Setiap suku bangsa di berbagai penjuru dunia tentu memiliki bentuk pertahanan diri untuk menghadapi lingkungan dan alam sekitar maupun musuh-musuhnya. Bentuk pertahanan diri tersebut terwujud salah satunya melalui senjata tradisional masyarakatnya. Senjata tradisional tersebut berperan dalam melakukan penyerangan, pertahanan kelompok, maupun perburuan binatang sebagai bahan makanan.
Dengan begitu, kita dapat mengetahui bahwa senjata tradisional memang telah memiliki peran yang amat penting dalam berbagai sektor kehidupan. Meskipun banyak dari senjata tradisional yang ada telah berubah peran dan fungsinya karena perkembangan zaman, masyarakat Jawa khususnya Yogyakarta tetap memiliki sebagian dari senjata tradisional tersebut. Baik untuk disimpan secara pribadi maupun disimpan oleh para perias pengantin.
Selanjutnya akan kita bahas mengenai berbagai senjata tradisional Jogja yang sangat unik. Predikat sangat unik tersebut diperoleh karena senjata-senjata yang akan kita bahas berhasil melewati hegemoni zaman yang sangat dinamis. Oke, yuk kita langsung simak aja bermacam-macam senjata tradisional Yogyakarta berikut ini.
Daftar Isi
Senjata Tradisional Yogyakarta : Wedhung
Wedhung adalah sebuah senjata tradisional Yogyakarta yang berbentuk pisau dapur besar. Menurut keterangan dari beberapa sumber, sejak dulu hingga sekarang wedhung merupakan senjata ampilan (resmi) bagi para abdi dalem keraton yang berpangkat lurah ke atas (baik laki-laki maupun perempuan) dan para pejabat keraton.
Menurut Pustaka Sri Radyalaksana, wedhung yang dikenakan oleh pejabat tinggi keraton dinamakan dengan Pasikon. Dalam bahasa Jawa Krama Inggil, pasikon berarti bahwa senjata tersebut dipakai lurus dengan siku kiri dan berada pada tali kampuh, dan tali kampuh tersebut dipakai di pinggang, senjata tersebut lurus dengan cethik sethik sebelah kiri.
Senjata tradisional Jogja ini terdiri dari bilah wedhung, sarung, dan sangkelitan (semacam penjepit yang melekat pada sarung wedhung). Untuk bilah wedhung sendiri terbuat dari besi dan baja, meskipun ada pula wedhung berpamor. Sarung wedhung terbuat dari kayu trembolo, cendhono, ataupun jenis kayu keras lainnya. Sedangkan sangkelitan terbuat dari kulit penyu yang dapat diikat dengan pengikat dari kuningan,perak, atau rotan.
Wedhung merupakan senjata yang menjadi ukuran tinggi rendahnya seorang pejabat yang memakainya. Pejabat keraton yang berhak menggunakan wedhung adalah abdi dalem keraton dengan pangkat Riyo, Wedono, Kliwon, dan Lurah menurut Kitab Pusaka Sri Radyalaksana.
Bentuk wedhung seperti telah disebutkan di muka yaitu mirip dengan pisau dapur yang besar. Ujungnya lancip dan tajam, pada bagian tengahnya cembung dan meramping sampai pada pangkal bilah wedhung. Wedhung ada juga yang indah dan berhiaskan dengan intan permata. Untuk ukuran senjata ini berkisar antara 25 sampai dengan 30 cm.
Pada masa kini, senjata tradisional Yogyakarta ini termasuk dalam salah satu perlengkapan busana keraton. Wedhung digunakan pada saat-saat khusus oleh semua kepala prajurit keraton bila sedang menghadap raja. Penggunaannya sama dengan keris. Namun, keris biasanya diselipkan di belakang pinggang, sedangkan wedhung digunakan di muka. Senjata tradisional Jogja ini hanya dikenakan secara terbatas di dalam lingkungan keraton.
Baca juga: 12 Pakaian Adat Yogyakarta Serta Penjelasannya
Senjata Tradisional Yogyakarta : Tombak
Tombak adalah senjata tradisional Yogyakarta yang berguna sebagai alat penusuk pada saat terjadi peperangan atau perburuan. Senjata ini merupakan salah satu senjata yang sudah dikenal baik oleh mayoritas masyarakat Jawa sebagai senjata yang bertuah. Dalam bahasa Jawa, tombak dikenal dengan sebutan waos.
Di samping itu, terdapat juga tombak yang mempunyai tangkai panjang. Tombak tangkai panjang tersebut dikenal dengan istilah landheyan. Panjang tombak rata-rata memiliki ukuran sepanjang 40 cm. Dan yang terpanjang ukurannya mencapai 2,5 meter.
Senjata tradisional tombak dibuat oleh seorang empu dengan menggunakan teknik tempa dan bakar. Senjata tersebut mempunyai bilah atau mata tombak yang terbuat dari besi yang meruncing pada bagian ujungnya. Variasi pada bentuk mata tombak sangatlah bermacam-macam. Komponen penyusunnya selain terdapat mata tombak itu sendiri juga biasanya dilengkapi dengan tangkai serta sarung (penutup) tombak.
Senjata tradisional Yogyakarta ini memiliki jenis yang sangat beragam. Jika kita menelusurinya lebih rinci, kita akan menemukan jenis tombak yang memiliki semacam tuah atau kekuatan ghaib. Jenis yang demikian diciptakan dengan bahan yang memiliki kualitas baik serta diciptakan oleh Sang Empu dengan beberapa laku atau ritual khusus. Meskipun begitu, tombak bertuah juga bisa tercipta karena memiliki latar belakang sejarah, misal tercipta sejak zaman Majapahit, dan sebagainya.
Jenis yang kedua yaitu tombak baik. Tombak ini dibuat dengan mencampurkan kreasi yang sangat apik, yakni dengan menambahkan hiasan permata pada tombak tersebut. Jenis tombak baik tidak digunakan untuk bertempur, melainkan sebatas koleksi atau pajangan saja.
Tombak jenis yang ketiga yakni tombak kodhen. Jenis tersebut adalah tombak dengan kuealitas rendah karena diciptakan dengan tidak memenuhi estetika atau tujuan apapun (asal jadi). Senjata ini biasanya digunakan dalam kesenian kethoprak, wayang orang, maupun pementasan tari-tarian lainnya.
Tombak biasanya disimpan pada sebuah tempat yang terbuat dari kayu yang disebut sebagai plonco. Ada kalanya juga tempat penyimpanan tersebut dihias dengan ukiran seekor ular naga, rumbai, dan sebagainya.
Senjata Tradisional Yogyakarta : Patrem
Patrem adalah suatu senjata tradisional Yogyakarta yang memiliki bentuk seperti keris tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Pada zaman dahulu, senjata ini digunakan oleh para pejuang wanita dengan menyelipkannya di pinggang. Dengan begitu, senjata patrem merupakan salah satu senjata yang memiliki peran sangat besar dalam perjuangan melawan kolonial Hindia Belanda.
Bahan dasar pembuatan patrem yakni baja yang dicampur dengan berbagai bahan pilihan. Ukuran senjata tradisional Jogja ini hanya sekitar sekilan (20-25 cm). Ukuran tersebut merupakan hal yang sangat mendasari perbedaan dengan senjata lainnya yaitu keris.
Persamaan antara patrem dengan keris yaitu kedua senjata tajam tersebut sama-sama memiliki bentuk luk dan leres. Luk adalah jumlah atau banyaknya lengkungan yang ditemui pada keris maupun patrem, jumlahnya yaitu 3, 5, 7. Sedangkan leres adalah variasi bentuk keris atau patrem yang tidak memiliki lengkungan. Pada zaman sekarang, sudah sangat jarang ditemukan orang yang masih memiliki senjata tradisional Yogyakarta ini.
Keris
Keris adalah sebuah senjata tradisional Yogyakarta yang memiliki ciri khas. Ketika digunakan harus menarik bilah dari wrangkanya terlebih dahulu. Senjata Keris digunakan untuk menikam lawan dalam pertempuran jarak dekat.
Senjata tradisional Jogja ini dibuat oleh seorang empu yang telah melakukan berbagai persiapan baik bersifat material maupun juga yang bersifat spiritual. Persiapan material dilakukan dengan mencari bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatannya. Sedangkan persiapan spiritual yaitu berupa mempersiapkan sesaji serta melakukan puasa, semedi, dan menghitung waktu yang tepat saat mulai membuat keris.
Menurut para ahli keris pada zaman dahulu diperkirakan setidaknya ada 17 jenis logam yang diperlukan untuk membuat satu bilah keris. Agar tercipta hasil campuran yang baik (ampuh), seorang empu tidaklah mencampurkan bahan-bahan tersebut secara asal-asalan karena masing-masing bahan dianggap mempunyai sifat bawaan dan sugesti tersendiri. Sang empu melakukan berbagai laku ketika sedang mencampur bahan-bahan pembuatan keris tersebut, yaitu berpuasa, mengurangi waktu tidur, serta menggunakan waskitha atau kekuatan spiritual yang dimilikinya.
Ukuran senjata tradisional Yogyakarta ini lazimnya berkisar antara 65-85 cm. Untuk proses pembuatan senjata ini kurang lebih memakan waktu 125 hari. Namun, waktu tersebut bisa bertambah apabila terdapat kerumitan yang berasal dari jumlah lipatan yang diinginkan menjadi lebih banyak serta racikannya bertambah rumit.
Proses pembuatan satu bilah keris memang memerlukan waktu yang lama, apalagi jika keris yang dibuat adalah keris yang bertuah. Kesaktian yang ada pada senjata tradisional keris dengan begitu didasarkan pada bahan dasar pembuatan, isi keris, serta proses pembuatannya.
Condroso
Condroso adalah senjata tradisional Yogyakarta yang berbentuk mirip seperti hiasan sanggul pada rambut. Senjata ini masuk ke dalam jenis senjata tikam yang akan digunakan ketika musuh dalam kondisi yang lengah. Menurut beberapa sumber yang didapat, senjata tersebut pada zaman dahulu banyak digunakan oleh para pejuang wanita yang memiliki tugas sebagai telik sandhi (mata-mata).
Bukti nyata bahwa senjata tradisional Jogja ini berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan yakni pada perang Diponegoro. Dalam perang tersebut, diketahui banyak pengikut dan prajurit garis depan yang bersenjatakan condroso.
Senjata ini tidaklah begitu nampak oleh pihak lawan. Oleh sebab itu, cara menggunakannya yaitu dengan menyelipkannya pada sanggul atau ikat rambut, mirip dengan tusuk kondhe. Kemudian dengan sedikit rayuan yang membuat musuh terpikat dan lengah, para pejuang wanita akan menggunakan condroso untuk melakukan serangan ke arah bagian tubuh yang vital.
Bahan baku pembuatannya yaitu dari besi, sangat mirip dalam segi bentuk dan penampilannya dengan hiasan sanggul pengantin wanita zaman sekarang. Yang membedakan adalah ujung dari condroso ini dibuat sangat runcing dan bercabang-cabang. Ujung yang runcing tersebut diperoleh melalui asahan dengan menggunakan batu.
Pada zaman sekarang, sudah tidak ada lagi senjata condroso ini. Namun, kalau kamu ingin melihat replika salah satu bentuknya, kamu bisa melihat senjata tradisional condroso di Museum Diponegoro, Tegalrejo, Yogyakarta.
Baca juga: 12 Suku di Pulau Jawa Serta Penjelasannya
Bandhil
Bandhil adalah senjata tradisional Jogja yang berguna dalam pertempuran jarak jauh sebagai peluru lempar. Senjata ini terbuar dari bahan batu, besi, maupun benda-benda yang sangat keras lainnya. Pada zaman dahulu, bandhil merupakan senjata wajib rakyat yang digunakan untuk melawan penjajah Hindia Belanda karena cara membuatnya yang mudah dan bahan-bahannya yang tidak sulit untuk diperoleh.
Peran senjata tradisional Yogyakarta ini sangat besar pada saat meletusnya perang Diponegoro serta zaman perang melawan penjajahan Inggirs (1912).
Pada dasarnya, bandhil memiliki tiga jenis yang berbeda. Ketiga jenis senjata bandhil tersebut yaitu bandhil brubuh, bandhil jauh, dan bandhil lepas. Cara kerja maupun bahan baku pembuatan ketiga jenis bandhil tidaklah sama. Untuk membuat bandhil brubuh bahan bakunya yaitu rantai dan peluru besi, pegangan pada pangkal rantainya terbuat dari logam kuningan. Pada jenis bandhil jauh, tali terbuat dari tampar dan peluru dari besi. Selanjutnya pada bandhil lepas, bahan bakunya yakni terbuat dari anyaman tampar yang dibentuk melebar, pelurunya bisa berupa batu ataupun benda keras lainnya.
Peluru dari senjata tradisional Jogja ini sebagian besar berbentuk bulat dengan rantai yang disambung-sambung sangat panjang dan kecil-kecil. Meskipun rantainya sudah sangat panjang, tali dari bandhil ini lebih panjang lagi. Rantai dari bandhil brubuh panjangnya bisa mencapai 75-100 cm.
Cara membuatnya yaitu dibuat oleh seorang pandai besi melalui proses tempaan dan pembakaran. Berdasarkan dari cerita rakyat pada masyarakat Jogja, diduga senjata bandhil ini sudah eksis sejak zaman pemerintahan Brawijaya V.
Tameng
Tameng adalah sebuah senjata tradisional Jogja yang pada umumnya digunakan sebagai alat untuk mempertahankan diri dari serangan. Senjata ini oleh para prajurit pada zaman dahulu dikenakan ketika berangkat berperang ataupun juga ketika sedang melaksanakan tugas sehari-hari, baik itu ronda, keliling, maupun jaga regol.
Bahan baku pembuatan tameng biasanya terbuar dari besi yang dilebur, kemudian ditempa sedemikian rupa hingga berbentuk bulat atau bulat telur. Pada bagian belakangnya terdapat tempat pegangan bagi tangan agar bisa mengaitkannya dengan senjata pertahanan diri tersebut.
Di bagian depan dari senjata tradisional Yogyakarta ini umumnya dijumpai berbagai lukisan yang sangat estetik maupun lukisan geometris.
Hingga kini, tameng masih digunakan sebagai alat pertahanan bagi para prajurit keraton. Di samping itu, tameng juga merupakan aksesoris yang harus dibawa ketika berpakaian lengkap saat acara-acara besar di keraton.
Pemahaman Akhir
Senjata tradisional Yogyakarta merupakan bagian penting dari budaya dan sejarah masyarakat di wilayah tersebut. Setiap suku bangsa di berbagai penjuru dunia memiliki bentuk pertahanan diri yang unik, dan di Yogyakarta, senjata tradisional telah memainkan peran penting dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk dalam peperangan, pertahanan kelompok, dan perburuan binatang sebagai bahan makanan.
Beberapa senjata tradisional yang sangat unik di Yogyakarta antara lain:
Wedhung: Senjata tradisional berbentuk pisau dapur besar yang merupakan simbol kekuasaan bagi para pejabat keraton. Wedhung terbuat dari besi atau baja dengan sarung dari kayu keras dan sangkelitan dari kulit penyu.
Tombak: Digunakan sebagai alat penusuk pada saat peperangan atau perburuan. Terdapat berbagai jenis tombak, termasuk yang memiliki kekuatan ghaib atau bertuah.
Patrem: Mirip dengan keris tetapi berukuran lebih kecil, biasanya digunakan oleh pejuang wanita dalam perjuangan melawan penjajahan.
Keris: Senjata tradisional khas Yogyakarta yang memiliki nilai budaya dan spiritual tinggi. Keris dibuat dengan proses panjang dan membutuhkan persiapan material dan spiritual yang cermat.
Condroso: Senjata tikam mirip hiasan sanggul pada rambut, digunakan sebagai senjata mata-mata pada masa pejuangan melawan penjajahan.
Bandhil: Alat lempar berbentuk peluru lempar yang terbuat dari batu, besi, atau benda keras lainnya. Digunakan sebagai senjata wajib rakyat dalam perjuangan melawan penjajahan.
Tameng: Alat pertahanan berbentuk bulat atau bulat telur yang digunakan oleh prajurit untuk melindungi diri dari serangan.
Semua senjata tradisional ini memiliki keunikan dan peran yang berbeda dalam sejarah dan budaya masyarakat Yogyakarta. Meskipun beberapa senjata telah mengalami perubahan peran karena perkembangan zaman, namun mereka tetap menjadi bagian penting dari identitas dan kekayaan budaya suku bangsa di wilayah tersebut. Senjata-senjata ini merupakan warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan agar tetap dapat dipahami dan dihargai oleh generasi mendatang.
Demikianlah sedikit pembahasan mengenai berbagai jenis senjata tradisional Yogyakarta yang sudah bertahan dari era Kerajaan Mataram Hingga kini. Senjata-senjata tersebut pada umumnya merupakan ciri khas yang menandakan tingkat kebudayaan atau bangsa yang bersangkutan. Namun, dengan bentuk yang sederhana bukan berarti tingkat hidupnya masih sederhana pula.
Baca juga: 6 Senjata Jawa Timur Serta Penjelasannya
Senjata-senjata tradisional tersebut di atas pasti mengalami banyak perkembangan dan perubahan. Oleh sebab itu, jangan berhenti mempelajari indahnya kebudayaan bangsa ini ya! sekian dan terima kasih.
Sumber :
https://www.kratonjogja.id/tak-benda/Komposisi%20Musik/26 /ragam-busana-adat-abdi-dalem-estri
Jurnal elektronik berjudul “Beberapa Senjata Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta” yang ditulis oleh Ernawati Purwaningsih. Diunduh dari : http://dpad.jogjaprov.go.id/article/library/vieww/beberapa-senjata-tradisional-daerah-istimewa-yogyakarta-574
Repositori.kemdikbud.go.id