Teori Sosial Kontemporer: Post-Strukturalisme, Post-Modern, dan Post-Kolonial

Seperti halnya ilmu pengetahuan pada umumnya, teori sosial juga terus berkembang dengan melahirkan cabang teori-teori baru. Beberapa diantaranya teori post-strukturalisme, sosial posi-modern, dan post-kolonialisme. Seluruh teori sosial kontemporer ini akan dikupas dalam penjelasan di bawah ini.

Post-Strukturalisme

Post-Strukturalisme
Sumber: rawpixel.com on Freepik

Mengulas tentang post-strukturalisme, kita harus memahami terlebih dahulu teori pendahulunya, yaitu strukturalisme. Strukturalisme berfokus pada struktur, tetapi bukan struktur sosial; yang dibahas adalah struktur bahasa. Strukturalisme meyakini bahwa struktur bahasa adalah elemen utama yang membentuk dan mengatur dunia sosial.

Salah satu tokoh penting dalam perkembangan strukturalisme adalah Ferdinand de Saussure, seorang ahli bahasa Swiss. Saussure menyatakan bahwa bahasa terdiri dari dua elemen, yaitu “langue” dan “parole.”

  • “Langue” merujuk pada sistem formal yang mengatur sebuah bahasa, seperti tata bahasa (grammar).
  • “Parole” merujuk pada bagaimana individu menggunakan bahasa secara subjektif untuk mengekspresikan diri.

Bagi Saussure, para ilmuwan bahasa harus fokus pada “langue” atau struktur bahasa, dan tidak boleh terjebak dalam subjektivitas “parole.” Dia berpendapat bahwa tujuan utama ilmuwan bahasa adalah menemukan “hukum dasar bahasa” yang mendasarinya. Hukum-hukum ini hanya bisa ditemukan dengan memahami “langue” atau struktur bahasa. Dari hukum-hukum ini, Saussure menyimpulkan bahwa masyarakat dan dunia sosial sebenarnya dipengaruhi oleh struktur bahasa.

Post-strukturalisme muncul sebagai kritik terhadap strukturalisme. Berdasarkan pemikiran Jacques Derrida, post-strukturalisme menolak argumen utama strukturalisme yang menyatakan bahwa dunia sosial dibentuk dan diatur oleh struktur bahasa. Derrida berpendapat bahwa bahasa tidak memiliki kekuatan untuk mengatur kehidupan manusia.

Derrida menjelaskan bahwa makna kata tidak dapat dipisahkan dari konteks yang melekat padanya. Ini menunjukkan bahwa bahasa tidak memiliki hukum dasar yang universal, dan upaya strukturalis untuk menemukan hukum dasar bahasa dianggap sia-sia.

Derrida kemudian memperkenalkan pendekatan baru yang disebut “dekonstruksi.” Dekonstruksi adalah serangkaian proses yang bertujuan untuk mengungkap makna tersembunyi dalam literatur dan membuka ruang interpretasi baru.

Sebagai contoh, dalam cerita rakyat Timun Mas, Buto Ijo sering digambarkan sebagai sosok antagonis yang kejam. Namun, dengan pendekatan dekonstruksi, sosok antagonis sebenarnya dalam cerita tersebut adalah Mbok Rondo, ibu angkat Timun Mas, yang melanggar kesepakatan dengan Buto Ijo, yang akhirnya berujung pada kematian Buto Ijo oleh Timun Mas.

Post-Modern

Post-Modern
Sumber: Freepik.com

Definisi teori sosial post-modern seringkali tertukar dengan beberapa terminologi lain yang cukup mirip, yaitu postmodernitas dan postmodernisme. Postmodernitas merupakan sebutan bagi era yang hadir setelah era modern, atau dengan kata lain, era masyarakat pasca-industri.

Sedangkan post-modernisme mengacu pada produk-produk budaya (seperti film, lukisan, gaya bangunan, dan sebagainya) yang berbeda dari produk-produk budaya masyarakat modern. Teori sosial post-modern, di sisi lain, mengacu pada cara-cara berpikir yang sama sekali berbeda dari teori sosial modern.

Ketiga terminologi di atas diikat oleh pandangan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, muncul hal-hal baru (era, produk budaya, dan teori sosial), yang tidak lagi dapat dijelaskan dengan menggunakan terminologi “modern”.

Teori sosial post-modern hadir sebagai kritik terhadap teori sosial modern. Jika teori sosial modern berusaha untuk mencari penjelasan yang sifatnya universal dan rasional untuk mengkaji sebuah fenomena sosial, teori sosial post-modern justru menolak penjelasan yang bersifat universal-rasional.

Bagi teori sosial post-modern, penjelasan-penjelasan yang bersifat universal cenderung menguntungkan kelompok tertentu, dan mengesampingkan kelompok-kelompok lain. Sebagai contoh, teori kelas Marx hanya membahas pergulatan yang terjadi antara kelas borjuis dan proletar.

Padahal, terdapat beberapa elemen masyarakat yang bukan merupakan bagian dari dua kelas tersebut (mereka yang tidak berhubungan langsung dengan pabrik serta alat-alat produksi seperti seniman, pengemis, dan sebagainya). Salah satu pemikir teori sosial post-modern, sekaligus sosiolog yang karyanya kerap dijadikan acuan bagi pemikir-pemikir lain adalah Jean Baudrillard.

Menurut Baudrillard, berbeda dengan masyarakat modern yang dikendalikan oleh moda produksi (mesin, pabrik, buruh, dan sebagainya), masyarakat post-modern justru dikendalikan oleh media dan arus informasi. Sebagai dampaknya, masyarakat post-modern tidak memiliki kemampuan untuk membedakan manakah yang nyata dan tidak.

Baudrillard menyebut kondisi ini dengan nama hiperrealitas. Sebagai contoh, di era post-modern, media tidak lagi dianggap sebagai “cermin” realitas, melainkan realitas itu sendiri. Masyarakat post-modern cenderung mempercayai berita yang muncul di media, terlepas dari kepalsuan dan distorsi yang hadir sebagai bumbu untuk menarik penonton.

Post-Kolonialisme

Post-Kolonialisme
Sumber: Freepik.com

Fokus dari post-kolonialisme adalah kondisi masyarakat pasca penjajahan bangsa Eropa (atau yang lebih dikenal dengan sebutan “barat”). Bagi para pemikir post-kolonial, upaya untuk memahami kondisi masyarakat paska penjajahan harus dimulai dengan mendengarkan kisah orang-orang yang terjajah.

Dikarenakan fokus kajian post-strukturalisme adalah kondisi paska penjajahan, maka tema-tema utama yang umumnya diangkat oleh pendekatan ini adalah hal-hal yang tentu saja berhubungan dengan penjajahan, seperti opresi, rasisme, dan kekerasan.

Layaknya teori sosial kontemporer lain, post-kolonialisme menolak penjelasan yang bersifat universal, karena bagi para pemikir post-kolonial, setiap wilayah jajahan mengalami proses kolonialisasi yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Salah satu pemikir post-kolonial yang karyanya kerap dijadikan rujukan oleh pemikir post-kolonial lain, Edward Said, menyatakan bahwa kehidupan masyarakat timur (orient) masih didominasi oleh masyarakat barat, bahkan setelah masa penjajahan berakhir. Masyarakat barat mengklaim bangsa mereka sebagai bangsa yang superior, baik dari segi agama, sistem ekonomi, ilmu pengetahuan, hingga cara hidup.

Masyarakat barat menampilkan diri mereka sebagai bangsa yang kuat dan rasional, sedangkan masyarakat timur kerap digambarkan sebagai masyarakat yang primitif dan tidak beradab. Sebagai contoh, Islam, sebagai keyakinan yang lahir dari Timur, kerap didefinisikan sebagai ideologi barbar, dan Timur Tengah, sebagai tempat kelahiran Islam, sering kali digambarkan sebagai tempat yang penuh dengan penjahat, teroris, dan sarat akan intoleransi.

Bagi Said, contoh ini sama sekali tidak masuk akal. Timur tengah, sebagai sebuah masyarakat, dan Islam, sebagai sebuah keyakinan, memiliki kompleksitasnya masing-masing dan tidak dapat digeneralisir menjadi sesuatu yang murni “jahat”.

Said menjelaskan bahwa gambaran-gambaran tersebut sengaja dibuat oleh pihak barat (khususnya Amerika Serikat), dan digunakan sebagai pembenaran atas operasi militer mereka di daerah Timur Tengah.

Kesimpulan

Teori-teori sosial kontemporer, mulai dari teori sosial post-modern, post-strukturalisme, hingga post-kolonialisme memiliki tiga kesamaan utama. Kesamaan yang pertama, ketiga teori tersebut lahir sebagai respon dari teori, atau fenomena yang telah terjadi sebelumnya.

Teori sosial post-modern dan post-strukturalisme hadir sebagai respon dari teori sosial modern dan strukturalisme, sedangkan post-kolonialisme lahir sebagai respon dari penjajahan yang dilakukan barat selama berabad-abad. Kesamaan yang kedua, ketiga teori di atas menolak penjelasan yang bersifat universal, dan menuntut ilmuwan sosial untuk memahami sebuah fenomena sosial secara subjektif.

Kesamaan yang ketiga, karena teori sosial post-modern, post-strukturalisme, dan post-kolonialisme menolak penjelasan yang bersifat universal, maka teori-teori tersebut tidak mampu menawarkan solusi bagi pertanyaan besar yang menjadi pokok bahasan dari teori-teori tersebut.

Itulah ketiga teori sosial kontemporer yang muncul dalam beberapa dekade terakhir sebagai respon terhadap kondisi sosial masa kini. Ketiga teori tersebut memiliki fokusnya masing-masing dan tentunya memiliki pokok bahasan yang berbeda.


Sumber:

Hamadi, L. (2014). Edward Said: The Postcolonial Theory and The Literature of Decolonization. European Scientific Journal, 2, 39-46.

Macionis, J. (2012). Sociology (14th ed.). New York: Pearson.

Ritzer, G. (2010). Sociological Theory. New York: McGraw-Hill.

Ritzer, G. (2007). The Blackwell Encyclopedia of Sociology. Massachusetts: Blackwell Publishing.

Williams, J. (2005). Understanding Poststructuralism. England: Acumen.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Wasila

Lulusan Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat ini berkecimpung di dunia penerjemahan. Disela-sela kesibukan menerjemah, juga menulis artikel dengan berbagai topik terutama berhubungan dengan kebudayaan.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *