatan nakal tersebut diketahui oleh Pak Yanto yang terkenal tegas dan galak. Aku dan kelima temanku bergiliran izin ke toilet, padahal kami sedang ada pelajaran Fisika. Awalnya masih merasa aman saja, aku dan teman-temanku membeli siomay dan bercengkrama.

Lalu tiba-tiba Pak Yanto yang sedang piket menemukan kami dan membawa kami ke tengah lapangan. Pak Yanto semakin marah ketika ia mengetahui bahwa ada guru yang sedang mengajar di kelas kami.

“Kalian ini nggak menghormati guru!” Bentak Pak Yanto sambil menjemur kami di lapangan beraspal ini. “Kamu lagi Rudi! Nggak biasanya kamu nongkrong waktu kelas berlangsung. Atau ini baru ketauan ya? Kamu biasanya ikut nongkrong juga kan?” Ia mencecarku karena sebenarnya aku bisa dibilang sebagai anak yang rajin.

Setelah Pak Yanto puas memarahi kami, bel istirahat pun berdering. Banyak murid-murid di sekolah yang melihat. Pak Yanto pun menyuruh kami kembali ke kelas dengan syarat tak mengulanginya lagi.

“Rud, kalo orang lain nggak mau nilai kamu buruk, mending nggak usah gabung sama kami” Toni bersuara ketika aku dan teman-teman berjalan menuju kelas.

“Loh, kok gitu?” Aku cukup bingung “Aku baik-baik aja dan dibuat seneng aja, kok. Lagian aku emang mau dan senang main sama kalian.” tegasku kepadanya.

“Bagus deh kalo kamu ngerasa gitu. Semoga kita semua punya banyak kenangan ya di SMA” Toni bernapas lega mendengar jawabanku. Ia pun tidak mau kehilangan momen SMA nya, hingga akhirnya kami pun sering melakukan hal-hal yang positif. Seperti mengikuti ekstrakulikuler band.

Waktu terus berlalu. Hingga di hari perpisahan, aku memeluk kelima sahabatku, terutama Toni. Kami akan berpisah jauh, karena aku mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.

Sampai saat ini, hingga umurku sekarang menginjak 30 tahun, aku masih tidak melupakan kenangan masa SMA ku.

 Tetap Menjadi Bintang

Tetap menjadi Bintang
Sumber: Sasin Tipchai dari Pixabay

Papan yang bertulisan ‘Tanah ini Disita’ terpampang dengan jelas. Bahkan orang yang cuma lewat dan sedang berkendara pun bisa membacanya. Sudah lima hari berturut-turut wali murid dan guru-guru sekolah SMP Swasta itu berdemo di depan gedung karena tiba-tiba ditutup paksa.

Pihak sekolah tidak mengetahui secara pasti alasan tanah tersebut disita, karena pihak Yayasan tidak ada satu pun yang bisa dihubungi. Alhasil, banyak wali murid yang kecewa karena anak mereka yang tidak bisa bersekolah. Mereka menyuarakan keresahan dan kebingungannya melalui demonstrasi, berharap ada orang baik yang bisa menyelesaikan masalah ini.

Kegiatan belajar mengajar pun berhenti selama lima hari tersebut. Lalu di Senin yang sangat cerah, Pak Ridwan guru Bahasa Indonesia berbicara di tengah kumpulan para wali murid yang siap-siap berdemo lagi.

“Kita tidak bisa begini terus, Bapak dan Ibu. Kasian anak-anak kita yang harus menunda pelajaran. Kita tidak boleh kalah dari pihak yayasan. Kita tunjukan kalau anak-anak kita berprestasi dan pintar.” Pak Ridwan sangat bergelora dan bersemangat.

“Setelah berdiskusi dengan guru-guru yang lain, kita akan tetap melakukan proses belajar di pendopo kecamatan.”  Lanjutnya kembali.

Sejak saat itu, kegiatan belajar mengajar dimulai lagi. Walaupun tidak sekondusif waktu di gedung sekolah, tetapi anak-anak tetap semangat belajar. Sudah lebih dari sebulan mereka belajar di pendopo berkat bantuan dari Pak Ridwan yang bekerja sama dengan camat setempat.

Berkat kerja keras guru-guru SMP Swasta tersebut, para murid yang mengikuti olimpiade pun berhasil mendapatkan juara umum tingkat kota. Sekolah SMP Swasta yang sedang mengalami kesulitan itu tetap menjadi bintang.

Tiga bulan belajar di pendopo, murid-murid SMP Swasta sudah terbiasa. Namun tiba-tiba kepala sekolah memberitahu bahwa gedung sekolah sudah tidak disita, karena pihak Yayasan sudah membayar hutang-hutangnya.  

Baca juga: Cerpen Remaja Dengan Berbagai Pesan

Betapa menggelegar kabar membahagiakan tersebut. Guru-guru pun sangat terharu dan bernapas lega. Para murid berteriak kegirangan seperti mendapatkan hadiah jutaan rupiah. Akhirnya, mulai besok mereka kembali ke tempat di mana pada mulanya mereka belajar: Sekolah. 

Penutup

Membaca cerita pendek tentang sekolah, pembaca dapat terinspirasi untuk mengenang dan menghargai masa-masa sekolah serta mengambil hikmah dan pelajaran dari cerita-cerita tersebut.

Dari ke lima cerita pendek tentang sekolah tersebut, mana yang menjadi favorit kamu tentang cerita pendek tentang sekolah? Semoga cerpen di atas bisa menginspirasi dan menghiburmu, ya. Terima kasih sudah membaca.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Zia

Bekerja sebagai buruh tulis dalam bidang pendidikan, penulisan kreatif, dan teknologi

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *