Cerita pendek atau cerpen adalah sebuah karya sastra yang memiliki tema, salah satu tema yang bisa diangkat ialah kehidupan. Cerpen yang mengangkat tentang tema kehidupan biasanya menggambarkan masalah dan persoalan hidup serta bagaimana mengatasinya.
Berikut ini ialah 10 Contoh Cerpen Kehidupan. Selamat membaca!
Daftar Isi
Taman Bacaan Gerbong Kereta
Bekas gerbong kereta itu menjadi tidak pernah sunyi. Biasanya, hanya dibiarkan terlantar dan terkadang ada beberapa preman yang berada di situ. Tapi, kali ini, gerbong itu tampak ramai. Karena, para anak-anak Rawa Sari, yang tinggal di pinggir kereta menggerumuni gerbong tersebut.
Jendela kereta dibuka, dibiarkannya mentari dan udara memasuki gerbong tersebut. Walaupun sudah berkarat, gerbong kereta tersebut tetap kokoh dan kuat. Sehingga bisa menampung banyak anak. Dialah Bayu, seorang anak berumur 12 tahun yang mengubah gerbong kereta bekas tersebut menjadi taman bacaan.
Bayu ialah bocah laki-laki yang tinggal tak jauh dari perkampungan sisi kereta. Ia memiliki banyak teman di sekolahnya dan ia senang dengan membaca buku. Ia berinisiatif untuk membuka taman bacaan yang ditunjukan untuk anak-anak di perkampungan sisi kereta.
“Idemu bagus, Bayu. Ayah dan Ibu akan mendukungmu. Minta bantuan juga lah ke Kak Nia agar bisa membantumu mengumpulkan buku” ujar Ayah kala itu
“Wah terima kasih, Ayah, Ibu.” Bayu sangat riang. “Kak Niaaaaa!!!!” Bayu pun menaiki tangga rumahnya menuju kamar kakaknya.
Pada hari pertama, Bayu pun dibantu oleh teman-temannya Kak Nia untuk meminta izin dan membenahi gerbong kereta. Ada temannya pula yang berasal dari situ, bernama Yudi. Dengan mengurus ke RT dan RW setempat, akhirnya gerbong tersebut pun bisa diubah menjadi taman bacaan.
Minggu pertama, taman bacaan tersebut masih sepi. Namun setelah berhari-hari, akhirnya taman bacaan itu pun banyak dikunjungi para pembaca. Bayu dan Yudi yang mengurus taman bacaan itu pun sangat senang. Akhirnya, niat baik pun terlaksanakan.
Jannah dan Kalia
Detik jam terus berlanjut maju. Dentuman jantung terus berdenyut kelu. Jannah membisu di tengah kuburan seorang wanita muda yang baru saja ia temui minggu lalu. Desiran angin masih menerpa rambut sebahunya, sementara matanya hanya terpaku kepada nisan bertuliskan ‘Kalia Lestari’
Jannah mengenal Kalia karena keramahannya. Walaupun sebenarnya, ia hanya seorang kasir di salah satu minimarket di kota. Kalia, gadis ningrat tersebut memasuki minimarket lalu mengambil beberapa barang. Dan ketika Kalia sudah mengambil makanan ringan, gadis itu pun sangat senang dengan sapaannya yang dibalas Kalia.
Biasanya pelanggan lain tak memedulikannya. Tapi, wanita terkenal dan tercantik di kotanya, membalas sapaan seorang kasir dengan ramah. Ia pun menawarkan roti yang dipajang di meja kasir kepada Kalia. Ia sangat senang dengan jawaban Kalia.
“Boleh deh Mba Jannah, aku beli dua rotinya” ujar Kalia tersebut dan berhasil membuat Jannah terpaku dan senang, itulah kali pertamanya pula ada pelanggan yang memanggil namanya.
Tiba-tiba komplotan perampok datang ke minimarket tersebut. Sontak dua orang berbadan kekar menghadang Jannah dan Kalia. Pegawai lain disekap oleh perampok sehingga Jannah harus merelakan uang yang ada di kasir.
Tapi, Kalia menghadang. Wanita itu melindungi Jannah. Naas, perampok tersebut berbakat dan berhasil menusuk perut Kalia terlebih dahulu. Darah menyucur deras, Kalia tak sadarkan diri. Sejak kejadian itu, Jannah tak masuk kerja apalagi sampai ia mendengar kabar kematian Kalia.
Hingga saat ini, ia masih terpaku di kuburan Kalia yang penuh dengan bunga. Bunga-bunga kebaikan yang selalu Kalia tebar ketika di dunia.
Diary Raya
Buku aku menghilang saat mata pelajaran seni! Aku panik, pasalnya itu adalah buku catatan atau diaryku sehari-hari. Aku takut ada yang membacanya dan menyebarkan isi bukunya. Terakhir, ku taruh di kolong mejaku dengan buku catatan lainnya, saat ku kembali ke kelas, ternyata diaryku sudah tidak ada.
Aku curiga ada yang mengambilnya. Kuselidiki teman-temanku, namun hasilnya nihil. Malah aku sempat menuduh Rita, teman satu kelasku. Ia adalah anak yang pernah mencuri makanan ringan Andi waktu kelas 1 SMP. Tapi, ia menyangkal.
“Bukan aku yang ambil, Raya! Malah aku tak tahu kamu bawa diary ke sekolah.”
“Kamu tidak mengakuinya Rita? Seperti waktu itu?” desakku.
“Yang dulu ya yang dulu. Aku udah gak pernah mencuri lagi!” bentakan Rita membuatku naik darah.
“Pembohong! Pencuri tetap pencuri Rita!” Aku pun berteriak sampai Bu Maya memasuki kelas dan teman-teman yang lain pun menjauh dari kami berada.
“Raya, Rita hentikan!” Bu Maya memisahkan kami berdua. “Ikut ke kantor kalian berdua”
Aku dan Rita terpaksa mengikuti Langkah Bu Maya. Teman-teman sekelas pun hanya terdiam saja, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Di kantor, aku berhadapan dengan Rita dan Bu Maya. Aku ditanyai mengapa aku bisa menuduh Rita.
Tiba-tiba, Bu Maya mengeluarkan buku kecil berwarna biru muda dengan hiasan bunga matahari di depannya. Betapa kagetnya aku bahwa diary yang selama ini kucari ada di tangan Bu Maya.
“Kamu pasti lupa, bahwa diary mu terjatuh saat pelajaran seni. Kamu salah membawa buku, yang harusnya ialah buku latihan, malah kamu membawa buku diary. Karena warnanya mirip. Lalu, buku itu tak sengaja tertinggal di ruang seni, dan ibu menemukannya.”
Penjelasan Bu Maya membuatku sangat malu. Aku telah membuat keributan di kelas bahkan sampai menuduh Rita. Segera aku meminta maaf kepadanya. Ia pun memaafkannya dan mau berteman denganku.
Mengecap Syukur
Rasa-rasanya diri ini telah merasa cukup sering berterima kasih untuk segala nikmat yang diberikan sang maha pemilik semesta. Ibuku selalu mengajariku tentang pentingnya insan yang sering bersyukur.
“Nak, meskipun hidup kita sedang tidak baik-baik saja, selalu sisipkan rasa syukur dalam hidupmu. Karena orang yang sering bersyukur kelak akan selalu diberikan nikmat yang tiada tara” kata ibu waktu itu.
Namun, kerap kali aku merasakan bahwa setiap kali mengucap rasa syukur selalu bermuara pada hampa.
“Mana bahagia yang katanya singgah setelah syukur terucap?” gumamku dalam hati.
Hingga pada akhirnya aku kembali menemui ibu, maha guruku di bumi ini. Dia kembali menasihatiku sehingga aku tersadar. Bahwa, selama ini aku lebih sering mengucap syukur, alih-alih mengecapnya. Seharusnya aku tau bahwa syukur bukan sekedar diucap, tetapi jauh melibatkan perasaan.
“Karena syukur adalah perihal hati, maka mengecapnya harus dengan nurani” ujar ibuku dengan teh hangat di atas meja.
“Lalu, apa yang harus aku lakukan agar syukur itu bisa bermakna?” tanyaku.
“Syukur butuh dimaknai sedalam-dalamnya agar syukur tak hanya sebuah kata, melainkan bentuk ungkapan pujian dan lemahnya kita tanpa sang pencipta. Dengan begitu, bahagia akan datang menghampiri kita, nak. Berlipat-lipat ganda.” Jawab ibuku sambil mengusap kepalaku.
Memilih Bahagia
Dani merupakan salah satu anak yang selalu kurang suka melihat temannya bahagia, dia selalu bercerita kepadaku dengan mengatakan mengapa pundak orang lain seperti tak diberi beban. Seolah-olah hanya pundaknya yang berat dengan beban.
“Dik, kok gue aneh ya kenapa sih hidup orang itu lurus-lurus aja, sedangkan gue kesusahan buat baik baik aja?” katanya saat itu.
Hari itu aku katakan kepadanya bahwa, beban hidupmu akan terasa berat jika terus membandingkan hal yang tidak sepenuhnya dia ketahui. Padahal,dia sendiri tidak mengetahui seberat apa orang lain, orang yang menurutnya lurus-lurus saja hidupnya, memiliki beban seperti apa dan perjuangan yang telah orang tersebut menangkan.
Lalu, dia hanya terdiam memikirkan perkataanku saat itu. Kadang, menasihati orang lain itu lebih mudah daripada menasihati diri sendiri. Akupun kadang melakukan kebiasaan buruk itu, membanding-bandingkan sesuatu.
Dulu, seseorang juga yang menasihatiku bahwa Tuhan menciptakan setiap pundak memang untuk diberi beban, tergantung kita merasa terbebani atau tidak.
“Untuk porsi jangan dipertanyakan, ya. Karena Dia Maha Segalanya termasuk perihal keadilan.” Ujar seseorang itu padaku dulu.
Pada akhirnya ini tergantung dari sikap yang kita pilih, ingin memilih terbebani ataukah bahagia. Waktu pun akan terus berjalan tanpa peduli siapa yang aku pilih. Sungguh sangat merugi Ketika waktu tak lagi berputar dan aku masih saja bergelut dengan apa-apa yang terasa membebani.
Untuk itu, aku memilih bahagia dan menjatuhkan diri pada syukur sebanyak banyaknya. Pada tiap-tiap hikmah yang bertebaran di manapun aku berpijak, atas semua suka maupun duka dalam alur kisah hidup yang aku jalani yang telah dirancang oleh-Nya.
Percakapan Bis
Hidupku hancur hanya dalam beberapa menit. Aku di PHK oleh perusahaan tempatku bekerja karena perusahaan tersebut bangkrut. Pengumuman itu sangat mendadak dan membuatku sangat lemas di tempat. Segera kuterima pesagon dan pergi dari kantor itu. Kantor periklanan yang menjadi tumpuan hidupku.
Di perjalanan pulang menuju kosan, handphone jadulku bergetar. Setelah kulihat, ternyata sms dari pamanku. Isi pesan itu ialah pemberitahuan bahwa ibuku mendadak meninggal dunia. Aku semakin lemas dan hampir tubuhku jatuh ke jalan jika tidak ada pohon untuk bersandar. Hidupku hari ini sangat dikagetkan dengan hal-hal yang mendadak.
Segera aku mencari tiket pulang ke Banyuwangi. Untungnya aku mendapatkan tiket pulang yang hanya tersisa satu. Aku mendapatkan kursi di pinggir jendela. Kulayangkan pandangan ke tepi jalan. Mobil-mobil bergerak dengan cepat, serupa hidupku yang bergerak dengan cepat, tapi sakitnya teraasa sangat menyayat.
Tiba-tiba lamunanku berhenti, ketika seseorang disampingku menawari roti lapis. Seorang kakek paruh baya itu tersenyum tulus kepadaku.
“Semoga kamu diselimuti kabar-kabar baik, Le. Dan kabar baik bisa tumbuh dari kabar buruk”
Aku pun tercenung mendengar kata-katanya, sangat sederhana dan bikin hatiku meluluh. Aku pun tersenyum dan menerima roti lapis tersebut. Di sisa perjalanan, aku berbincang dengan kakek tersebut.
Kakek Wahyu mengajarkanku untuk menerima segala hal yang terjadi dan melanjutkan hidup. Karena itulah satu-satunya alasan bertahan di dunia yang fana ini.
Belum Tentu
Arisan ibu-ibu menjadi agenda rutin tiap minggu. Ada Bu Sondakh yang suaminya pegawai kelurahan, ada Bu Endang yang suaminya polisi pangkat dua, ada pula Bu Maria yang suaminya ialah seorang hakim pemerintah kota. Sedangkan aku, hanya ibu rumah tangga dari seorang suami pemilik studio foto.
Banyak dari ibu-ibu tersebut berfoto ria di studio suamiku. Memamerkan kemesraan keluarga melalui bingkai foto. Yang sebenarnya memang mereka hanya memamerkan keluarga mereka di hadapanku. Walaupun begitu, aku tetap membantu mereka apabila mereka membutuhkan pertolongan.
Suatu hari, studio foto suamiku kebakaran. Semuanya hangus terbakar. Lampu studio, peralatan foto, kamera SLR, yang bisa diselamatkan hanyalah kamara digital suami karena kamera tersebut berada di rumah. Alhasil, keluargaku mengalami kemerosotan ekonomi.
Tak ada satupun dari ibu-ibu arisan yang menengok keluargaku. Jangankan menengok, mengucapkan simpati saja tidak. Dari situlah aku memahami, bahwa belum tentu semua orang bisa mengulurkan tangannya untuk kita, walaupun kita sudah bersusah payah mengulurkan tangan untuk mereka.
Aku dan suamiku bangkit kembali. Dan studio foto pun menjadi ramai kembali bahkan dibangun menjadi lebih besar. Kulihat ibu-ibu arisan mulai mengunjugiku , lalu mengucapkan selamat. Aku hanya tersenyum sinis dan keluar dari arisan ibu-ibu tersebut.
Kesepian di Masa Tua
Tak ada ocehan anak-anaknya seperti dulu. Tak ada yang berantem seperti saat dulu. Rumah itu sangat sunyi. Sangat sunyi. Hanya menyisakan seorang nenek tua yang melamun di kursi goyangnya.
Nenek itu bernama Nek Asih. Di rumahnya sangat lega ini, ia hanya tinggal sendiri dan ditemani beberapa pelayan. Aku sering mengunjunginya ke tempat ini, karena waktu kecil aku sering bermain ke rumahnya.
Tiap pagi aku menyapanya sambil berangkat ke kantor. Sore harinya saat aku tidak lelah, aku menyempatkan diri ke rumah nenek itu. Rumahnya tak jauh dari rumahku, hanya bersebrangan.
Dahulu, aku sering bermain dengan Kak Naya dan Kak Yana. Si kembar yang hanya berbeda kelamin. Kak Naya dan Kak Yana adalah anak dari Nek Asih. Mereka seolah menganggapku seperti adeknya sendiri. Namun, sudah bertahun-tahun mereka tidak pernah mengunjungi orang tuanya. Itulah yang membuatku khawatir juga.
“Mereka belum menelpon nenek, juga?” tanyaku kala itu.
“Bulan lalu sudah menelpon kok mereka, Ratna” sangkal Nek Asih.
Di usiaku yang sudah menginjak 25, aku semakin geram dengan Kak Naya dan Kak Yana karena tidak pernah menghubungi orang tuanya. Detik itu juga kucari instagramnya, dan ketemu. Setelah ku follow, ternyata langsung di follback. Kuperlihatkan foto-foto Kak Naya yang tinggal bersama suaminya di Jerman dan kuperlihatkan pula foto-foto Kak Yana bersama keluarga kecilnya di Singapura.
Nek Asih perlahan meneteskan air matanya. Ia belum pernah bertemu dengan cucunya, dan bahkan berpelukan kembali dengan kedua anaknya. Setelah kuliah, anak-anaknya semakin jarang ke rumah dan melanjutkan pendidikan di luar negeri. Entah mengapa setelah menikah mereka pun memiliki kehidupan masing-masing.
Aku sangat kasihan melihat Nek Asih. Tubuhnya sangat renta, rambutnya semakin memutih, dan giginya hanya tersisa beberapa. Aku pun langsung menghubungi Kak Naya untuk video call, tetapi tidak terhubung. Ku coba menghubungi Kak Yana, sama juga tidak terhubung.
Saat aku hendak pulang ke rumah, tiba-tiba teleponku berdering. Ternyata Kak Naya menelponku.
“Kak Naya segeralah pulang, Nek Asih menunggu kakak”
Hanya itu yang sanggup ku ucapkan. Selebihnya ialah percakapan dan pertemuan virtual Nek Asih dengan dengan Kak Naya.
Wahyu
“Santai ajaa kali, Yud! Tenang-tenang! Gak perlu dipeduliin orang yang membenci kita! Fokus kepada orang-orang yang mencintai kita.” Itulah ucapannya yang selalu membuatku tersadar untuk bisa bersikap baik-baik saja.
Kawanku satu ini sudah lama bersahabat denganku. Namanya ialah Wahyu. Seperti namanya, terkadang ia selalu melontarkan kata-kata yang penuh motivasi dan seperti wahyu.
Ketika aku gagal memasuki perguruan tinggi negeri ia merupakan orang yang selalu bisa membuatku tenang. Ketika aku ingin memasuki sekolah kepolisian, ialah yang meyakinkanku bahwa aku bisa menempuhnya. Kuncinya ialah tenang dan bersikap bodo amat terhadap omongan orang.
Dan di sinilah aku, di ruang detektif kepolisian kota. Tanpa ucapan Wahyu yang santai, aku bisa melewati cobaan hidup juga dengan santai. Bagaimana aku diperlonco waktu sekolah kepolisian, bagaimana aku menghadapi fitnah saat ada kenaikan pangkat, dan kejadian lain yang sudah kualami selama tiga puluh tahun ini.
Namun, hari ini, aku melihat dia tersungkur di sel tahanan karena tuduhan penggelapan uang. Aku sangat tak percaya, selama ini memang dia berbisnis. Tapi, tak mungkin rasanya Wahyu berbuat curang.
“Kau tak apa, Wahyu?” tanyaku di selnya.
“Santai saja, Yuda. Aku tak apa, karena aku tak bersalah apa-apa. Keadilan pasti ada di depan mataku. Karena aku punya kamu” ujarnya sambil tersneyum. Lagi-lagi ia bersikap tenang. Kelewat tenang.
Surat Rahasia
Amplop berwarna biru sampai ke depan rumahnya. Dhea sangat terheran, di era seperti ini masih ada yang mengirim surat. Ketika ia mengambil surat itu, betapa kagetnya ia ketika namanya tertera sebagai penerima dengan alamat lengkap rumahnya. Hanya saja ia tak menemui siapa pengirim surat tersebut.
Betapa kagetnya ia ketika isi surat tersebut ialah suruhan untuk menjauhi teman-temannya. Dhea adalah pekerja kantoran yang sangat disenangi oleh teman-teman kantornya. Ada Indah, Kia, dan Lola. Mereka dari tim yang sama dengan Dhea.
“Jauhi Indah karena ia menjelekanmu kepada tim lain. Jauhi Kia karena ia tak pantas jadi tempat curhat masalah keluargamu. Dan jauhi Lola karena ia menyukai pacarmu.”
Awalnya Dhea tak memedulikan surat tersebut. Namun, berhari-hari berlalu, semesta pun menunjukan kebenarannya. Alhasil Dhea dijauhi oleh tim lain, keluarganya menjadi omongan di kantor, terlebih lagi, pacarnya makin susah untuk dihubungi dan berujung dengan kata ‘putus’.
Hanya saja, teman-temannya masih bersikap seperti biasa dan seolah tak terjadi apa-apa. Hingga suatu hari, ia merasa muak berpura-pura.
“Aku salah apa hah sama kalian?”
“Ada. Hidupmu terlalu sempurna. Kami iri saja dengan hidupmu” ujar Lola lalu diikuti dengan anggukan yang lain.
“Hahah klise dan kekanak-kanakan! Memang ya, orang yang menusuk pedang itu adalah orang terdekat!” “tegas Dhea lalu berjalan membelakangi mereka bertiga.
Saat sampai rumah, ia tak menangis. Segera ia melihat surat beramplop biru tersebut, membaca isi surat, dan mencermatinya baik-baik. Ia berusaha menebak siapa pengirim surat tersebut.
Hingga, ia menemukan paraf kecil di ujung kertas dan ia mengetahui siapa penulis surat tersebut, yaitu Mbak Hanum. Bosnya yang menyebalkan dan membuatnya risih karena rentatan tugas yang tak henti-henti. Ia tak menyangka orang yang memerhatikannya ialah orang yang ia benci.
Sejak saat itu, Dhea menjadi paham, antara kehidupan selalu menunjukan seseorang yang terbaik untuknya.
Baca juga: Contoh Cerpen Pendidikan
Pemahaman Akhir
Cerita pendek atau cerpen dengan tema kehidupan dapat menggambarkan masalah dan persoalan hidup serta bagaimana cara mengatasinya. Contoh-contoh cerpen kehidupan yang disajikan menunjukkan berbagai aspek kehidupan yang dihadapi oleh karakter-karakter dalam cerita. Dalam setiap cerita, terdapat pelajaran yang dapat diambil, seperti pentingnya kebaikan, kesadaran diri, keteguhan hati, dan hubungan sosial yang kuat.
Contoh cerpen “Taman Bacaan Gerbong Kereta” mengajarkan tentang inisiatif seorang anak untuk menciptakan perubahan positif di lingkungannya. Cerita ini menekankan pentingnya membaca dan memperluas wawasan melalui akses yang mudah ke buku.
“Cerita Jannah dan Kalia” menggambarkan pengorbanan dan kebaikan hati seseorang untuk melindungi orang lain. Cerita ini mengajarkan nilai-nilai persahabatan, keberanian, dan menghadapi kesulitan dengan ketabahan.
“Cerita Diary Raya” mengajarkan pentingnya mengkomunikasikan masalah dengan baik sebelum menarik kesimpulan yang salah. Cerita ini mengingatkan kita untuk berpikir sebelum bertindak, menghindari prasangka, dan mencari solusi yang baik dalam menghadapi situasi yang sulit.
“Mengecap Syukur” menggambarkan bahwa bersyukur bukan hanya sekadar ucapan, tetapi melibatkan perasaan yang tulus dalam hati. Cerita ini mengajarkan kita untuk lebih menghargai dan merasakan nikmat yang telah diberikan kepada kita.
“Cerita Percakapan Bis” menggambarkan pentingnya menerima dan melanjutkan hidup meskipun dihadapkan pada kesulitan dan kejutan yang tidak terduga. Cerita ini mengajarkan kita untuk tetap tegar dan menjaga semangat dalam menghadapi tantangan hidup.
“Cerita Belum Tentu” mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup dan beban masing-masing. Jangan terjebak dalam membandingkan kehidupan kita dengan orang lain, tetapi fokuslah pada kebahagiaan dan bersyukur atas apa yang kita miliki.
“Cerita Kesepian di Masa Tua” menggambarkan kesepian seorang nenek yang diabaikan oleh anak-anaknya. Cerita ini memperingatkan pentingnya menjaga hubungan dengan keluarga dan memberikan perhatian kepada orang tua di masa tua mereka.
“Cerita Wahyu” mengajarkan tentang kekuatan sikap tenang dan optimis dalam menghadapi cobaan hidup. Meskipun terjebak dalam situasi sulit, karakter cerita ini tetap mempertahankan sikap yang positif dan percaya pada keadilan.
“Cerita Surat Rahasia” mengajarkan pentingnya melihat jauh ke dalam diri sendiri dan tidak terburu-buru membuat kesimpulan berdasarkan desas-desus atau prasangka. Cerita ini mengingatkan kita bahwa orang yang tampak jahat atau membenci kita mungkin memiliki alasan yang tidak terduga.
Kesimpulan keseluruhan adalah cerpen kehidupan dapat menginspirasi, mengajarkan nilai-nilai positif, dan memberikan pemahaman lebih dalam tentang kompleksitas kehidupan. Melalui cerpen, pembaca dapat memperoleh wawasan baru, belajar dari pengalaman karakter, dan merenungkan nilai-nilai yang dihadirkan dalam cerita.
Begitulah 10 cerpen tentang kehidupan. Semoga dapat membantumu belajar dalam membuat cerpen!
Komentar