Teori Kritis dalam Teori Sosial

Teori kritis memposisikan faktor ekonomi sebagai faktor penentu jalannya dunia sosial dan hadir sebagai kritik terhadap pemikiran sosiologi klasik. Teori ini ternyata tidak masuk dalam klasifikasi teori sosiologi, melainkan tergolong ke teori sosial.

Dalam artian, teori ini sifatnya multidisiplin dan bukan produk murni keilmuan sosiologi. Untuk mengetahui seperti apa kajian dalam teori kritis, berikut ini rangkuman penjelasannya.

Berbagai Kritik Teori Kritis

Berbagai Kritik Teori Kritis
Sumber: Freepik.com

Meskipun di awal kemunculannya teori kritis mengkritik pemikiran Karl Marx, tetapi teori kritis juga menyampaikan kritik pada berbagai elemen dunia sosial. Disamping itu, teori ini juga menyasar pemikiran tokoh-tokoh intelektual selain Marx. Secara garis besar, teori kritis turut mengkritik konsep-konsep seperti sosiologi, positivisme, budaya, hingga masyarakat modern.

Kritik terhadap Positivisme

Teori kritis mengajukan kritik terhadap argumen utama positivisme yang menyatakan bahwa dunia sosial diatur oleh sejumlah hukum sosial yang bersifat pasti, mirip dengan hukum alam. Dalam pandangan teori kritis, positivisme menggambarkan manusia sebagai aktor yang pasif, di mana semua tindakannya ditentukan oleh hukum sosial ini.

Konsekuensinya, positivisme dianggap tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan perubahan. Sebaliknya, daripada menantang sistem sosial yang dianggap tidak adil, positivisme akan mengklaim bahwa ketidakadilan adalah bagian yang tidak dapat dihindarkan dari hukum sosial yang bersifat pasti.

Kritik terhadap Sosiologi

Teori kritis mengkritik sosiologi sebagai cabang ilmu yang terlalu fokus pada metodologi, sehingga melupakan tujuan utamanya, yaitu “menciptakan masyarakat yang adil dan manusiawi”.

Layaknya kritik teori kritis terhadap positivisme, sosiologi dituding terlalu pasif, dan tidak memiliki keseriusan untuk membawa perubahan. Selain itu, kecenderungan sosiologi untuk membahas sebuah fenomena dari sudut makro (masyarakat) dinilai telah mengesampingkan posisi individu dalam dunia sosial.

Kritik terhadap Masyarakat Modern

Teori kritis melihat bahwa perkembangan teknologi, yang seharusnya membuat masyarakat modern menjadi lebih kritis, justru malah membuat mereka kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis.

Bagi teori kritis, inovasi-inovasi di bidang teknologi (seperti kehadiran televisi dan internet) digunakan sebagai alat oleh para pemilik modal untuk menjinakkan masyarakat. Teori kritis menyatakan bahwa alih-alih didominasi secara ekonomi, masyarakat modern justru didominasi secara kultural, lewat bantuan inovasi-inovasi teknologi tersebut.

Kritik terhadap Budaya

Teori kritis memandang budaya (dalam kasus ini, budaya masyarakat modern) sebagai sesuatu yang palsu, dan diproduksi secara massal oleh media. Tujuan utama dari produksi budaya secara massal ini adalah, seperti yang telah dijelaskan dalam poin sebelumnya, untuk mengatur dan menjinakkan masyarakat.

Selain membahas tentang produksi budaya, teori kritis juga mengkritik instansi-instansi yang bertugas untuk memproduksi pengetahuan, seperti sekolah dan universitas. Bagi teori kritis, instansi-instansi tersebut telah berevolusi, dan memperluas pengaruh mereka di luar ranah pendidikan. Serta, di era modern, ilmu pengetahuan telah dijadikan alat untuk menjustifikasi keputusan-keputusan publik yang menguntungkan penguasa.

Pemikir Teori Kritis

Pemikir Teori Kritis
Sumber: Freepik.com

Teori kritis merupakan buah pemikiran dari beberapa tokoh besar yang mendirikan Institute for Social Research di Universitas Frankfrut pada tahun 1920. Tokoh-tokoh tersebut, yang karya-karyanya hingga saat ini masih terus dibahas di kalangan akademisi adalah Herbert Marcuse, Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Erich Fromm.

Kritik-kritik yang ditampilkan dalam bagian sebelumnya dapat dikatakan sebagai representasi dari pemikiran tokoh-tokoh di atas. Selain keempat tokoh di atas, terdapat beberapa tokoh lain—yang disebut sebagai pemikir kritis generasi kedua dan ketiga—yang karya-karyanya turut memberi kontribusi signifikan terhadap perkembangan teori kritis, yaitu Jurgen Habermas dan Axel Honneth.

Jurgen Habermas

Fokus dari pemikiran Habermas adalah komunikasi, topik yang kurang diperhatikan oleh Marx. Habermas menjelaskan bahwa kebangkitan media cetak memungkinkan orang-orang untuk berdiskusi di dalam “ruang” yang ia sebut sebagai ruang publik, atau public sphere.

Dalam ruang-ruang ini, masyarakat dapat berdebat, bertukar argumen, hingga mengajukan klaim atas kebenaran. Bagi Habermas, keberadaan public sphere akan membuat individu saling memahami antara satu dengan yang lainnya.

Namun secara kritis, Habermas melihat bahwa elemen-elemen masyarakat modern. Mulai dari kapitalisme (pasar), negara, hingga organisasi-organisasi birokratis justru malah menghalangi dialog-dialog yang seharusnya terjadi di ruang publik, serta mendistorsi proses komunikasi dalam masyarakat. Sebagai dampaknya, pemahaman antar individu (social understanding) menjadi sulit untuk diwujudkan.

Axel Honneth

Jika fokus dari pemikiran Habermas adalah komunikasi, Axel Honneth, yang merupakan murid Habermas, justru membahas topik yang cukup berbeda dari gurunya, yaitu pengakuan identitas.

Honneth melihat bahwa setiap orang membutuhkan pengakuan dari orang lain. Berangkat dari pemikiran Hegel, Honneth mengklasifikasikan tiga elemen utama pengakuan, yaitu cinta (love), penghormatan (respect), dan penghargaan (esteem).

Honneth menyatakan bahwa jika seseorang tidak mendapatkan pengakuan dari orang lain, maka orang tersebut akan merasa tidak dihormati (disrespect). Konflik dan perlawanan, menurut Honneth, terjadi akibat tidak diakuinya individu, atau kelompok tertentu, yang seharusnya mendapatkan pengakuan.

Kesimpulan

Teori kritis hadir sebagai kritik, baik terhadap fenomena, maupun teori-teori sosial yang dikemukakan oleh pemikir sosial terdahulu. Teori kritis merupakan buah pemikiran dari beberapa pemikir ulung, seperti Herbert Marcuse, Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Erich Fromm (yang kemudian dikenal dengan sebutan Frankfrut School).

Seiring dengan berkembangnya zaman, muncul pemikir-pemikir teori kritis lain yang disebut sebagai pemikir generasi kedua dan ketiga, seperti Jurgen Habermas dan Axel Honneth. Teori kritis memiliki dua gagasan utama, yaitu totalitas dan kritis.

Lewat gagasan pertama, teori kritis mencoba untuk menjelaskan bahwa konflik dan perlawanan merupakan bagian yang inheren dalam masyarakat. Lewat gagasan kedua, teori kritis mencoba menjelaskan bahwa teori kritis lahir dari semangat untuk memahami sesuatu secara kritis, atau dengan kata lain, tidak menerima bukti empiris secara mentah-mentah.

Demikianlah pengenalan terhadap teori kritis yang menjadi bagian dari teori sosial. Seperti namanya, teori ini berfokus pada kritik terhadap beberapa aspek dan bukan hanya pada sosiologi. Banyak pemikir yang menjadi bagian dari teori ini sehingga membuat teori ini lebih bervariasi dalam berbagai gagasannya.


Sumber:

Calhoun, C., Gerteis, J., Moody, J., Pfaff, S., & Virk, I. (Eds.). (2022). Contemporary Sociological Theory. Great Britain: Blackwell Publishing.

Ritzer, G. (2010). Sociological Theory. New York: McGraw-Hill.

Ritzer, G. (2007). The Blackwell Encyclopedia of Sociology. Massachusetts: Blackwell Publishing.

Wallace, R., & Alison, W. (1995). Contemporary Sociological Theory. New Jersey: Prentice Hall.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Wasila

Lulusan Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat ini berkecimpung di dunia penerjemahan. Disela-sela kesibukan menerjemah, juga menulis artikel dengan berbagai topik terutama berhubungan dengan kebudayaan.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *