Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinannya sendiri. Gaya ini dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dari organisasi. Tidak ada satu gaya kepemimpinan yang cocok diterapkan pada semua organisasi. Gaya kepemimpinan harus dipilih yang paling tepat dan paling sesuai.
Gaya kepemimpinan yang sesuai tentu akan menguntungkan berbagai pihak. Dari segi pemimpin, dari bawahan, serta bagi tujuan organisasi. Jika sesuai, tentunya tujuan dari organisasi akan tercapai dengan baik.
Tidak hanya bagi tujuan organisasi, hal ini juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Tentu hasilnya pun berbeda – beda. Di artikel kali ini, akan membahas bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.
Inilah pengaruhnya terhadap kinerja karyawan:
Daftar Isi
- 1 Gaya Kepemimpinan Coaching
- 2 Gaya Kepemimpinan Demokratis
- 3 Gaya Kepemimpinan Otoriter
- 4 Gaya Kepemimpinan Visionaris
- 5 Gaya Kepemimpinan Affiliative
- 6 Gaya Kepemimpinan Pacesetting atau Delegatif
- 7 Gaya Kepemimpinan Karismatik
- 8 Gaya Kepemimpinan Transaksional
- 9 Gaya Kepemimpinan Birokrasi
- 10 Gaya Kepemimpinan Partisipatif
- 11 Pengaruh Gaya Kepemimpinan tidak Terlihat Instan
Gaya Kepemimpinan Coaching
Seperti namanya, gaya kepemimpinan coaching mengedepankan pemimpin melakukan pembimbingan terhadap karyawan. Bukan mendikte untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan aturan organisasi.
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini akan membimbing karyawannya untuk melakukan sesuatu. Supaya karyawan dapat menjadi pribadi dan pekerja yang baik. Sehingga, kualitas diri karyawan meningkat dan dapat memberikan kontribusi yang baik bagi organisasi.
Selain itu, dengan gaya kepemimpinan ini, karyawan akan terbantu dalam melakukan pekerjaan dalam organisasi. Fokus pada kemampuan masing – masing karyawan akan membantu terlaksananya gaya kepemimpinan ini. Pemimpin pun juga harus meningkatkan dan mengasah kemampuan supaya karyawan dapat bekerja lebih optimal.
Contoh penerapan adalah pada perusahaan atau pemerintahan. Yaitu dari atasan kepada karyawan baru yang bekerja. Di sini, atasan akan mengajari karyawan baru melakukan pekerjaan yang akan menjadi tugas karyawan tersebut.
Tokoh paling terkenal adalah Mark Zuckerberg. Dimana Mark hanya memilih karyawan dengan sikap yang sesuai dengan Facebook, dan memberikan mereka pelatihan intensif ketika awal bergabung dengan Facebook.
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Seperti Indonesia, gaya kepemimpinan ini juga diterapkan pada organisasi. Dimana, dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin akan mempertimbangkan masukan dari karyawannya. Gaya ini cocok digunakan ketika pemimpin yakin mengenai keputusan yang akan diambil, sehingga kemudian meminta masukan dari para karyawan.
Tentu ini sangat baik karena melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Pengaruh terhadap karyawan, karyawan merasa didengar dan merasa menjadi bagian penting bagi perusahaan. Serta, keputusan yang diambil nantinya akan lebih adil, karena berdasarkan pada masukan dari karyawan.
Gaya kepemimpinan demokratis diterapkan oleh pemimpin Indonesia. Dimana, dalam pelaksanaan peraturan ketatanegaraan, Indonesia melibatkan rakyat melalui wakil rakyat dalam pembuatan keputusan. Salah satu contoh kegiatan demokratis adalah ketika pemilihan umum yang dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang telah memenuhi syarat.
Dalam dunia perusahaan ada Carlos Ghosn, CEO Renault & Nissan, yang selalu berusaha memiliki karyawan dari latar belakang yang beragam. Ia juga selalu melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Karena baginya, keberagaman justru memperkaya dan memperkuat pengambilan keputusan dalam perusahaan.
Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter mengharuskan bawahan untuk patuh secara maksimal atas semua perintah dari pemimpin. Masukan dari bawahan tidak akan diperhitungkan, semua perintah berasal dari pemimpin.
Baca juga: Kepemimpinan dalam Organisasi
Otoriter lebih cocok digunakan saat keadaan sedang genting, yang mana mengharuskan pemimpin untuk benar – benar tangguh supaya perintah dapat dilaksanakan dengan baik.
Pengaruhnya pada bawahan, yaitu bawahan akan lebih tertekan. Mereka akan melakukan tugas dengan terpaksa karena merasa takut melawan pemimpin. Serta dapat memunculkan kelompok – kelompok bawahan yang memberontak, sehingga dapat menimbulkan konflik.
Contohnya adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Hitler. Dimana, rakyat harus tunduk pada apa yang diperintahkan Hitler. Jika ada yang memberontak, secara tidak langsung berarti telah menantang Hitler. Selain itu ada Hisao Tanaka, CEO Toshiba yang dikenal sebagai pemimpin yang menerapkan sistem diktator.
Gaya Kepemimpinan Visionaris
Hampir sama seperti gaya kepemimpinan coaching, dimana mengharuskan pemimpin untuk dapat menggerakkan seluruh karyawan pada tujuan dan arah yang sama. Tidak hanya mengenai bagaimana tujuan dapat tercapai, tapi juga menumbuhkan kesepahaman bersama tentang arah tujuan tersebut berjalan.
Gaya visionaris tepat bagi organisasi yang membutuhkan arah atau terobosan baru dalam siklus hidup organisasi atau perusahaan. Pemimpin dengan gaya ini akan memberikan ruang gerak bagi karyawan.
Pengaruhnya, karyawan dapat mencoba berbagai hal dan metode yang baru untuk mencapai tujuan perusahaan. Kegagalan yang terjadi karena metode baru tersebut tidak dianggap sebagai kesalahan, namun sebagai pembelajaran. Sehingga, karyawan tidak takut untuk melakukan dan mengusulkan metode baru untuk tujuan organisasi. Karyawan pun akan lebih kreatif memberikan ide – ide baru bagi organisasi.
Contoh pemimpin yang menerapkannya adalah Steve Jobs. Dimana, Steve Jobs dapat menemukan solusi dari setiap permasalahan yang menyebabkan Apple menjadi trend-setter di pasarnya. Selain itu, di perusahaan ini juga membebaskan karyawan untuk menyalurkan ide – ide demi kemajuan perusahaan.
Gaya Kepemimpinan Affiliative
Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan affiliative ini berlaku sebagai penghubung dalam lingkungan organisasi. Dan berupaya untuk menjadi jembatan antara berbagai pihak dan kepentingan. Tujuannya, untuk membangun suasana organisasi yang lebih kondusif dan optimal. Sehingga, kinerja karyawan pun akan lebih optimal.
Dalam organisasi, tentu akan terjadi selisih paham atau ketidak cocokan, baik antar individu atau pun antar kepentingan. Yang mana ketidak cocokan ini harus segera diatasi sehingga tidak berlarut – larut.
Pengaruh gaya kepemimpinan affiliative ini akan sangat terlihat dimana pemimpin dapat menjadi jembatan antara pihak yang berselisih. Tujuannya tidak hanya untuk mencapai kesepakatan bersama. Tapi yang terpenting, pihak – pihak yang berselisih dapat bekerja kembali dengan lebih efektif. Selain itu, supaya fokus pekerjaan tetap sama untuk tujuan organisasi.
Pemimpin yang menerapkannya adalah Nelson Mandela. Dimana, ia rela berkorban demi rakyatnya. Begitu juga dengan Bill Gates, yang dikenal sebagai pemimpin yang tidak hanya fokus pada dirinya sendiri, namun juga pada kemajuan karyawannya.
Gaya Kepemimpinan Pacesetting atau Delegatif
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan pacesetting ini telah memiliki tujuan yang jelas, yang mana harus dicapai bagaimana pun caranya. Oleh karena itu, pemimpin memerlukan dukungan penuh dari karyawan dan karyawan harus berpartisipasi secara penuh untuk mencapai tujuan tersebut.
Gaya kepemimpinan ini dapat memberikan pengaruh positif dan negatif bagi karyawan. Pengaruh positifnya, individu dapat bekerja dengan padu. Melakukan pekerjaan sesuai dengan satu tujuan sama yang sudah ditetapkan oleh pemimpin. Hasil yang diperoleh pun akan maksimal dengan gaya ini. Yang terpenting, pemimpin dan karyawan dapat bekerja dengan baik hingga tujuan tercapai.
Sisi negatifnya, yaitu risiko yang ditanggung cukup berat. Karyawan dapat mundur dari organisasi karena kurang motivasi dan antusiasme. Karena merasa harus melaksanakan tujuan organisasi saja tanpa dapat mengutarakan ide.
Contoh pemimpin yang menerapkannya adalah Jeff Bezos, dimana Jeff dikenal sangat mengutamakan konsumen yang menganggap bahwa konsumen adalah raja. Bahkan, di tahun 1999, Amazon memiliki 500 karyawan khusus yang menjawab email dan harus menjawab 12 email setiap menit.
Gaya Kepemimpinan Karismatik
Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang memiliki karisma dalam menjalankan kepemimpinannya. Pemimpin tipe ini dapat menggerakkan bawahannya secara alami untuk mencapai targetnya. Dan bawahannya pun dengan senang hati melakukan apa yang diperintahkan sang pemimpin.
Ir. Soekarno, John. F. Kennedy, Warrent Buffet, dan Winston Churchill, adalah contoh para pemimpin yang menerapkan gaya karismatik. Dimana, mereka memiliki daya tarik tersendiri sehingga mampu menggerakkan bawahannya.
Gaya Kepemimpinan Transaksional
Pemimpin transaksional adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin akan memberi imbalan pada bawahannya apabila dapat melaksanakan pekerjaan dengan kualitas yang memuaskan, serta dapat mencapai target.
Gaya kepemimpinan ini biasa ditunjukkan oleh pelatih olahraga. Dimana, para pelatih akan memberikan reward atau imbalan ketika para atlet memenangkan pertandingan.
Gaya Kepemimpinan Birokrasi
Gaya kepemimpinan birokrasi adalah gaya kepemimpinan, dimana pemimpin akan taat dan mengacu pada operasional pekerjaan dan ketentuan yang berlaku. Gaya kepemimpinan ini biasa digunakan oleh para pemimpin daerah atau pusat dalam menjalankan pekerjaannya.
Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif, yaitu dimana pemimpin memberikan ruang kebebasan bagi bawahannya untuk berperan dalam pembuatan keputusan. Salah satu contoh pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan ini adalah Bill Gates. Dimana Bill Gates sendiri sering mendengarkan usulan dari para karyawannya untuk mengembangkan perusahaan yang dipimpinnnay.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan tidak Terlihat Instan
Jika hal itu terjadi, peran dari pemimpin sangat diperlukan. Pemimpin harus terus melakukan apresiasi kepada kinerja karyawan, supaya karyawan tetap termotivasi dan tetap antusias. Bukan semata – mata hanya diminta melakukan tujuan tertentu.
Setiap gaya kepemimpinan memiliki pengaruhnya sendiri bagi karyawan. Pengaruh dari setiap gaya kepemimpinan pun tidak langsung dapat dilihat secara instan. Perlu waktu untuk melihat hasilnya karena proses yang berjalan terus – menerus. Pengaruhnya akan terlihat setelah beberapa waktu berjalan serta setelah datang masalah – masalah dalam proses tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan gaya kepemimpinan dengan pemimpin dan para karyawan. Kondisi, keadaan, dinamika organisasi juga sangat diperlukan. Di sini pun dinilai kemampuan pemimpin dalam tercapainya tujuan orgasisai.
Terkadang, ketika sudah diterapkan satu gaya kepemimpinan, di tengah jalan menghadapi masalah. Berbagai metode penyelesaian masalah dalam gaya kepemimpinan tersebut tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan. Akhirnya, pemimpin mengganti gaya kepemimpinan lain supaya tujuan awal dapat tercapai.
Seperti contohnya, suatu organisasi menerapkan gaya kepemimpinan otoriter. Dimana, pemimpin menerapkan perintah penuh kepada karyawan. Namun di tengah berjalannya pekerjaan, beberapa karyawan tidak puas dan memberontak. Tidak takut lagi kepada pemimpin, sehingga terjadi konflik.
Berbagai penyelesaian masalah dengan metode pada gaya kepemimpinan otoriter tidak dapat dilakukan. Akhirnya, diambil jalur lain dengan mengubah gaya kepemimpinan dan kembali disesuaikan dengan kondisi saat itu. Yang mana, kondisi lebih memungkinkan jika diterapkan gaya kepemimpinan demokratis.
Baca juga: Mengenal Kualitas Pelayanan
Karyawan yang sebenarnya ingin didengarkan suaranya oleh pemimpin, sehingga dapat leluasa mengutarakan pendapat. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan tetap dapat dirubah dengan tidak merubah tujuan perusahaan. Serta, keputusan dapat lebih terbuka karena karyawan dapat ikut menyampaikan ide. Sehingga konflik dapat diselesaikan dan tujuan dapat tercapai.
Itulah pengaruhnya terhadap kinerja karyawan. Semoga membantu!