Komunikasi kesehatan merupakan suatu upaya sistematis untuk merubah perilaku kesehatan baik dalam skala individu maupun kelompok masyarakat dengan menggunakan berbagi metode komunikasi. Komunikasi kesehatan juga merupakan studi yang mendalami penggunaan strategi komunikasi untuk menyebarluaskan informasi kesehatan yang berpengaruh terhadap bagaimana individu atau kelompok membuat keputusan tepat terkait pengelolaan kesehatannya (Liliweri, 2008).
Pandemi Corona yang terjadi dan bagaimana penanganan yang dilakukan pemerintah dapat menjadi salah satu kajian komunikasi kesehatan. Perlu diketahui, bentuk penanganan yang dilakukan dapat berjalan dengan adanya komunikasi kesehatan. Namun, tak selamanya penanganan hanya dilakukan oleh pemerintah melalui komunikasi kesehatan berskala besar. komunikasi kesehatan juga dapat dilakukan mulai dalam skala kecil seperti keluarga, antar pasien-petugas kesehatan, hingga dalam skala besar di masyarakat.
Daftar Isi
Macam-Macam Komunikasi Kesehatan
Ada berbagai jenis komunikasi kesehatan yang dapat dilakukan untuk menjalankan proses penyembuhan. Selain untuk proses penyembuhan, komunikasi kesehatan dapat juga menjadi upaya preventif untuk mencegah penyakit. Dalam keseharian, setidaknya ada tiga macam komunikasi kesehatan yang dilakukan: komunikasi kesehatan dengan pasien, dengan pihak keluarga dan untuk masyarakat (Rahmadiana, 2012)
Komunikasi dengan Pasien
Komunikasi dengan pasien merupakan suatu bentuk komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk menjalankan proses penyembuhan. Biasanya pasien akan mengalami masa-masa kecemasan yang terjadi sebagai reaksi atas diagnosa yang diterimanya (Rahmadiana, 2012).
Untuk itulah komunikasi antar pasien dengan ahli kesehatan perlu dilaukan. Diharapkan ahli kesehatan dapat memberikan penjelasan mengenai diagnosa dengan bahasa yang mudah dimengerti dan meyakinkan pasien untuk bekerja sama dalam proses penyembuhan.
Komunikasi Kesehatan dengan Keluarga
Selain melakukan komunikasi secara langsung dengan pasien. Perlu juga ada kerjasama yang baik dari pihak keluarganya. Menurut McBride (2002, dalam Rahmadiana, 2012), jika terjadi kegagalan penyampaian informasi kesehatan kepada pasien dan pihak keluarga, dapat dipastikan pasien tidak akan paham dengan serangkaian hasil tes yang dijalaninya.
Keluarga bukan hanya berperan sebagai pemberi semangat (support) pada penderita, namun juga sebagai pihak yang mengerti bagaimana cara menangani pasien dan penanggungjawab atas upaya pengobatan yang dilakukan. Sinergi antara ahli kesehatan, pasien dan keluarga pasien dapat meningkatkan keberhasilan upaya penyembuhan yang dilakukan.
Komunikasi Kesehatan untuk Masyarakat
Apabila komunikasi kesehatan dengan pasien dan keluarga memiliki efek langsung dalam penyembuhan penyakit, komunikasi kesehatan untuk masyarakat lebih cenderung pada tindakan preventif (pencegahan). Oleh sebab itu, bentuk komunikasi yang dilakukan biasanya berupa promosi kesehatan.
Promosi kesehatan dapat diwujudkan dalam beberapa strategi. Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), ada tiga langkah yang perlu dilakukan untuk menjalankan hal ini:
Advokasi
Bentuk kegiatan yang memberikan bantuan informasi seputar kesehatan kepada masyarakat melalui pengampu kebijakan dalam bidang terkait.
Dukungan sosial
Berupa dukungan yang berasal dari segala elemen masyarakat mulai tokoh informal (tetua adat, tokoh agama atau orang yang dihormati lain) hingga tokoh formal (petugas pemerintah dan pejabat pemerintah).
Pemberdayaan masyarakat
Adanya upaya untuk memberikan edukasi agar masyarakat memperoleh kemampuan dalam menjaga kesehatan dan meningkatkan kualitas kesehatan hidupnya. Hal paling umum dilakukan dengan penyuluhan.
Teori Komunikasi Kesehatan
Komunikasi kesehatan merupakan suatu kajian yang mendalam dan kompleks karena melibatkan berbagai elemen mulai dari individu komunikator, pesan, hubungan personal, hubungan dengan ahli kesehatan, organisasi, media, budaya dan juga masyarakat (Littlejohn, dkk., 2017).
Dalam mengkaji fenomena komunikasi kesehatan, setidaknya ada beberapa teori komunikasi maupun pendekatan yang membahas berbagai hal mulai dari hubungan pasien dengan ahli kesehatan, proses edukasi informasi kesehatan pada masyarakat, pola kerja pekerja kesehatan hingga kesenjangan akses kesehatan pada kelompok tertentu.
Pada kesempatan kali ini, kamu akan belajar beberapa teori komunikasi kesehatan yakni Narrative Theory and Health, Entertainment-Education, Social Support Theory, Structurational Divergence Theory, dan Risk and Crisis Communication Management Theory.
Narrative Theory and Health
Narrative Theory and Health merupakan salah satu teori komunikasi kesehatan yang digagas oleh Barbara Sharf, Marsha Vanderford, Lynn Harter, dkk. Berangkat dari Theory of Narrative Paradigm yang dicetuskan oleh Walter Fisher, Sharf, Vandeford, Harter, dkk., berusaha menjabarkan bahwa narratives (cerita) memiliki peran yang besar dalam konteks kesehatan individu. Cerita-cerita mengenai kondisi penyakit secara tidak langsung dapat menentukan keputusan yang diambil pasien dalam penyembuhannya (Littlejohn, dkk., 2017).
Baca juga: Teori Komunikasi Kelompok
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam teori ini. Pertama, dalam teori ini, cerita mengenai penyakit yang diderita dapat menciptakan makna yang membantu menjelaskan keadaan diri sendiri (Littlejohn, dkk., 2017). Misal, setelah didiagnosa kanker, Isna merasa kalut dan bercerita pada temannya mengapa harus dirinya yang terkena. Semakin banyak ia berkomunikasi dengan orang lain mengenai ceritanya, Isna akan merasa lebih kuat dan merasa bahwa selalu ada alasan baik di balik semua yang dialaminya.
Kedua, pasien juga dapat mengontrol penyembuhan penyakit dengan ceritanya (Littlejohn, dkk., 2017). Menjadi penderita kanker memang menghabiskan waktu, seseorang perlu menjalani serangkaian tes dan kemoterapi. Dengan membagikan ceritanya secara inspiratif, pejuang kanker dapat menciptakan makna lebih dalam hidupnya. Alih-alih merasa waktunya terbuang, ia akan semakin semangat menentukan pengobatan apalagi yang perlu diambil demi kesembuhannya, dan tentu saja membagikan pengalamannya pada yang bernasib sama.
Ketiga, cerita-cerita mengenai penyakit yang diderita juga dapat membantu pasien mengubah cara pandang mengenai identitasnya (Littlejohn, dkk., 2017). Di masa-masa awal diagnosa, mungkin pasien kanker akan merasa dirinya sebagai korban yang sial. Seiring berjalannya waktu, perasaan sialnya akan berubah menjadi semangat untuk berjuang. Tak heran banyak penderita kanker memilih untuk disebut sebagai pejuang kanker dibandingkan korban kanker.
Keempat, dengan berbagi cerita, penderita penyakit dapat menemukan rasionalisasi langkah yang dipilihnya (Littlejohn, dkk., 2017). Misal, kamu kebingungan menentukan jenis pengobatan apa yang akan dipilih: pengobatan medis atau alternatif. Lalu, kamu berbicara dengan sepupumu yang kebetulan pernah menderita penyakit yang sama. Pada akhirnya kamu memilih pengobatan alternatif karena ia menyarankan demikian. Pilihan yang kamu putuskan itu secara tak langsung dipengaruhi oleh cerita sepupumu yang sembuh dari penyakitnya.
Kelima, cerita-cerita ini juga dapat bersatu dan membentuk suatu komunitas (Littlejohn, dkk., 2017). Tak heran jika banyak pejuang penyakit terkumpul dalam suatu support group yang saling membantu antara satu sama lain.
Keenam dan yang terakhir, melalui cerita yang disampaikan, pasien sebagai penderita penyakit dan dokter sebagai ahli kesehatan dapat mempererat hubungannya (Littlejohn, dkk., 2017). Dokter sebagai fasilitator kesehatan akan merasa lebih bertanggung jawab dan berempati dengan pasien, sedangkan pasien dapat dengan terbuka menyampaikan keluhannya. Sinergi antara dokter dan pasien yang kooperatif dapat meningkatkan kesusksesan pengobatan yang dijalankan.
Entertainment-Education
Berangkat dari teori yang digagas dari Arvind Singhal, Michael Cody, dan Everett Rogers, Emily-Moyer-Guse mengembangkan teori Entertainment-Education yang menggambarkan efek persuasif hiburan untuk mengurangi penolakan perubahan dalam konteks kesehatan (Littlejohn, dkk., 2017). Contoh penolakan: banyak orang yang enggan menggunakan masker karena merasa sesak dan tidak nyaman. Padahal masker mengurangi risiko terinveksi virus menular.
Moyer-Guse mengidentifikasi beberapa hal untuk menggambarkan peran pesan edukatif dalam hiburan yang dapat mengurangi penolakan dari masyarakat. Ketika kamu menonton suatu film atau series, saking serunya secara tidak sadar kamu akan membicarakan tokoh utama dalam cerita tersebut seolah-olah ia ada di dunia nyata. Tindakan tersebut dapat disebut sebagai parasocial interaction.
Selain itu, kamu juga biasanya kan merasa cocok (related) dengan perasaan tokoh utama. Jika si tokoh berbahagia, maka kamu bahagia. Sebaliknya, jika si tokoh mengalami nasib naas, kamu akan bersedih hingga menangis. Perasaan tersebut disebut liking and identification. Pada akhirnya kamu akan terbawa suasana cerita dan tidak sadar jika kamu sedang dijejali dengan pesan-pesan persuasif.
Intinya, berdasarkan teori ini, kamu tidak akan sadar jika film atau series yang kamu tonton dengan semangat memberikan pesan-pesan tersirat untuk memberikan perubahan padamu. Ujungnya, kamu akan menganggap itu suatu hal baru dan terkadang mengikutinya. Cara ini menjadi salah satu tindakan efektif untuk merubah perilaku kesehatan suatu kelompok karena tidak menggunakan paksaan.
Social Support Theory
Apa yang kita butuhkan selain dukungan dari orang lain di masa-masa sulit? Begitulah garis besar teori ini. dalam Social Support Theory, terdapat dua jenis dukungan (support) yakni Perceived Support dan Enacted Support. Perceived Support merupakan keyakinan bahwa dukungan akan selalu ada ketika kita membutuhkannya. Enacted Support merupakan bentuk dukungan, dapat berupa pertolongan yang diberikan dari orang lain.
Dukungan yang didapatkan individu sebagai pasien berpengaruh dalam perkembangan kesehatannya (Littlejohn, dkk., 2017). Direct effect (efek langsung) dirasakan pada tubuh karena adanya efek positif dalam interaksi yang mendukung. Buffering effect (efek penyangga) yang memberikan dampak psikologis pada kesehatan mental yang berarti berkurangnya stress karena adanya komunikasi positif dengan orang lain. Di antara kedua efek yang ada, Buffering Effect (efek penyangga) merupakan efek yang paling berpengaruh.
Social support (dukungan sosial) memiliki direct effect (efek langsung) dan juga buffering effect (efek penyangga) karena alasan berikut ini (Goldsmith & Albrecht, 2011):
- Social support (dukungan sosial) mampu memberikan masukan mengenai perilaku yang mengancam kesehatan dan memberikan kontrol pada diri kita untuk menjauhi hal tersebut.
- Social support (dukungan sosial) memberikan informasi mengenai pelayanan kesehatan dari mulai bagaimana cara mengaksesnya hinga di mana bisa mengaksesnya.
- Social support (dukungan sosial) juga dapat memberikan bantuan yang nyata. Misal, kamu mengalami kesulitan finansial untuk berobat lalu mendapatkan dukungan finansial dari kakak/adikmu.
- Social support (dukungan sosial) membantu pasien dalam proses mengatasi stress karena tekanan emosional.
Intinya, teori ini menjelaskan bagaimana sebuah dukungan dapat memberikan pengaruh positif yang nyata pada kesembuhan seseorang yang sakit.
Structurational Divergence Theory
Teori ini merupakan salah satu kajian komunikasi kesehatan dalam konteks organisasi yang digagas oleh Anne Maydan Nicotera, dkk. Secara garis besar, teori ini berusaha menjelaskan bahwa konflik dalam suatu organisasi kesehatan dapat mempengaruhi komunikasi antar anggotanya (dokter, perawat, pegawai institusi kesehatan lain). Adanya siklus komunikasi antar petugas kesehatan yang buruk dapat berdampak secara tidak langsung pada kelangsungan kesehatan pasien (Littlejohn, dkk., 2017).
Bekerja dalam lingkup kesehatan memang penuh tekanan. Komunikasi antar pekerjanya menjadi salah satu hal yang vital untuk menunjang keberhasilan kerja. Pada akhirnya, di samping mempengaruhi kondisi kesehatan pasien, ketidakberhasilan komunikasi juga dapat menciptakan konflik antarpribadi antara pekerja kesehatan.
Misalnya, kamu seorang apoteker. Kamu mendapatkan salinan resep dari dokter untuk penderita maag akut yang diantarkan oleh perawat. Dalam resep tersebut, ada salah satu jenis obat yang menurutmu tidak pas untuk penderita maag akut. Kamu meragukan hal tersebut dan bertanya pada perawat, namun perawat menganggapmu salah karena pada dasarnya ia dituntut untuk mengikuti instruksi dari dokter.
Ketika kamu pada akhirnya meresepkan obat tersebut, ternyata kondisi pasien semakin parah. Kamu disalahkan oleh atasanmu karena tidak melakukan konfirmasi pada dokter yang bertugas, namun di satu sisi kamu tidak dapat melakukan apa-apa karena posisimu hanya menerima perintah. Pada akhirnya, baik kamu, perawat atau dokter yang bertugas akan saling menyalahkan dan kecewa, membawa permasalahan tersebut secara lebih lanjut ke ranah pribadi.
Hal tersebut tentu saja memberikan pengaruh buruk, baik terhadap pasien yang kondisinya semakin parah ataupun antara petugas kesehatan yang hubungannya semakin merenggang. Itulah yang berusaha diungkap Anne Maydan Nicotera, dkk., dalam teori ini.
Risk and Crisis Communication Management Theory
Jika sebelumnya kita berbicara mengenai teori komunikasi kesehatan dalam lingkup antarpribadi dan organisasi, maka kali ini kita akan membahas salah satu teori dengan cakupan yang lebih besar yakni agensi perubahan (pemerintah). Teori ini diusung oleh Matthew Seeger dan biasanya digunakan untuk menganalisa fenomena krisis kesehatan seperti penyebaan virus menular (Littlejohn, dkk., 2017).
Dalam teori ini, terdapat model fase manajemen krisis (model of the phases of crisis management) yang terbagi dalam empat tingkatan (Littlejohn, dkk., 2017):
Prevention (pencegahan)
Berupa langkah pencegahan yang meminimalisir risiko. misal, kasus penyebaran virus corona baru-baru ini membuat negara seperti Vietnam secara tegas melakukan pencegahan dengan menutup perbatasan dan akses masuk ke negaranya untuk mencegah bertambahnya angka penyebaran virus. Selain itu, himbauan untuk melakukan isolasi di rumah juga menjadi salah satu tindakan pencegahan yang dilakukan pemerintah.
Preparation (persiapan)
Mencakup strategi yang dibuat untuk menangani krisis. Contohnya, pemerintah DKI Jakarta merumuskan strategi dan protokol hotline khusus penanganan infeksi virus corona.
Response (tanggapan)
Mencakup penanganan krisis yang dilakukan. Misal, untuk untuk menangani penyebaran virus corona, pemerintah di seluruh dunia merilis berbagai informasi melalui berbagai media untuk memastikan masyarakat tahu bagaimana untuk mencegah dan menyikapi infeksi virus ini.
Learning (pembelajaran)
Tahap terakhir yang terjadi setelah krisis selesai. Misalnya, setelah pandemi corona selesai dan teratasi, pemerintah melakukan kampanye kesehatan lebih gencar untuk mengurangi kejadian yang sama terulang kembali. Kampanye tersebut dapat berupa himbauan untuk rajin membersihkan diri dan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Selain merumuskan model fase manajemen krisis, Seeger juga menciptakan 10 strategi yang dapat digunakan untuk keberhasilan manajemen krisis, di antaranya (Littlejohn, dkk., 2017):
- Komunikator haruslah pemangku kebijakan dalam penanganan krisis.
- Membuat perencanaan dengan menimbang risiko dari keadaan sejenis untuk menyampaikan krisis itu sendiri dan menciptakan strategi penanganan darurat.
- Lakukan dialog dengan publik.
- Dengarkan masukan dan keluhan publik untuk mendapatkan gambaran kondisi yang sebenarnya.
- Komunikasikan krisis dengan jujur dan keterbukaan data.
- Berkoordinasi dan bekerjasama dengan stakeholder yang kredibel.
- Melakukan komunikasi yang baik di media agar pesan secara efektif tersampaikan.
- Berkomunikasi dengan empati dan perhatian.
- Terima ketidakpastian keadaan saat krisis.
- Jangan menjanjikan hal yang muluk-muluk karena keadaan dapat berubah kapan saja.
- Berikan informasi yang jelas agar tidak ada kebingungan yang terjadi pada masyarakat.
Intinya, teori ini berpusat pada penanganan krisis kesehatan yang terjadi di suatu negara atau daerah dengan memanfaatan komunikasi yang efektif dan terbuka.
Baca juga: Teori Komunikasi Antarpribadi
Pemahaman Akhir
Komunikasi kesehatan merupakan suatu upaya sistematis untuk mengubah perilaku kesehatan baik pada skala individu maupun kelompok masyarakat dengan menggunakan berbagai metode komunikasi. Hal ini melibatkan penggunaan strategi komunikasi untuk menyebarkan informasi kesehatan yang berpengaruh terhadap bagaimana individu atau kelompok membuat keputusan yang tepat terkait pengelolaan kesehatan mereka (Liliweri, 2008).
Pandemi COVID-19 yang terjadi dan penanganan yang dilakukan pemerintah menjadi salah satu contoh studi dalam komunikasi kesehatan. Penanganan pandemi ini melibatkan komunikasi kesehatan dalam skala besar. Namun, tidak hanya pemerintah yang terlibat dalam penanganan tersebut, komunikasi kesehatan juga dapat dilakukan dalam skala kecil seperti antara pasien dan petugas kesehatan, serta dalam skala besar di masyarakat.
Dalam komunikasi kesehatan, terdapat tiga macam komunikasi yang penting dilakukan, yaitu komunikasi dengan pasien, komunikasi dengan keluarga, dan komunikasi untuk masyarakat (Rahmadiana, 2012).
Komunikasi dengan pasien memiliki tujuan untuk menjalankan proses penyembuhan. Komunikasi ini penting untuk memberikan penjelasan mengenai diagnosa dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Diharapkan pasien dapat bekerja sama dalam proses penyembuhan dengan pemahaman yang baik.
Komunikasi dengan keluarga juga penting karena keluarga memiliki peran penting dalam mendukung pasien dan membantu dalam pengelolaan kesehatan. Komunikasi yang baik antara keluarga dan petugas kesehatan dapat meningkatkan keberhasilan upaya penyembuhan yang dilakukan.
Komunikasi kesehatan untuk masyarakat cenderung berfokus pada tindakan preventif atau pencegahan. Bentuk komunikasi ini biasanya dilakukan melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan dapat dilakukan melalui beberapa strategi seperti advokasi, dukungan sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari promosi kesehatan adalah memberikan informasi kesehatan kepada masyarakat agar mereka dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Dalam studi komunikasi kesehatan, terdapat beberapa teori dan pendekatan yang membahas berbagai aspek seperti hubungan pasien dengan ahli kesehatan, edukasi informasi kesehatan pada masyarakat, pola kerja petugas kesehatan, dan akses kesehatan pada kelompok tertentu.
Beberapa teori komunikasi kesehatan yang dapat dipelajari adalah Narrative Theory and Health, Entertainment-Education, Social Support Theory, Structurational Divergence Theory, dan Risk and Crisis Communication Management Theory.
Narrative Theory and Health menjelaskan bahwa cerita memiliki peran penting dalam kesehatan individu. Cerita-cerita mengenai kondisi penyakit dapat mempengaruhi keputusan pasien dalam penyembuhan. Melalui cerita, pasien dapat mengontrol penyembuhan, mengubah pandangan tentang identitas mereka, dan menemukan rasionalisasi untuk langkah yang diambil.
Entertainment-Education merupakan teori yang menggambarkan pengaruh persuasif hiburan dalam mengurangi penolakan perubahan perilaku kesehatan. Melalui hiburan, pesan-pesan persuasif dapat disampaikan tanpa paksaan, dan penonton dapat terpengaruh tanpa menyadari hal tersebut.
Social Support Theory menjelaskan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh positif pada perkembangan kesehatan seseorang. Dukungan yang didapatkan individu dari orang lain dapat memberikan efek langsung dan efek penyangga yang membantu mengatasi tekanan emosional dan meningkatkan kesehatan mental.
Structurational Divergence Theory membahas konflik dalam organisasi kesehatan dan dampaknya pada komunikasi antar anggota. Konflik dalam komunikasi dapat mempengaruhi kelangsungan kesehatan pasien dan hubungan antarpribadi antara petugas kesehatan.
Risk and Crisis Communication Management Theory digunakan untuk menganalisis penanganan krisis kesehatan oleh pemerintah. Teori ini mencakup model fase manajemen krisis dan strategi yang dapat digunakan untuk mengelola krisis secara efektif, termasuk komunikasi yang jujur, terbuka, dan berempati dengan publik.
Dalam kesimpulannya, komunikasi kesehatan memiliki peran penting dalam merubah perilaku kesehatan individu dan kelompok masyarakat. Komunikasi dapat dilakukan dengan pasien, keluarga, maupun masyarakat secara luas. Terdapat berbagai teori dan pendekatan dalam studi komunikasi kesehatan yang membahas aspek-aspek seperti hubungan pasien dengan ahli kesehatan, edukasi informasi kesehatan, pola kerja petugas kesehatan, dan penanganan krisis kesehatan.
Itulah beberapa teori komunikasi kesehatan yang dapat digunakan untuk menganalisa fenomena kesehatan baik antar individu ataupun kelompok dalam masyarakat luas. Tujuan adanya teori ini ialah untuk memecahkan permasalahan kesehatan melalui komunikasi secara aktif.
Sumber:
Goldsmith, Daena J. & Albrecht, Terrance L. 2011. “Social Support, Social Networks, and Health.” dalam The Handbook of Health Communication, 2nd edition. 335-348.
Liliweri, Alo. 2008. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Mubarak, Wahit Iqbal dan Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Littlejohn, Stephen W., dkk. Theories of Human Communication: Eleventh Edition. 2017. Illinois: Waveland Press, Inc.
Rahmadiana, Metta. 2012. “Komunikasi Kesehatan: Sebuah Tinjauan.” Jurnal Psikogenesis. 1, (1), 92-94.