Sebelumnya Gorontalo adalah bagian dari provinsi Sulawesi Utara, tetapi pada tahun 2000, Gorontalo resmi berdiri sebagai provinsi tersendiri. Meskipun provinsi Gorontalo masih terbilang baru, namun sedari dulu provinsi ini telah dikenal sebagai provinsi yang masih menjunjung kebudayaan dan adat istiadat.
Wujud kebudayaan dari Gorontalo yang masih tetap ada tersebut salah satunya adalah pakaian adat. Terdapat sepasang pakaian adat Gorontalo yang sampai saat ini terus dipakai baik di acara semacam pernikahan, acara adat, ataupun pada acara festival. Untuk mengetahui nama pakaian adat tersebut, komponennya, hingga filosofi yang ada pada pakaian tersebut, simak penjelasan lengkapnya sebagai berikut.
Daftar Isi
Pakaian Adat Gorontalo Wanita
Dilihat dari gambar pakaian adat Gorontalo untuk wanita di atas, terlihat jelas kalau memperlihatkan kemewahan dan keunikan. Nama pakaian adat untuk wanita ini adalah biliu. Menurut masyarakat Gorontalo, biliu mempunyai makna diangkat.
Baca juga: 5 Alat Musik Gorontalo
Tampilan biliu yang begitu mewah dan penuh hiasan yang rumit selaras dengan fungsinya yaitu untuk dipakai pada acara pernikahan. Dengan desain tersebut, para wanita akan merasa seperti jadi ratu dalam acara pernikahannya. Hal yang paling menonjol dari biliu terletak pada aksesorisnya yang berjumlah 8 jenis. Setiap aksesoris punya nilai filosofisnya tersendiri yang membuat biliu menjadi semakin istimewa.
Dimulai dari bagian kepala, ada baya lo boute yang merupakan ikat kepala. Ikat kepala ini melambangkan adanya ikatan pernikahan seorang wanita dengan pria dan seorang wanita yang menjadi istri harus patuh pada kewajibannya sebagai istri terhadap suami.
Berikutnya, terdapat aksesoris dengan nama tuhi-tuhi. Aksesoris tuhi-tuhi masih berhubungan dengan hiasan kepala yang berjumlah 7 buah gafah. 7 gafah tersebut melambangkan nilai-nilai kekerabatan antara 7 kerajaan yang ada di Gorontalo.
Untuk aksesoris wanita dikenal dengan lai-lai. Masih sama dengan 2 aksesoris sebelumnya, lai-lai merupakan bagian dari aksesoris kepala tepatnya di bagian ubun-ubun. Konon, lai-lai punya simbol kesucian, keberanian, dan budi luhur dari seorang wanita.
Beranjak ke aksesoris berikutnya, ada bouhu walu wawu dehu yaitu sebuah kalung yang punya warna emas atau perak. Kalung tersebut menyimbolkan ikatan kekeluargaan yang terjalin antara pengantin wanita dan pria.
Lalu, terdapat aksesoris kacebo yang melambangkan kekuatan seorang istri dalam menghadapi lika-liku kehidupan. Tak lupa ada aksesoris entango yang bermakna seorang istri yang punya karakteristik sederhana dan patuh dengan ajaran agama Islam.
Sebagai perhiasan tangan, para wanita memakai gelang bewarna emas yang mempunyai nilai filosofis sebagai bentuk perlindungan diri dari adanya sifat-sifat tercela ataupun sifat yang melanggar ketentuan adat. Untuk aksesoris yang terakhir berupa cincin yang dipakai di jari kelingking yang disebut dengan loubu. Simbol dari pemakaian aksesoris loubu adalah sifat ketelitian dari seorang wanita saat menjalankan kegiatan setelah menjadi seorang istri.
Tak hanya mewah dari segi banyaknya aksesoris, tetapi biliu sebagai nama pakaian adat Gorontalo juga menunjukkan nilai filosofis yang membuat pemakaian biliu menjadi semakin sakral.
Pakaian Adat Gorontalo Pria
Setelah mengetahui tentang nama pakaian adat Gorontalo untuk wanita, maka kamu juga perlu mengenal nama pakaian adat bagi pria yang dikenal dengan mukuta. Pakaian adat mukuta juga punya fungsi yang sama dengan biliu yakni dipakai untuk acara pernikahan.
Nampak dari gambar pakaian adat Gorontalo yang ada, mukuta tidaklah semewah biliu. Aksesoris yang dipakai oleh para pria pun tidak sampai lima buah aksesoris, namun pastinya punya nilai filosofisnya tersendiri.
Dari bagian kepala, aksesoris yang dikenakan berupa tudung makuta. Bentuknya berupa tutup kepala yang menjulang tinggi dan menyerupai bulu unggas. Dilihat dari bentuknya, tudung makuta memang nampak begitu unik dan bisa dibilang mencirikan Gorontalo.
Selain tudung makuta, ada aksesoris kepala lainnya yang dinamai dengan laapia bantali sibi. Tutup kepala ini menyimbolkan seorang pria sebagai suami atau kepala keluarga haruslah berwibawa, mempunyai jiwa kepemimpinan, namun tetap dipenuhi kelembutan terhadap istrinya.
Lalu, untuk aksesoris yang lain berupa kalung berwarna emas bernama bako. Filosofi yang dipercayai oleh masyarakat Gorontalo pada kalung bako adalah seorang pria dan wanita Gorontalo telah terikat dalam satu ikatan pernikahan.
Di bagian depan pakaian mukuta, terdapat banyak hiasan atau aksesoris yang disebut dengan pasimeni. Hiasan tersebut ada bukan tanpa arti, melainkan melambangkan kehidupan rumah tangga antara suami dan istri yang harmonis dan tanpa diwarnai dengan percekcokan yang membuat retaknya rumah tangga.
Meskipun pakaian adat Gorontalo pria terbilang lebih sederhana dari pakaian adat wanita, tetapi dari segi aksesoris dan nilai filosofisnya pun tak kalah dengan pakaian adat wanita. Bahkan, jika disandingkan, kedua pakaian tersebut nampak begitu serasi dan berpadu dengan indah.
Filosofi Warna dalam Pakaian Adat Gorontalo
Terdapat setidaknya 7 macam warna yang identik dengan pakaian tersebut. Ketujuh macam warna tersebut adalah merah, kuning, hijau, cokelat, ungu, putih, dan hitam.
Semua warna tersebut selalu melekat dalam pakaian adat Gorontalo baik pakaian adat yang dipakai untuk acara pernikahan, acara resmi pemerintahan, dan acara lainnya. Lalu, apa saja sebenarnya nilai filosofis dari 7 warna yang ada dalam pakaian adat Gorontalo tersebut? Mari simak penjelasannya berikut.
Merah
Warna merah pada pakaian adat Gorontalo melambangkan tanggung jawab serta keberanian. Masyarakat Gorontalo yang memakai pakaian adat dengan warna merah ini diharapkan mempunyai jiwa yang bertanggung jawab terhadap wilayah Gorontalo dan punya semangat juang atau keberanian yang tinggi.
Kuning atau Emas
Dalam pakaian adat Gorontalo, warna kuning atau emas mempunyai makna kejujuran, kemuliaan, kesetiaan, serta kebesaran. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang sangat baik dan seharusnya dimiliki oleh setiap warga Gorontalo terutama bagi pemimpin, baik pemimpin adat maupun pemerintahan.
Hijau
Hijau mempunyai simbol kedamaian, kesejahteraan, kesuburan, serta kerukunan. Oleh karenanya, dengan adanya pakaian tersebut, para warga Gorontalo diharapkan mampu menjaga kerukunan antar sesama warga. Dengan begitu, akan menimbulkan kesejahteraan dan kedamaian di wilayah Gorontalo.
Cokelat
Warna berikutnya yang ada pada pakaian adat Gorontalo adalah warna cokelat. Beberapa wilayah di Indonesia pastinya juga ada yang menggunakan warna ini sebagai warna pakaian adat mereka. Namun, simbol atau nilai filosofisnya bisa jadi berbeda. Pada pakaian adat Gorontalo, warna cokelat melambangkan warna tanah yang mana berarti kalau setiap insan yang hidup akan kembali ke tanah.
Sehingga, pemakaian pakaian adat Gorontalo yang berwarna cokelat bisa menjadi pengingat pada pemakainya untuk tidak sombong dan mengingat kalau setiap manusia akan menjemput ajalnya.
Ungu
Warna ungu dalam pakaian adat Gorontalo tergolong sebagai warna yang menunjukkan nilai kewibawaan bagi pria dan keanggunan bagi wanita yang memakainya. Kedua sifat tersebut seringkali dihubungkan dengan sifat dari seorang pemimpin, terutama sifat kewibawaan.
Putih
Selanjutnya, ada warna putih yang punya simbol kesucian dan di lain sisi melambangkan kedukaan. Sehingga, terkadang penggunaan pakaian adat Gorontalo dengan warna putih bisa saja difungsikan untuk menghadiri upacara adat pemakaman.
Hitam
Lalu, untuk warna terakhir dalam pakaian adat Gorontalo yakni hitam melambangkan hubungan dengan Tuhan yakni sebagai sebuah ketakwaan dan keteguhan padaNya. Simbol yang berhubungan dengan ketuhanan ini sebenarnya selaras dengan Gorontalo yang dijuluki sebagai Serambi Madinah dikarenakan banyak tradisi dan kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Islam.
Baca juga: 13 Suku di Sulawesi Serta Penjelasannya
Pemahaman Akhir
Sejak berdiri sebagai provinsi tersendiri pada tahun 2000, Gorontalo tetap mempertahankan kebudayaan dan adat istiadatnya yang kaya dan bernilai tinggi. Salah satu bukti keberlanjutan kebudayaan Gorontalo adalah pakaian adatnya, yang hingga kini masih dipakai dalam berbagai acara, termasuk pernikahan, acara adat, dan festival.
Pakaian adat Gorontalo untuk wanita disebut “biliu” dan menggambarkan kemewahan serta keunikan. Biliu terdiri dari beragam aksesoris yang memiliki nilai filosofis masing-masing. Di samping itu, pakaian adat untuk pria disebut “mukuta” dan menonjolkan keberwibawaan dan kemuliaan. Meskipun pakaian adat pria lebih sederhana daripada pakaian adat wanita, tetapi memiliki makna filosofis yang tak kalah penting.
Selain itu, dalam pakaian adat Gorontalo, terdapat tujuh warna yang memiliki nilai filosofis. Merah melambangkan tanggung jawab dan keberanian, kuning atau emas melambangkan kejujuran dan kemuliaan, hijau melambangkan kedamaian dan kesejahteraan, cokelat melambangkan kembali ke tanah dan ketidak sombongan, ungu melambangkan kewibawaan, putih melambangkan kesucian dan kedukaan, dan hitam melambangkan ketakwaan dan keteguhan pada Tuhan.
Dengan nilai-nilai filosofis ini, pakaian adat Gorontalo bukan hanya sekadar busana, tetapi juga sarat dengan makna dan pesan yang memperkuat jati diri masyarakat Gorontalo serta nilai-nilai yang mereka junjung tinggi. Dengan tetap mempertahankan dan menghargai kebudayaan dan adat istiadat, Gorontalo mampu memperkaya dan memperkuat identitasnya sebagai bagian penting dari keanekaragaman budaya Indonesia.
Pakaian adat di setiap daerah mempunyai keunikannya masing-masing dan nilai filosofis masing-masing. Gorontalo sebagai provinsi yang baru dibentuk pun tidak ketinggalan menyimpan kebudayaan yang khas dan sangan patut untuk mendapat sorotan dari masyarakat Indonesia.