Konsep Dasar Hubungan Internasional: Power dan Sovereignty

Pada umumnya, setiap disiplin ilmu akan memiliki konsep-konsep yang mendasari ilmu tersebut. Hal ini juga berlaku pada disiplin ilmu hubungan internasional. Dari banyaknya konsep dasar tersebut, ada dua konsep dasar yang dominan yaitu power dan sovereignty. Kedua konsep tersebut memiliki perannya masing-masing dan akan dijelaskan berikut ini.

Power

Power
Sumber: drobotdean on Freepik

Konsep “power” dalam hubungan internasional adalah salah satu hal yang memiliki banyak makna dan implikasi penting. Dalam bahasa Inggris, kata “power” sering diartikan sebagai kekuatan, tetapi dalam konteks hubungan internasional, konsep ini juga mencakup pengaruh yang dimiliki suatu negara dalam kancah internasional.

Pentingnya konsep power dalam ilmu hubungan internasional telah diakui sejak lama. Arnold Schwarzenberger, seorang ahli hubungan internasional, menekankan bahwa power memegang peranan utama dalam hubungan internasional karena merupakan posisi tawar-menawar (bargaining position) yang sangat penting dalam perundingan internasional.

Richard Ned Lebow memberikan definisi yang lebih komprehensif tentang power, yang mencakup berbagai faktor, seperti jumlah penduduk, luas wilayah, kapabilitas ekonomi, stabilitas politik, kekuatan militer, dan kemampuan diplomasi. Dengan definisi yang lebih luas ini, power tidak hanya merujuk pada kekuatan militer, tetapi juga pada aspek-aspek lain yang dapat memengaruhi posisi suatu negara di tingkat internasional.

Ada tiga unsur penting dalam konsep power, yaitu authority (wewenang), influence (pengaruh), dan force (paksaan). Authority mencerminkan tingkat patuhnya aktor internasional terhadap negara lain secara sukarela, misalnya, pengakuan terhadap otoritas suatu negara oleh negara lain.

Influence mengacu pada kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi tindakan aktor internasional tanpa menggunakan kekerasan. Ini melibatkan upaya persuasif dan diplomasi dalam mencapai tujuan tertentu.

Force adalah penggunaan kekuatan fisik atau ancaman kekerasan untuk memaksa aktor internasional lainnya untuk tunduk pada kehendak negara yang menggunakan kekuatan tersebut.

Secara umum, terdapat dua jenis power, yaitu soft power dan hard power. Soft power adalah kemampuan suatu negara untuk memengaruhi dan memikat aktor internasional lainnya melalui cara-cara yang persuasif, seperti budaya, diplomasi, dan nilai-nilai yang menarik.

Hard power adalah kemampuan suatu negara untuk memengaruhi dan mengendalikan aktor internasional lainnya dengan menggunakan kekuatan fisik atau ancaman militer. Ini mencakup penggunaan kekuatan militer dan sanksi ekonomi.

Selain itu, pengukuran power dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang termasuk dalam kategori pengukuran power adalah:

Tangible power: Ini adalah kekuatan yang dapat diukur dan terlihat, seperti kekuatan militer, alat-alat militer seperti pesawat, tank, dan sebagainya.

Intangible power: Kekuatan ini sulit diukur dan seringkali lebih mengacu pada nilai-nilai moral, reputasi, dan kebijaksanaan suatu negara dalam hubungan internasional.

Selanjutnya, konsep power juga dapat dilihat melalui tiga variabel yang diperkenalkan oleh Karl Deutsch, yaitu wilayah, intensitas kekuasaan, dan ruang lingkup kekuasaan. Wilayah mengacu pada luasnya wilayah yang dikuasai oleh suatu negara, intensitas kekuasaan mencerminkan sejauh mana negara tersebut memengaruhi aktor internasional, dan ruang lingkup kekuasaan merujuk pada sejauh mana negara tersebut memiliki pengaruh dalam berbagai aspek dalam hubungan internasional.

  • Wilayah

Deutsch membagi power wilayah menjadi dua bagian, yaitu wilayah internal dan wilayah eksternal. Wilayah internal dapat diukur melalui jumlah penduduk dibawah kekuasaan pemerintah, luas wilayah geografis, dan jumlah PNB (Produk Nasional Bruto).

Sedangkan wilayah eksternal dapat diukur dari kemampuan negara dalam mengimplementasi kebijakan di luar batas teritorialnya. Dapat dilihat dari berapa banyak aliansi yang dibentuk dengan negara lain.

  • Intensitas kekuasaan

Intensitas kekuasaan biasa dilakukan dengan memberikan hukuman atau hadiah. Sebagai contoh, negara otoriter, dalam menjaga ketertiban negaranya, biasa menggunakan ancaman dan hukuman yang sesuai dengan besaran masalah dan efektifitas aparat keamanan negara.

Sementara pada negara dengan pemerintahan yang demokrasi biasa memberikan rangsangan dan ganjaran secara positif. Untuk mengukur intensitas tersebut, dapat dilihat dari besarnya anggaran pemerintah yang diberikan untuk kesejahteraan rakyatnya.

  • Ruang lingkup kekuasaan

Ruang lingkup kekuasaan dapat diartikan sebagai perilaku yang patuh pada power pemerintah, contohnya kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh pemerintah. Secara internal, badan-badan dan anggaran belanja pemerintah dapat menjadi ruang lingkup kekuasaan. Sedangkan secara eksternal, tingkat dependensi dan interdependensi dengan negara lain menjadi ruang lingkup kekuasaan. Ruang lingkup menjadi semakin besar apabila tingkah laku negara lain dapat dipengaruhi.

Sovereignty

sovereignty
Sumber: pressfoto on Freepik

Menurut Jean Bodin, sovereignty atau yang biasa disebut dengan kedaulatan merupakan kekuasaan yang bersifat mutlak dan abadi dari sebuah persemakmuran. Dalam kedaulatan, terdapat atribut dan karakteristik kedaulatan. Bodin memberi gambaran atribut sebagai kekuatan dalam memberikan hukum tanpa campur tangan dan persetujuan dari pihak lain, baik pihak yang lebih besar, sama, maupun dibawahnya.

Selain itu, atribut kedaulatan juga dapat dilihat melalui kekuatan dalam menyatakan perang dan perdamaian, menunjuk aparat negara, memungut pajak dan lain-lain. Kemudian, yang dimaksud dengan karakteristik kedaulatan yaitu:

  • Kedaulatan bersifat mutlak dimana hukum tidak dapat membatasi kedaulatan tersebut. Hal ini dikarenakan segala hal yang berdaulat merupakan sumber hukum.
  • Kedaulatan bersifat tanpa syarat, mengingat kedaulatan bukan diturunkan dari kekuasaan yang lain.
  • Kedaulatan bersifat tidak bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, kedaulatan diharapkan untuk tidak dilakukan dengan sewenang-wenang.
  • Kedaulatan hanya berada disatu tempat saja karena tidak dapat dibagi dengan lembaga yang berbeda.
  • Kedaulatan bersifat tidak terbatas dimana kekuasaan dan fungsi akan berjalan secara terus menerus.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, kedaulatan merupakan kekuasaan yang terbatas dimana pemberlakukan kekuasaan tersebut dibatasi oleh batas-batas teritorial negaranya. Dengan demikian, maka negara berdaulat memiliki kekuasaan hanya berada di dalam batas-batas teritorialnya.

Selain itu, negara berdaulat juga berarti negara yang merdeka dan memiliki kesetaraan yang sama dengan negara berdaulat lainnya. Masing-masing negara berdaulat tersebut memiliki hak yang sama seperti mempertahankan negaranya.

Kesimpulan

Dalam hubungan internasional, konsep power dan sovereignty tidak dapat dipisahkan. Masing-masing negara tentunya memiliki power dengan tingkatan yang berbeda, power tersebut mereka gunakan untuk mencapai kepentingannya. Kemudian, konsep sovereignty merupakan salah satu konsep yang berperan penting terhadap kemunculan studi hubungan internasional.

Sebelum perjanjian Westhphalia, konsep negara belum jelas sehingga batas kekuasaan menjadi kabur. Namun ketika konsep negara modern atau negara berdaulat muncul, batas-batas kekuasaan negara menjadi jelas dan tidak dapat dicampuri oleh kekuasaan di luar batas teritorial.

Itulah tadi pengertian dan uraian mengenai power dan sovereignty yang menjadi konsep dasar dalam ilmu hubungan internasional. Kedua konsep tersebut sama-sama memiliki nilai yang penting dalam kemunculan ilmu hubungan internasional.


Sumber:

Couloumbis, T. A., & Wolfe, J. H. (1999). Introduction to International Relations: Power and Justice. Prentice Hall International.

De Mesquita, B. B. (2003). Principles of International Politics, People’s Power, Preferences, and Perception. QC Press.

Foreignaffairs. (2009). “Get Smart: Combining Hard and Soft Power, http://www.foreignaffairs.com/articles/65163/joseph-s-nye-jr/get-smart (Diakses pada tanggal 12 Februari 2017).

Issues in International Relation (Editor: Trevor C. Salmon and Mark F. Imber). London and New York: Routledge Taylor and Francis Group.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Wasila

Lulusan Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat ini berkecimpung di dunia penerjemahan. Disela-sela kesibukan menerjemah, juga menulis artikel dengan berbagai topik terutama berhubungan dengan kebudayaan.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *