Teori Hubungan Internasional: Marxisme dan Gramscianisme

Teori dalam hubungan internasional sering kali bersifat dinamis karena dinamikanya yang terus berkembang sesuai dengan zaman. Liberalisme diketahui menjadi teori yang dominan di awal kemunculan displin ilmu hubungan internasional. Namun, ternyata teori tersebut mendapat kritikan dari teori marxisme dan gramsccianisme. Lantas, seperti apakah ajaran dari teori marxisme dan gramsccianisme? Berikut ini penjelasannya.

Marxisme

Marxisme
Sumber: creativeart on freepik

Teori marxisme pertama kali muncul pada abad ke-19 dan dikembangkan oleh ekonom dan filsuf asal Jerman, Karl Marx. Dalam teori ini, Marx menempatkan perekonomian sebagai isu utama dalam pembahasannya. Namun, konsep perekonomian dalam teori marxisme memiliki perbedaan mendasar dengan liberalisme.

Dalam teori liberalisme, ditekankan bahwa keuntungan ekonomi dapat dinikmati oleh semua pihak yang terlibat, yang disebut sebagai permainan sum positif (positive sum game). Sebaliknya, dalam teori marxisme, perekonomian dianggap sebagai arena eksploitasi kaum proletar dan menjadi permainan sum nol (zero sum).

Konsep sum nol muncul karena kaum kapitalis hanya memanfaatkan para pekerja untuk mencapai keuntungan maksimal mereka tanpa memperhatikan kesejahteraan para pekerja. Pandangan ini sesuai dengan keyakinan kaum marxis bahwa manusia bersifat materialistik, fokus pada aspek ekonomi yang meningkatkan kekayaannya, sementara aspek produksi alat-alat pendukung ekonomi diabaikan.

Selain itu, teori marxisme juga membahas perpecahan kelas sosial antara kaum borjuis (pemilik modal dan alat produksi) dan kaum proletar (pekerja yang tidak memiliki modal atau alat produksi). Kaum borjuis mendominasi kekuasaan ekonomi dan politik, sementara kaum proletar terjebak dalam posisi pekerja yang menggantungkan diri pada kaum borjuis.

Dalam sistem kapitalis ini, terjadi kesenjangan sosial yang signifikan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan konflik dan ketegangan dalam masyarakat.

Kaum marxis berusaha mencapai kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan dan meyakini bahwa kesetaraan dapat mengubah sifat manusia yang menjadi egois akibat sistem kapitalis, menjadi lebih baik karena sifat dasar manusia dianggap baik. Mereka meyakini bahwa kesetaraan ini dapat dicapai melalui perlawanan kaum proletar terhadap kaum borjuis.

Walaupun Marx secara tegas menentang kapitalisme, ia tetap menganggap bahwa kapitalisme adalah langkah maju dari sistem sebelumnya, yaitu feodalisme yang lebih merugikan kaum proletar. Kapitalisme juga dianggap sebagai tahap awal yang dapat membuka jalan bagi revolusi sosial.

Bagi kaum marxis, ekonomi merupakan faktor yang dominan dan menentukan dalam perkembangan sosial. Jika ekonomi berjalan dengan baik, maka kemajuan dapat dicapai di berbagai bidang. Pemikiran ini dipengaruhi oleh kondisi abad ke-19, di mana ketidaksetaraan kelas dan eksploitasi kaum proletar menjadi masalah serius dalam masyarakat.

Kaum marxis berusaha menciptakan revolusi politik yang diharapkan dapat mengakhiri sistem kapitalis dan menggantinya dengan sistem sosialis yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kesetaraan dan kebebasan.

Gramscianisme

Gramscianisme
Sumber: macrovector on Freepik

Kehadiran marxisme memengaruhi munculnya teori-teori baru, salah satunya adalah teori gramscianisme. Teori ini diusung oleh anggota partai komunis Italia, Antonio Gramsci. Sulitnya melakukan revolusi di Eropa Barat menimbulkan pertanyaan bagi Gramsci mengapa hal ini dapat terjadi. Kemudian, timbul jawaban bahwa revolusi sulit dilakukan karena adanya hegemoni.

Menurut Gramci, dalam sistem politik internasional terdapat negara yang memiliki kekuasaan paling besar dan dominan dibanding dengan negara lain. Hal ini biasa disebut dengan hegemoni. Gramsci beranggapan bahwa sistem kapitalis yang ada di Eropa dapat bertahan bukan hanya melalui paksaan.

Tetapi, juga dengan persetujuan yang dibuat oleh pihak yang dominan. Hal ini dapat terjadi karena ideologi dominan telah melekat dengan masyarakat sehingga tak heran jika sudah menjadi common sense. Menurutnya, apabila hegemoni dihapus, maka kesetaraan antar negara dapat dicapai.

Studi Kasus

Teori marxisme yang menentang sistem kapitalis tidak hanya terjadi pada abad 19, tetapi juga terjadi pada abad sekarang. Pada era globalisasi seperti sekarang, semakin banyak perusahaan multinasional yang menempatkan pabrik mereka di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Hal ini bertujuan agar mereka dapat mengkompres biaya produksi sehingga keuntungan yang didapat menjadi lebih besar. Nike Inc merupakan salah satu perusahaan multinasional yang menempatkan pabriknya di Indonesia. Berita mengenai buruh yang tidak mendapat upah layak juga sempat terjadi di Indonesia. Tepatnya pada tahun 2014, isu mengenai buruh Indonesia yang bekerja pada Nike Inc sempat menjadi perbincangan khalayak publik.

Nike Inc merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perlengkapan dan aksesoris olahraga. Produk-produk yang dijual oleh perusahaan ini memiliki nilai jual yang tinggi. Namun sayangnya, upah yang dibayarkan kepada buruh Indonesia sangat tidak layak sehingga perusahaan ini sempat dituntut.

Sebagai contoh, harga kaos tim olahraga Inggris senilai dengan US$ 150 atau Rp 1,9 juta, namun buruh hanya diberi upah sebesar 50 cent atau Rp. 6.500 per jam untuk membuat kaos tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pendapatan buruh hanya sekitar 0,3% per jam dari harga barang yang mereka buat di pabrik.

Buruh Indonesia yang bekerja pada perusahaan-perusahaan multinasional merupakan contoh signifikan dari sistem kapitalis dimana kesejahteraan hanya dirasakan oleh pemilik modal (borjuis), sementara buruh pabrik (proletar) dengan upah tidak layak hanya akan semakin tertindas.

Dapat disimpulkan bahwa teori marxisme menganggap bahwa aspek ekonomi merupakan hal yang paling utama. Hal ini dikarenakan tingkat kemakmuran rakyat dapat dilihat dari seberapa baik kondisi perekonomian mereka.

Bagi rakyat yang memiliki modal dan alat produksi akan menjadi tokoh utama dalam sistem kapitalis, dimana mereka dapat mendominasi perekonomian, sedangkan rakyat yang tidak memiliki modal hanya dapat bekerja dengan upah yang tidak layak.

Hal ini dikarenakan sistem kapitalis dapat mengubah sifat manusia yang awalnya baik menjadi rakus dan serakah. Dengan adanya teori ini, Marx berkeinginan untuk menghapus kesenjangan tersebut agar kesejahteraan dapat dirasakan merata di seluruh bagian masyarakat.

Sekian penjelasan mengenai dua teori dalam hubungan internasional yang muncul sebagai sanggahan akan teori liberalisme. Kedua teori tersebut juga menyoroti kesenjangan yang ada di masyarakat dan bagaimana sistem kapitalis membuat kesenjangan tersebut.


Sumber:

Baylis, J., Smith, S., & Owens, P. (2008). The Globalization of World Politics. Oxford: Oxford University Press.

Burchill, S., Linklater, A., Donnelly, J., Nardin, T., Paterson, M., Reus-Smit, C., & Sajed, A. (2022). Theories of international relations. Bloomsbury Publishing.

Sørensen, G., Møller, J., & Jackson, R. H. (2022). Introduction to international relations: theories and approaches. Oxford University Press.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Wasila

Lulusan Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat ini berkecimpung di dunia penerjemahan. Disela-sela kesibukan menerjemah, juga menulis artikel dengan berbagai topik terutama berhubungan dengan kebudayaan.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *