Perspektif Realisme dan Liberalisme dalam Hubungan Internasional

Ilmu hubungan internasional diketahui mulai muncul di akhir perang dunia I. Munculunya disiplin ilmu ini merupakan bentuk reaksi masyarakat internasional akan perlunya studi yang mempelajari interaksi antar negara. Dalam awal kemunculan, ada dua perspektif dominan, yaitu realisme dan liberalisme yang keduanya akan dibahas dalam uraian berikut ini.

Perspektif Realisme

Perspektif Realisme
Sumber: macrovector on Freepik

Salah satu perspektif yang mendominasi ilmu hubungan internasional pada awal perkembangannya adalah perspektif realisme. Perspektif ini memandang bahwa hubungan internasional cenderung konfliktual, dan seringkali penyelesaian masalah melibatkan penggunaan kekuatan militer.

Dalam pandangan realisme, negara-negara akan melakukan segala cara untuk memaksimalkan kepentingan nasional mereka, bahkan jika itu berarti harus menggunakan kekuatan militer dalam perang. Beberapa tokoh terkenal dalam perspektif realisme termasuk Thucydides, Machiavelli, Hobbes, Morgenthau, E.H. Carr, Federick Schuman, dan Reinhold Niebuhr.

Kaum realis meyakini bahwa negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional, dan aktor lainnya dianggap kurang penting. Mereka percaya bahwa dalam sistem internasional, terdapat anarki di mana tidak ada otoritas pusat yang dapat mengatur perilaku negara-negara. Oleh karena itu, setiap negara berkompetisi untuk mencapai kepentingannya sendiri.

Dalam pandangan realisme, kelangsungan dan keamanan negara menjadi tanggung jawab utama negara itu sendiri. Oleh karena itu, kaum realis biasanya skeptis terhadap peran organisasi internasional seperti Liga Bangsa-Bangsa dalam menjaga keamanan dan kelangsungan negara mereka.

Selain itu, kaum realis juga menganggap bahwa keseimbangan kekuatan (Balance of Power) adalah kunci untuk mencapai perdamaian. Mereka meyakini bahwa perdamaian akan terwujud ketika tidak ada satu kekuatan atau negara yang mendominasi sistem internasional, sehingga negara-negara harus saling menyeimbangkan untuk mencegah dominasi satu pihak.

Perspektif Liberalisme

Selain realisme, liberalisme juga merupakan perpekstif ilmu hubungan internasional yang dominan. Tokoh-tokoh dari kaum liberalis adalah Immanuel, Woodrow Wilson, dan John Locke. Berkebalikan dengan realisme, liberalisme memandang positif sifat manusia.

Pada dasarnya sifat manusia adalah baik, rasional, dan mampu bekerjasama. Kaum liberalis juga percaya bahwa hubungan internasional bersifat kooperatif, bukan konfliktual. Negara pada dasarnya dibentuk oleh manusia sehingga tak heran jika negara memiliki sifat dasar seperti manusia.

Kaum liberal beranggapan bahwa sifat rasional yang ada pada manusia dapat dipakai dalam mengatasi masalah-masalah di dalam hubungan internasional. Kaum liberal tidak menutup kemungkinan bahwa manusia akan mementingkan kepentingannya.

Namun, kepentingan-kepentingan tersebut dapat dilibatkan dalam berbagai tindakan yang kooperatif dan kolaboratif secara nasional maupun internasional. Pada akhirnya, tindakan tersebut dapat memberikan manfaat bagi orang di dalam negeri maupun di luar negeri.

Perspektif liberalisme dapat dirasakan ketika Presiden Amerika,  Woodrow Wilson membuat visi untuk menciptakan perdamaian dunia yang biasa disebut “safe for democracy”. Visi ini mendorong lahirnya Liga Bangsa-Bangsa. Liga Bangsa-bangsa adalah organisasi internasional yang memiliki tujuan untuk memelihara perdamaian dunia dan mencegah timbulnya perang.

LBB disebut sebagai contoh nyata dari perspektif liberalisme ketika negara-negara bergabung dan bekerjasama untuk dapat mengatasi permasalahan internasional. LBB diharapkan mampu menciptakan keamanan dan perdamaian dunia.

Masalah-Masalah Internasional yang Menjadi Penyebab Kegagalan LBB

Masalah-Masalah Internasional yang Menjadi Penyebab Kegagalan LBB
Sumber: rawpixel.com on Freepik

Namun dalam pelaksanaannya, LBB belum mampu menjaga perdamaian karena masalah-masalah internasional tidak teratasi dengan baik. Masalah-masalah internasional yang menjadi penyebab kegagalan LBB, yaitu:

  1. Pelucutan senjata tidak berjalan dengan baik. Pada kenyataannya persenjataan semakin maju, terutama negara-negara kuat, seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet (sekarang menjadi Rusia).
  2. Pada tahun 1932, Jepang keluar dari LBB karena menolak kesepakatan untuk mengembalikan Manchuria kepada China.
  3. Pada tahun 1935, terjadi perang antara Italia dan Ethiopia. Italia telah diperintah LBB untuk keluar dari Ethiopia, namun perintah ini ditolak. Pada akhirnya, 50 negara anggota LBB memutuskan hubungan diplomatik dengan Italia berdasarkan keputusan LBB. Walaupun begitu, Italia tetap menduduki Etiophia.

Berbagai permasalahan antar negara yang muncul tidak dapat diatasi dengan baik oleh LBB. Akibatnya, tujuan LBB untuk menciptakan perdamaian dunia gagal dilaksanakan. Puncak kegagalan LBB adalah pecahnya perang dunia II pada September 1939.

Kegagalan LBB membuat kaum realis mengeluarkan kritik atas asumsi-asumsi kaum liberal. Bagi kaum realis, LBB tidak mampu mewujudkan impian kaum liberal. Pada masa ini, realisme menjadi teori yang paling dominan karena mampu menjelaskan fenomena global yang terjadi.

Akhirnya asumsi realisme yang mengatakan bahwa sistem internasional bergantung pada anarki internasional terbukti dengan pecahnya perang dunia II. Pada dasarnya, negara-negara berdaulat tidak akan  mempercayakan negaranya kepada kekuatan yang lebih besar demi keamanan global. Asumsi ini diyakini oleh kaum realis akan tidak pentingnya organisasi internasional yang memiliki kekuatan lebih di atas negara.

Perbedaan Asumsi Dasar Liberalisme dan Realisme

LiberalismeRealisme
Sifat manusia pada dasarnya baik dan rasionalSifat manusia egois, rakus
Mengakui aktor lain selain negara, seperti organisasi internasionalNegara adalah aktor utama
Menyelesaikan masalah dengan bekerjasamaMenyelesaikan masalah dengan perang
Mencakup Isu yang luas seperti ekonomi internasional, Hak Asasi Manusia, Hukum Internasional, dan lain-lainIsu kepentingan nasional dan kekuatan militer

Kesimpulan

Ilmu hubungan internasional memiliki pendekatan-pendekatan teori yang dinamis. Pendekatan teori-teori tersebut bergantung pada situasi global yang terjadi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, perspektif liberalisme erat kaitannya saat LBB didirikan. Namun saat LBB gagal menjalankan visinya untuk menjaga perdamaian dunia, kritikan dari kaum realis mengalir untuk menanggapi asumsi kaum liberal yang terlalu utopis.

Jadi, demikianlah penjelasan mengenai dua perspektif yang mendominasi hubungan internasional di awal kemunculannya. Kedua perspektif tersebut memang sangat bertolak belakang sehingga keduanya cukup menimbulkan pertentangan satu sama lain.


Sumber:

Jackson, R., & Sorensen, G. (1999). Introduction to International Relations. Oxford University Press.

Hadi, S., & Adlin, A. (2008). Third debate dan kritik positivisme ilmu hubungan internasional. Jalasutra.

Richard, K. S. “The Leage of Nations. (2015). Diakses pada tanggal 15 Januari 2017 dari https://www.thoughtco.com/the-league-of-nations-1435400.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Wasila

Lulusan Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat ini berkecimpung di dunia penerjemahan. Disela-sela kesibukan menerjemah, juga menulis artikel dengan berbagai topik terutama berhubungan dengan kebudayaan.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *