Gorontalo mempunyai rumah adat dengan berbagai macam bentuk. Variasi rumah adat yang dimliiki oleh Gorontalo tersebut konon mendapat pengaruh dari berbagai kerajaan yang ada di Gorontalo di masa lampau. Beberapa diantaranya adalah Kerajaan Gorontalo dan Kerajaan Limboto. Agar lebih dekat mengenal macam-macam rumah adat Gorontalo tersebut, mari simak penjelasannya berikut ini.
Daftar Isi
Rumah Adat Dulohupa
Rumah adat Gorontalo yang pertama ini masih bisa ditemukan di wilayah Kelurahan Limba, Kota Selatan, Gorontalo. Ada julukan tersendiri untuk rumah adat ini dari masyarakat Gorontalo yaitu yiladia dulohupa lo ulipu hulondhalo. Bentuk dari rumah ini berupa rumah panggung yang bertujuan untuk menghindari banjir. Uniknya, setiap bagian-bagian rumah dulohupa menggambarkan tubuh manusia.
Baca juga: 5 Alat Musik Gorontalo
Pada bagian atap menyimbolkan kepala, badan rumah menyimbolkan badan, dan tiang penyangga menyimbolkan kaki manusia. Atap rumah berbentuk pelana atau segitiga bersusun dua dan dibuat dari susunan jerami.
Susunan pertama menggambarkan kepercayaan masyarakat Gorontalo terhadap Tuhan, sedangkan susunan atap yang kedua menggambarkan kepercayaan masyarakat kepada adat istiadat yang berlaku.
Pada bagian puncak atap pernah diberi talapua atau kayu bersilang yang berfungsi untuk menangkan energi jahat. Akan tetapi, saat ini talapua sudah dihilangkan mengingat masyarakat Gorontalo yang kebanyakan sudah beragama Islam. Kemudian, pada bagian ruang tengah atau bagian badan rumah tidak begitu banyak sekat, sehingga lebih kepada ruang terbuka.
Dalam hal tiang penyangga atau pilar, rumah adat Gorontalo ini punya 3 jenis pilar utama, pilar depan, dan pilar dasar. Pilar utama disebut dengan wolihi merupakan tiang yang memanjang dari tanah hingga rangka atap. Pilar ini mempunyai simbol kesatuan antara Kerajaan Gorontalo dan Limboto.
Pilar berikutnya berupa pilar depan yang memanjang dari tanah hingga rangka atap seperti pada pilar utama. Namun, jumlahnya ada 6 buah yang melambangkan sifat atau ciri utama masyarakat Gorontalo. Pilar terakhir yaitu pilar dasar jumlahnya hingga 32 buah yang melambangkan 32 arah mata angin.
Beralih ke bagian tangga, rumah adat dulohupa umumnya mempunyai jumlah anak tangga 5 atau 7. Jumlah tersebut mengandung filosofi tersendiri, 5 anak tangga melambangkan rukun Islam dan 5 filosofi orang Gorontalo. Sementara itu, 7 anak tangga melambangkan tingkatan hawa nafsu manusia.
Secara fungsi, rumah adat dulohupa digunakan sebagai tempat musyawarah para keluarga kerajaan. Lalu, dipakai pula sebagai tempat sidang untuk para masyarakat yang mengkhianati kerajaan. Untuk saat ini, rumah adat ini dipakai sebagai pagelaran upacara adat seperti upacara pernikahan dan upacara kebudayaan.
Disamping itu, rumah adat dulohupa juga sudah dijadikan sebagai salah satu warisan budaya yang dimiliki oleh Gorontalo. Banyak warga yang kemudian mengunjungi lokasi rumah adat Gorontalo ini sebagai ajang wisata budaya.
Rumah Adat Bantayo Poboide
Rumah adat Gorontalo yang juga cukup khas dengan kebudayaan Gorontalo adalah bantayo poboide. Secara arti, ‘bantayo’ diartikan sebagai bangsal atau balai dan ‘poboide’ diartikan sebagai berbicara. Fungsi rumah adat bantayo poboide tak jauh beda dengan rumah adat dulohupa yaitu sebagai tempat musyawarah, upacara adat, penerimaan tamu pemerintahan, pesta pernikahan adat, kegiatan keagamaan, dan kegiatan sosial.
Bentuknya juga berupa panggung sama dengan rumah dulohupa. Bagian bawahnya berupa kolong yang disebut dengan tahuwa. Dulu, tahuwa digunakan sebagai tempat menenun dan menyimpan alat untuk bertani.
Bentuk rumah panggung ini sebenarnya punya keunggulan dari segi sirkulasi udara yang lebih bagus. Ini dikarenakan bentuk rumah panggung mampu mempermudah gerakan angin. Sehingga, udara panas di dalam rumah bisa digantikan dengan udara yang lebih segar dari luar rumah.
Bahan yang dipakai untuk membuat rumah bantayo poboide dalam masa lampau masih bahan alami seperti kayu nangka. Kayu nangka ini dipilih karena lebih tahan lama dan membuat hawa rumah lebih nyaman.
Pada tahun 1985, rumah bantayo poboide kembali dibangun lagi, tetapi nilai-nilai khas kebudayaan masih tetap dipertahankan. Dari segi bahan, memang sudah diganti yaitu menggunakan kayu hitam dan merah yang ada di hutan Gorontalo.
Secara keseluruhan, ruangan-ruangan yang ada di rumah adat Gorontalo ini terbagi menjadi 5 bagian. Bagian pertama adalah serambi luar atau depan, bagian kedua adalah ruang tamu, bagian ketiga adalah ruang tengah, bagian keempat adalah ruang dalam, dan bagian terakhir adala ruang belakang.
Serambi pada rumah adat bantayo poboide sebenarnya tak hanya ditemukan di bagian depan saja. Pada bagian samping dan belakang rumah juga dilengkapi dengan serambi yang dipakai untuk berbagai keperluan. Beralih ke ruang tamu, sesuai dengan namanya, ruang ini dipakai untuk menerima tamu dengan bentuk memanjang dan dilengkapi kamar masing-masing di bagian ujung kanan dan kiri.
Ruang ketiga yang berupa ruang tengah juga dilengkapi dengan dua buah kamar dan keduanya terletak di bagian kiri. Ruangan ini bisa dikatakan sebagai ruang paling luas di antara ruangan lainnya.
Ruangan selanjutnya berupa ruang dalam dengan luas yang sama dengan ruang tamu. Ruangan dalam ini dilengkapi pula dengan kamar yang posisinya ada di bagian kanan dan kiri. Di ruangan dalam juga terdapat pintu yang menghubugkan langsung ke arah serambi samping.
Ruang terakhir adalah ruang belakang yang terdiri dari dapur, kamar mandi, serta kamar-kamar dengan ukuran kecil. Setiap ruangan di ruang terakhir berderet memanjang dan pada bagian kanan serta kiri rumah dilengkapi dengan pintu yang menuju ke serambi samping rumah.
Rumah Adat Gobel
Rumah adat Gobel termasuk rumah adat Gorontalo yang tidak banyak dibahas. Rumah adat ini diketahui dulunya adalah milik keluarga Kerajaan Gobel. Saat ini, rumah adat ini masih ada di Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango.
Meskipun dulunya dipakai sebagai tempat tinggal kerajaan, sekarang ini rumah adat gobel dipakai sebagai acara resmi pemerintahan ataupun berhubungan dengan musyawarah seperti Musyawarah Besar Rakyat Bolango II.
Rumah Adat Ma’lihe atau Potiwaluya
Berbeda dengan dua rumah adat sebelumnya yang berfungsi sebagai tempat bermusyawarah atau hal lain yang berhubungan dengan adat, rumah adat ma’lihe atau potiwaluya dipakai sebagai tempat tinggal masyarakat Gorontalo. Nama ma’lihe dalam bahasa Gorontalo ini diartikan sebagai mahligai.
Dalam hal bentuk juga masih berupa rumah panggung seperti rumah adat Gorontalo lainnya. Bagian atap dari samping berupa jajar genjang dan bagian depan seperti segitiga. Untuk bahan pembuatan atapnya dibuat dari jerami dan dindingnya dibuat dari bambu.
Ruangan di rumah ini juga bisa dikatakan lengkap seperti halnya rumah tempat tinggal pada umumnya. Terdapat serambi, ruang tamu, kamar tidur, dapur, dan kamar mandi. Pembangunan rumah adat ma’lihe harus sesuai dengan aturan adat Gorontalo. Misalnya saja, dalam hal pembagian kamar, anak laki-laki harus diletakkan di kamar bagian depan dan anak perempuan di kamar bagian belakang.
Kemudian, posisi kamar pun diharuskan berjejer ke belakang karena mempunyai nilai filosofis kalau setiap orang yang merantau ke luar Gorontalo akan tetap kembali pulang. Disamping itu, arah kamar juga disarankan mengikuti aliran sungai karena bisa mendatangkan rezeki lebih.
Posisi dapur pun diatur dan harus dipisahkan dari bangunan rumah utama. Menurut masyarakat Gorontalo, dapur adalah bagian paling belakang yang mana tidak bisa dimasuki oleh tamu, sehingga ketika tamu berkunjung tidak boleh melebihi jembatan yang menghubungkan rumah dengan dapur.
Selain aturan mengenai penempatan ruangan atau posisi rumah, dalam hal penerimaan tamu juga diatur. Tamu laki-laki yang berkunjung harus ditemui di bagian teras dan serambi saja. Sedangkan, untuk tamu wanita diperbolehkan masuk ke dalam ruang tamu. Aturan ini disesuaikan dengan syariat Islam.
Baca juga: 13 Suku Sulawesi
Pemahaman Akhir
Gorontalo memiliki berbagai macam rumah adat dengan bentuk dan fungsi yang berbeda. Rumah adat tersebut dipengaruhi oleh berbagai kerajaan yang pernah ada di Gorontalo pada masa lampau, seperti Kerajaan Gorontalo dan Kerajaan Limboto.
Salah satu rumah adat khas Gorontalo adalah Rumah Adat Dulohupa yang berbentuk rumah panggung dengan ciri khas menggambarkan tubuh manusia. Rumah ini digunakan sebagai tempat musyawarah dan upacara adat. Rumah Adat Bantayo Poboide juga memiliki bentuk rumah panggung dengan sirkulasi udara yang baik. Fungsinya mirip dengan rumah adat Dulohupa, digunakan untuk berbagai kegiatan adat dan penerimaan tamu.
Selain itu, terdapat pula Rumah Adat Gobel yang dulunya milik keluarga Kerajaan Gobel, dan saat ini digunakan untuk acara resmi pemerintahan dan musyawarah. Sedangkan Rumah Adat Ma’lihe atau Potiwaluya digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat Gorontalo dan memiliki aturan tertentu dalam pembangunannya, seperti penempatan kamar dan dapur sesuai dengan adat dan filosofi Gorontalo.
Variasi rumah adat Gorontalo ini merupakan bagian dari kekayaan budaya daerah tersebut. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal, rumah-rumah adat ini juga menjadi simbol identitas dan warisan budaya yang perlu dilestarikan dan dijaga agar tetap melekat dalam kehidupan masyarakat Gorontalo.
Demikian penjelasan untuk rumah adat Gorontalo yang berupa rumah dulohupa hingga rumah ma’lihe atau potiwaluya. Setiap rumah adat tersebut mempunyai fungsi yang berbeda dan pastinya juga keunikan yang berbeda-beda. Untungnya, rumah-rumah adat tersebut telah dijadikan sebagai bagian dari warisan budaya, sehingga bisa dikunjungi sebagai bentuk wisata budaya.
Referensi:
Kasdar. 2018. Arsitektur Benteng dan Rumah Adat Sulawesi Utara. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
kebudayaa.kemdikbud.go.id