Indonesia merupakan negara yang terkenal akan keberagaman budayanya. Budaya merupakan hasil kebudayaan yang diciptakan oleh manusia. Dengan beragamnya budaya yang ada pada masa kini, dapat disimpulkan bahwa manusia purba di Indonesia yang hidup pada masa sebelumnya selalu berkembang. Masih banyak hasil budaya yang masih ada hingga saat ini, misalnya saja alat-alat dapur. Alat dapur tidak akan mungkin tercipta secara instan, sehingga menjadi bentuk seperti pada masa kini.
Pada zaman sebelumnya, untuk menghadapi tantangan alam tentu manusia menciptakan alat dapur yang sederhana namun dengan perlahan dapat berkembang. Manusia yang membuat peralatan-peralatan tersebut disebut dengan manusia purba. Kenapa disebut dengan manusia purba? Penasaran? Yuk simak penjelasan berikut ini.
Daftar Isi
Pengertian Manusia Purba
Sejarah dari Manusia purba terjadi pada zaman prasejarah. Manusia purba sendiri merupakan manusia yang hidup pada zaman prasejarah. Apakah kamu tahua apa itu zaman prasejarah? Zaman prasejarah merupakan zaman dimana belum ditemukan bukti tulisan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Wardaya, 2009:10), bahwa zaman sejarah Indonesia dimulai dengan ditemukannya bukti tulisan dari prasasti Kutai pada abad ke-5.
Walaupun pada masa ini belum adanya tulisan, bukan berarti manusia tidak memiliki kebudayaan. Pada zaman prasejarah ini manusianya juga berkembang dan menghasilkan kebudayaan, yang bahkan masih dapat diketahui hingga masa kini.
Manusia purba, masih hidup bergantung pada alam. Oleh karena itu, alam menjadi sumber penting dalam kehidupan sehari-hari manusia purba. Banyak ditemukan bukti bergantungnya manusia purba pada alam, misalnya saja ditemukannya alat serpih yang diduga digunakan untuk menggali ubi-ubian serta melakukan pekerjaan dapur, serta masih banyak hasil kebudayaan lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa kehidupan manusia purba juga berkembang kebudayaannya.
Baca juga: Mengenal Zaman Megalithikum
Situs Penemuan Manusia Purba di Indonesia
Penelitian untuk mengenal manusia purba di Indonesia telah banyak dilakukan oleh para ahli. Penemuan tersebut tidak terlepas dari ditemukannya situs-situs prasejarah, dimana ditemukan fosil-fosil manusia atau benda-benda prasejarah. Berdasarkan Wardaya (2009:7), situs merupakan suatu bidang tanah yang didalamnya terdapat peninggalan purbakala. Penemuan situs purbakala ini banyak dilakukan di daerah Jawa, Sumatera, Bali, Sumbawa, Flores, dan lainnya.
Taman Gua Leang-Leang
Taman Gua Leang-Leang ini merupakan pegunungan karst yang besar di Indonesia. Situs ini terletak di Kab. Maros, Sulawesi Tengah. Dalam situs ini ditemukan cap telapak tangan yang terdapat pada dinding guanya, serta ditemukan pula benda-benda prasejarah yang seperti alat serpih dan bilah.
Penemuan cap telapak tangan berwarna merah tersebut ditemukan oleh seorang bernama Hereen Palm pada awal tahun 1950-an (Soekmono, 1973:34). Hingga penelitian tersebut dilanjutkan oleh H.R. Van Heekeren yang kemudian ditemukan gambar babi hutan. Gambar tersebut merupakan gambar pertama yang ditemukan di Indonesia.
Situs Sangiran
Situs sangiran ini terletak di daerah Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah. Pada situs ini banyak ditemukan peninggalan masa prasejarah. Situs sangiran merupakan situs yang diakui oleh dunia, karena banyak digunakan dalam mempelajari fosil manusia purba di Indonesia. Situs ini pertama kali ditemukan oleh P.E.C Schemulling pada tahun akhir abad ke 19. Beberapa peneliti melakukan penelitiannya di Sangiran, termasuk Eugene Dubois. Namun pada akhirnya dia lebih memusatkan perhatiannya pada situs Trinil.
Penelitian dilanjutkan oleh ahli antropologi bernama Gustav Heinrich Ralph Von Koeningswald. Penelitian yang dilakukan menghasilkan banya temuan prasejarah, dan berakhir pada tahun 1941. Koleksi tersebut kemudian disimpan pada sebuah bangunan yang kemudian disebut museum.
Situs Gunung Padang
Situs ini terletak di Cianjur, Jawa Barat. Peninggalan prasejarah yang ditemukan di situs ini lebih banyak berupa bangunan bebatuan, yang merupakan periode zaman batu atau Megalitikum. Oleh karena itu, situs ini disebut dengan situs Megalitik terbesar di Asia Tenggara. Situs ini memiliki bentuk punden berundak. Diperkirakan fungsi dari situs punden berundak di gunung padang ini adalah digunakan untuk melakukan pemujaan.
Situs Purbakala Patiayan
Situs ini terletak di Kab. Kudus, Jawa Tengah. Situs ini dinilai menjadi situs yang paling lengkap karena tidak hanya ditemukan fosil manusia purba saja, namun juga ditemukan fosil fauna hingga alat-alat batu. Situs ini juga masuk menjadi cagar budaya dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbalaka wilayah Jawa tengah. Ditemukan sekitar 1500 fosil yang sebagian adalah gading gajah.
Situs ini memiliki persamaan dengan situs Sangiran, dengan banyaknya fosil yang ditemukan. Karena banyaknya fosil yang ditemukan, maka dibangun museum sebagai tempat penyimpanannya.
Situs Gua Harimau
Situs Gua Prasejarah terletak di Kab. Lahat, Sumatera Selatan. Pemberian nama situs Gua Harimau ini dikarenakan sering didengar uaman harimau dari dalam gua oleh masyarakat sekitar. Dalam Gua Harimau ditemukan lukisan cadas yang ditemukan pada langit-langit gua, selain itu juga ditemukan pemakaman kuno manusia dan kerangka hewan, yang diperkirakan adalah sisa buruan hewan dari manusia purba.
Berdasarkan (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 2016) diketahui bahwa penghuni gua telah melakukan interaksi dengan dunia luar, yaitu dengan para pedagang yang membawa budaya Dongson dengan penghubung yaitu Sungai atau Kali Ogan.
Baca juga: Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Jenis-jenis Manusia Purba di Indonesia
Fosil manusia purba yang ditemukan oleh para peneliti telah dikelompokan menjadi beberapa jenis, karena memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Berikut adalah penggolongan manusia prasejarah di Indonesia, yaitu:
Meganthropus
Berasal dari dua suku kata, yaitu Mega yang artinya besar dan Antopo yang artinya manusia, sehingga jika digabungkan maka memiliki makna manusia raksasa. Manusia ini, merupakan jenis manusia yang paling primitif. Meganthropus ini ditemukan oleh Von Koeningswald di Sangiran. Temuan fosil ini diberi nama Meganthropus Palaeojavanicus yang berarti raksasa dari Jawa.
Meganthropus ini diperkirakan hidup antara 2 hingga 1 juta tahun yang lalu. Pada penemuan fosil ini belkum pula ditemukan jenis alat apapun, sehingga disimpulkan bahwa pada manusia jenis ini belum menghasilkan kebudayaan.
Pitecanthropus
Jenis manusia purba ini merupakan jenis manusia yang paling banyak ditemukan fosilnya. Fosil ini ditemukan oleh Eugene Dubois di Ngawi, Trinil dengan temuan rahang bawah, tempurung kepala, tulang paha, serta geraham atas dan bawah. Manusia jenis tersebut diberi nama Pitecanthropus Erectus yaitu Manusia kera yang berdiri tegak yang diduga telah lebih berkembang dari manusia jenis sebelumnya, dengan kapasitas otak 900 cc serta tingginya mencapai 165 cm.
Manusia jenis Pitecanthropus ini juga dibagi lagi menjadi beberapa jenis, seperti Pitecanthropus robustus dan Pitecanthropus dubius.
Homo
Manusia jenis ini dianggap merupakan manusia paling maju dari jenis lainnya. Penemuanya diawali oleh Von Rietschotten di Tulungagung, Jawa Timur. Dianggap sebagai manusia yang paling maju, dengan kapasitas otak lebih besar dari jenis lainnya. Homo merupakan manusia pendukung zaman neolithik, dimana telah memasuki masa revolusi kehidupan dengan banyak hasil budaya yang dihasilkan.
Masa Berburu-Meramu hingga Bercocok Tanam
Semakin berkembangnya kehidupan manusia purba, maka kehidupan yang dijalaninya kemudian berfokus pada cara untuk menghadapi tantangan alam. Oleh karena itu, semakin manusia mencoba merespon tantangan alam, maka kehidupannya pun akan berubah perlahan.
Masa Berburu dan Meramu Tingkat Sederhana
Pada masa ini, lingkungan alam masih belum terlau stabil dan masih liar. Berdasarakan (Soejono & Leirissa, 2008:43) Dalam masa ini, didukung oleh manusia jenis Pithecanthropus (Homo Erectus) dan Manusia Wajak (Homo Sapiens). Pada masa ini, manusia masih sangat bergantung pada alam dengan berburu dan mengumpulkan makanan dari lingkungan sekitarnya serta masih berpindah-pindah tempat tinggal.
Pada masa ini manusia belum mengenal bercocok tanam. Alat-alat yang digunakanpun masih terbuat dari batuan kasar, bisanya pembuatan alat tersebut untuk melakukan perburuan dan mengais tanah untuk mencari umbi-umbian. Manusia pada masa ini sudah hidup dengan cara berkelompok dan berpindah-pindah tempat (nomaden), tergantung pada tersedianya makanan di lingkungan sekitarnya. Jika makanan di alam sekitar sudah habis, maka mereka akan mencari hunian baru yang bisa mencukupi kebutuhan mereka.
Masa Berburu dan Meramu Tingkat Lanjut
Kehidupan lingkungan alam pada masa ini tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Manusia pada masa ini masih berburu dan mengumpulkan makanan dari alam sekitarnya, namun mulai timbul usaha untuk menetap pada sebuah tempat untuk tinggal, seperti di gua-gua. Dengan mulai tinggalnya manusia di gua (Abris Sous Roche), walaupun tidak benar-benar menetap (semi-sedenter), namun mulai ada yang dihasilkan oleh manusia pada masa ini.
Manusia pada masa ini mulai membuat lukisan-lukisan pada dinding atau karang. Serta mulai ada pula penguburan dengan membawa bekal kubur bersamanya. Selain tinggal di gua, manusia pada masa ini juga tinggal di tepi pantai, sehingga hidupnya bergantung pada hasil laut.
Alat yang digunakan untuk berburu juga sudah masuk dalam tahap tingkat lanjut, seperti kapak genggam, flake, dan alat tulang. Pada masa ini juga telah dihasilkan gerabah yang digunakan sebagai wadah. Manusia pada masa ini juga telah mengenal sistem pembagian kerja, dimana kaum wanita tidak banyak ikut melakukan perburuan, sehingga para wanita memperluas pengetahuannya mengenai tanaman disekitarnya.
Masa Bercocok Tanam
Pada masa ini, manusia mulai memanfaatkan sumber daya alam disekitarnya dengan memelihara berbagai jenis tumbuhan, dan hewan-hewan mulai dijinakkan. Mereka juga mulai membuka lahan dengan membakar atau membabat hutan dan mulai bercocok tanam. Walaupun begitu perburuan dan menangkap ikan masih terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selain dari bercocok tanam.
Pada masa ini, manusia purba sudah mulai menetap dan hidup secara berkeluarga. Selain itu itu manusianya juga telah mampu menghasilkan tekonologi yang lebih maju, seperti pakaian, alat-alat kerja yang mulai dikembangkan, serta sistem kepercayaan yang sudah cukup berpengaruh di masyarakat.
Baca juga: Mengenal Homo Wajakensis
Sistem Kepercayaan Manusia Purba di Indonesia
Dari penemuan gambar cap tangan manusia purba yang terdapat pada gua-gua prasejarah, bisa diketahui bahwa manusia pada masa itu mulai mengenal sistem kepercayaan. Dalam lukisan tersebut ditemukan nilai-nilai magis, khususnya dalam upacara-upacara yang belum diketahui. Lukisan dengan cat merah diperkirakan memiliki arti kekuatan pelindung roh jahat, dan cap tangan yang jarinya tidak lengkap dianggap sebagai tanda berkabung (Soejono & Leirissa, 2008:185).
Pada masa selanjutnya, kepercayaan manusia purba semakin berkembang. Ditemukan bukti adanya upacara penguburan, dimana orang yang mati akan dibekali dengan bermacam-macam barang keperluan sehari-hari atau sering disebut bekal kubur. Hingga puncaknya adalah dengan pendirian bangunan-bangunan yang difungsikan untuk pemujaan roh nenek moyang.
Kepercayaan manusia purba kebanyakan ialah animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh nenek moyang, sedangkan dinamisme merupakan kepercayaan yang menganggap benda-benda memiliki kekuatan tertentu.
Penggunaan Teknologi Masa Pra-Sejarah
Kemampuan manusia purba dalam membuat teknologi atau alat-alat semakin berkembang, menyesuaikan tantangan alam. Oleh karena itu manusia pendukungnyapun berbeda tiap zamannya.
Teknologi Manusia Purba di Indonesia pada Masa Berburu dan Meramu Tingkat Sederhana
Pada masa awal ini, pembuatan teknologi masih dalam taraf sederhana dan mengutamakan segi kepraktisan saja, atau sesuai penggunaannya saja. Beberapa peralatan yang dibuat pada masa ini adalah:
- Kapak Perimbas, yang merupakan sejenis kapak yang digenggam dengan bentuk yang masih kasar. Pembuatannya juga masih dengan teknik pemangkasan sederhana secara langsung.
- Kapak Penetak, yang dibuat dari batu yang tajamanya dibentuk liku-liku melalui penyerpihan selang-seling pada dua sisi pinggiran batu.
- Pahat Genggam, dengan bentuk hampir membentuk persegi empat panjang. Penyerpihanya terjal dari permukaan atas ke pinggiran batu.
- Kapak Genggam Awal, yang pemangkasanya dilakukan pada satu permukaan batu sehingga bisa lebih tajam. Bentuk kapak ini meruncing dengan kulit batu yang masih tertinggal.
Teknologi Manusia Purba di Indonesia Masa Berburu dan Meramu Tingkat Lanjut
- Serpih-Bilah, dengan bentuk yang terkadang lebih kecil melalui teknik pengerjaan yang rumit, seperti mata panah, dan lainya.
- Alat Tulang, yang alat-alatnya dibuat dari tulang. Tulang yang biayanya digunakan ini biasanya berasal dari sisa hewan buruan. Seperti tulang gajah, tulang rusa, dan lainnya.
- Kapak Genggam Sumatera, yang kedua sisinya dibuat tajamnya bergelombang.
Teknologi Manusia Purba di Indonesia Masa Bercocok Tanam
- Beliung Persegi, yang pada umumnya berbentuk memanjang dengan penampang lintang persegi. Seluruh bagian beliung ini dihaluskan, kecuali pada bagian ujungnya yang digunakan ikatan. Tajamnya dibuat dengan mengasah bagian ujung bawah ke ujung permukaan bagian atas.
- Kapak Lonjong, mempunyai bentuk lonjong dengan pangkal yang sedikit runcing dan melebar pada tajamannya. Bagian tajaman ini diasah dari dua arah, sehingga memiliki bentuk tajam yang simetris. Kapak ini, masih bisa ditemukan pada kebudayaan masyarakat Papua.
- Alat Obsidian, merupakan alat khusus yang dibuat dari batu kecubung atau obsidian. Alat ini diperkirakan digunakan untuk alat berburu dan melakukan pekerjaan sehari-hari.
- Mata Panah, yang umumnya berbentuk segitiga dengan bentuk bersayap dan cekung. Namun beberapa bentuknya ditemukan cembung dengan rata-rata panjang 3-6 cm.
Baca juga: Pithecanthropus Mojokertensis
Pemahaman Akhir
Indonesia merupakan negara yang terkenal karena keberagaman budayanya. Budaya adalah hasil kebudayaan yang diciptakan oleh manusia. Melalui keberagaman budaya yang ada saat ini, dapat disimpulkan bahwa manusia purba di Indonesia yang hidup pada masa sebelumnya selalu berkembang. Hal ini terbukti dengan banyaknya hasil budaya dari masa lalu yang masih ada hingga saat ini, seperti alat-alat dapur.
Manusia purba hidup pada masa prasejarah, yang ditandai dengan belum ditemukannya bukti tulisan. Meskipun demikian, manusia purba sudah menghasilkan kebudayaan yang masih dapat kita ketahui hingga saat ini. Mereka hidup bergantung pada alam dan menghadapi tantangan alam dengan menciptakan alat-alat dapur yang sederhana, dan perlahan-lahan berkembang menjadi lebih maju.
Situs-situs penemuan manusia purba di Indonesia menjadi bukti penting untuk memahami kehidupan mereka pada masa lalu. Beberapa situs, seperti Taman Gua Leang-Leang, Situs Sangiran, Situs Gunung Padang, Situs Purbakala Patiayan, dan Situs Gua Harimau, memberikan wawasan tentang kehidupan manusia purba, termasuk sistem kepercayaan, teknologi yang digunakan, dan cara hidup mereka.
Manusia purba pada awalnya hidup sebagai pemburu dan pengumpul makanan, bergantung pada alam yang masih liar. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai mengenal bercocok tanam dan menetap pada tempat-tempat seperti gua-gua atau tepi pantai. Penggunaan teknologi pada masa berburu dan meramu tingkat sederhana terbatas pada alat-alat kasar yang digunakan untuk keperluan berburu dan mencari makanan. Namun, pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, manusia sudah mulai mengenal sistem penguburan, membuat lukisan pada dinding gua, dan menghasilkan alat-alat yang lebih maju.
Puncak perkembangan teknologi manusia purba terjadi pada masa bercocok tanam. Pada masa ini, manusia mulai memanfaatkan sumber daya alam untuk bercocok tanam dan memelihara hewan. Mereka juga mulai menetap dan hidup secara berkeluarga, membuka lahan untuk bercocok tanam, dan menghasilkan teknologi yang lebih maju, seperti alat-alat dari tulang dan batu.
Keberagaman budaya dan hasil kebudayaan dari masa lalu yang masih ada hingga saat ini menjadi warisan berharga bagi bangsa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa manusia purba di Indonesia hidup dalam lingkungan yang beragam dan mampu berkembang melalui berbagai tantangan alam yang dihadapinya. Dengan memahami dan mengapresiasi keberagaman budaya ini, kita dapat lebih menghargai warisan nenek moyang kita dan melanjutkan perjalanan kehidupan yang lebih maju dan berkualitas di masa depan.
Nah, itu tadi adalah beberapa penjelasan mengenai manusia purba di Indonesia. Jadi, apakah kamu sudah mulai bisa menggambarkan sendiri mengenai manusia purba di Indonesia? Semoga materi pada artikel kali ini bisa membantu kamu dalam menambah wawasan ya. Selamat belajar!
Sumber Rujukan:
Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah: Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
Soejono, R., P., & Leirissa, R., Z. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 1. Jakarta: Balai Pustaka.
Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Kanisius
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. 2016. (Arkenas.kemdikbud.go.id)