Mendengar nama suku Baduy, mungkin beberapa orang akan terpikirkan akan wilayah Banten. Hal tersebut dikarenakan wilayah Banten memang menjadi daerah yang ditinggali oleh suku Baduy. Masyarakat suku Baduy dalam kegiatan sehari-hari masih menjunjung nilai kebudayaan yang begitu kental. Misalnya saja dalam hal rumah adatnya yang masih tradisional.
Sebagai salah satu ikon rumah adat Banten, rumah adat suku Baduy menjadi menarik untuk dibahas. Mari simak penjelasan mengenai rumah adat suku Baduy dari ciri khasnya hingga konsep bangunannya berikut.
Daftar Isi
Sulah Nyanda
Sulah nyanda merupakan nama rumah adat Banten khususnya suku Baduy. Nyanda dalam bahasa Sunda mempunyai arti sikap bersandar yang tidak lurus. Ini merujuk pada bentuk atap dari rumah adat Baduy. Selain sulah nyanda, rumah adat Baduy ini juga punya julukan lain yaitu Imah.
Secara keseluruhan, rumah adat sulah nyanda menggambarkan kesederhanaan seperti halnya sifat yang identik dengan masyarakat Baduy. Dalam hal pembangunannya pun, masyarakat suku Baduy masih menjunjung tinggi nilai gotong royong.
Oleh karenanya, ketika ada salah satu masyarakat yang membuat rumah, maka masyarakat Baduy akan berbondong-bondong saling membantu. Adapun secara fungsi, sulah nyanda dipakai oleh masyarakat suku Baduy sebagai tempat tinggal. Tentunya, tempat tinggal tersebut dijadikan sebagai tempat berlindung dan mencari keamanan.
Baca juga: 10 Alat Musik Banten
Ciri Khas Sulah Nyanda
Setiap rumah adat pastinya punya ciri khas yang membuatnya berbeda baik itu dari segi bangunannya, materialnya, maupun hal lainnya. Sulah nyanda pun sebagai rumah adat Banten juga punya ciri khasnya tersendiri seperti di penjelasan berikut.
- Rumah sulah nyanda dibuat dengan model rumah panggung yang membuatnya tidak langsung bersentuhan dengan tanah. Tujuan pembuatan bentuk ini digunakan untuk menghindari banjir atau sebagai perlindungan diri dari hewan buas yang bisa datang sewaktu-waktu.
- Sebagai penyangga, digunakan batu yang dibuat untuk menopang tiang. Sehingga, tiang tidak serta merta ditancapkan secara langsung ke tanah.
- Material yang dipakai untuk pembangunan rumah secara keseluruhan terbuat dari bahan alami seperti kayu.
- Sementara itu, untuk bagian atapnya lebih sering menggunakan ijuk dan daun kelapa.
- Bagian atap terbagi menjadi dua yaitu atap bagian kanan dan kiri. Atap bagian kiri umumnya lebih panjang bila dibandingkan dengan atap yang kanan.
- Tidak ada jendela satu pun yang bisa ditemukan di sulah nyanda.
- Pada bagian lantainya menggunakan potongan bambu yang ditata sedemikian rupa.
Ciri khas yang ada tersebut membuktikan kalau rumah adat Banten ini begitu kental akan nilai tradisional. Dari segi bahan pun lebih memilih bahan yang berhubungan dengan alam menunjukkan kalau masyarakat Baduy ingin memanfaatkan sumber daya alam dengan baik.
Bagian-Bagian Sulah Nyanda
Pembagian ruangan dalam tempat tinggal tentunya akan memudahkan pemilik rumah untuk mengorganisasikan rumah mereka. Sulah nyunda juga mempunyai pembagian ruangannya sendiri ke dalam 3 bagian penting yaitu sosoro, tepas, dan ipah.
Sosoro merupakan bahasa Sunda untuk teras atau serambi. Ruangan ini biasanya dijadikan sebagai tempat menerima tamu, tempat bermain anak, dan tempat bercengkerama dengan keluarga atau masyarakat lain. Letak dari sosoro ini ada di bagian selatan rumah.
Selanjutnya, terdapat bagian yang disebut dengan tepas yang letaknya ada di bagian samping rumah dengan bentuk yang memanjang ke belakang rumah. Biasanya ruangan ini dipakai untuk ruang keluarga. Ruangan tepas ini juga bersambung dengan ruangan sosora dan membentuk huruf L.
Bagian yang ketiga disebut dengan ipah yang letaknya ada di bagian paling belakang. Fungsinya adalah sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan makanan seperti beras dan jagung. Lalu, tempat ini juga difungsikan untuk memasak atau bisa dikatakan sebagai dapur.
Baca juga: 12 Suku di Jawa
Arsitektur Sulah Nyanda
Pondasi rumah adat Banten berupa batu besar utuh yang diambil dari wilayah sekitar. Batu tersebut sengaja tidak dipecah dan tidaklah di tanam ke dalam tanah, melainkan hanya dipakai sebagai landasan tiang penyangga. Kemudian, tiang dari sulah nyanda dibuat dari bahan kayu yang sambungannya tidak menggunakan paku sama sekali. Hanya mengandalkan purus dan coak yang juga diperkuat dengan sistem pasak.
Untuk rangka lantainya, sulah nyanda menggunakan rangka bambu dan ditutup dengan pecahan bambu yang diratakan. Terkadang lantai rumah juga dilengkapi dengan tikar pandan yang dibentangkan sebagai alas duduk.
Pada bagian dinding, bahan yang dipakai juga berupa bambu yang dianyam dan diberikan motif kepang. Dinding bagian atas anyamannya dibuat sedikit longgar, sedangkan bagian bawahnya lebih rapat lagi. Selain motif anyam kepang, dinding rumah juga kerap menggunakan motif anyam vertikal.
Beralih ke bagian atap, rangka atap dari rumah adat Banten milik suku Baduy ini umumnya menggunakan kayu. Tetapi, untuk bagian rangka penutupnya terbuat dari bambu dan ditutup kembali dengan anyaman daun nipah.
Dalam pembangunan rumah, masyarakat Baduy biasanya akan lebih dulu mengumpulkan seluruh bahan yang dibutuhkan. Ketika semua bahan sudah terkumpul, maka proses pembangunan rumah akan segera dimulai dengan bergotong-royong. Dengan bergotong royong, tentu proses pembuatan rumah jadi lebih cepat dan tidak membutuhkan waktu yang cukup lama.
Konsep Bangunan Sulah Nyanda
Secara keseluruhan, konsep bangunan rumah sulah nyanda menggunakan konsep ekologis. Hal tersebut bisa dilihat dari bahan yang dipakai dan konstruksi rumah. Misalnya untuk patokan arahnya, masyarakat Baduy menggunakan patokan Barat dan Selatan yang bisa memudahkan cahaya matahari dan angin masuk ke dalam rumah.
Sistem drainase yang dibuat oleh masyarakat Baduy tergolong sangat alami pula. Mereka tidak membuat sistem secara khusus, melainkan hanya menyusun batu kali di sekeliling rumah. Dengan demikian, nantinya akan menghalangi tanah yang ada di bawah bangunan supaya tidak mudah tergerus. Sistem drainase ini bertujuan untuk membuat air meresap ke dalam tanah lagi.
Dalam hal mengukur dimensi bangunan, masyarakat Baduy juga menggunakan cara yang unik dan berbeda. Cara mengukur dimensi rumah biasanya akan melibatkan tubuh dari pemilik rumah.
Ketika menentukan lebar pintu, digunakanlah tubuh kepala keluarga yang berdiri dengan sikap bertolak pinggang. Lalu, saat mengukur tinggi pintu, maka akan diukur pula oleh tinggi kepala keluarga dengan telapak tangan yang ditaruh di bagian atas kepala.
Untuk ukuran rumah adat Banten ini tidak bisa disamakan, mengingat lahan yang dibutuhkan untuk membangun rumah juga sudah semakin terbatas. Disamping itu, saat akan membangun rumah sulah nyanda, masyarakat Baduy harus meminta izin terlebih dulu dengan tetua adat. Perizinan ini juga berhubungan dengan posisi menghadap rumah yang memang akan ditentukan oleh aturan adat.
Dari segi pola pemukiman, pemukiman rumah sulah nyanda lebih ke arah jenis perumahan klaster. Maksud dari pemukiman klaster ini adalah rumah-rumah masyarakat terpusat dalam suatu wilayah yang diberi batasan. Batasan tersebut untuk menentukan wilayah pemukiman dengan hutan.
Baca juga: Pakaian Adat Banten
Pemahaman Akhir
Rumah adat suku Baduy, yang disebut sulah nyanda atau imah, merupakan rumah adat khas wilayah Banten. Rumah ini mencerminkan kesederhanaan dan nilai kebudayaan yang kuat di kalangan masyarakat Baduy. Rumah adat ini dibuat dengan model panggung untuk menghindari banjir dan melindungi diri dari hewan buas.
Ciri khas sulah nyanda meliputi penggunaan bahan alami seperti kayu dan ijuk untuk atap. Tiang rumah menggunakan batu dan kayu dengan sambungan yang kuat tanpa menggunakan paku. Atap dibagi menjadi dua bagian yang berbeda panjang. Tidak ada jendela pada rumah ini, dan lantainya menggunakan potongan bambu yang ditata rapi.
Rumah sulah nyanda terdiri dari tiga bagian utama: sosoro (teras), tepas (ruang keluarga), dan ipah (dapur). Pembangunan rumah adat ini melibatkan gotong royong dari masyarakat Baduy, yang merupakan bagian penting dari budaya mereka.
Arsitektur sulah nyanda sangat ekologis dengan memperhatikan tata letak dan sirkulasi alami cahaya dan angin. Sistem drainase juga sederhana, dengan mengandalkan susunan batu kali di sekeliling rumah. Pemilihan dimensi rumah dilakukan dengan menggunakan ukuran tubuh kepala keluarga sebagai patokan.
Setiap pembangunan rumah sulah nyanda harus mendapatkan izin dari tetua adat dan posisi rumah harus sesuai dengan aturan adat. Pola pemukiman masyarakat Baduy bersifat klaster, dimana rumah-rumah mereka terpusat dalam wilayah dengan batasan tertentu.
Rumah adat suku Baduy ini merupakan cerminan kuatnya nilai-nilai budaya dan tradisi yang dijaga oleh masyarakat mereka. Dengan tetap mempertahankan rumah adat sulah nyanda, suku Baduy berusaha melestarikan warisan leluhur mereka dan meneruskan identitas budaya mereka kepada generasi berikutnya.
Itu tadi rumah adat Banten yang asli dimiliki oleh suku Baduy dengan nama sulah nyanda. Nilai-nilai tradisional yang masih begitu kental di rumah adat sulah nyanda membuat rumah ini begitu berciri khas. Saat ini, rumah ini pun masih dapat ditemukan di wilayah Banten, tepatnya di wilayah tempat tinggal masyarakat Baduy.