Indonesia, selain dikenal karena memiliki ribuan pulau yang terbentang di sepanjang Sabang hingga Merauke, juga dikenal karena kaya akan warisan budayanya. Jawa sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia misalnya, menyimpan berbagai keragaman warisan budaya yang telah dikenal hingga seantero jagad dunia. Mulai dari bahasa yang digunakan (Bahasa Jawa), adat istiadat, perkakas, corak bangunan, kesenian hingga pakaian adatnya, semuanya sangat menarik untuk dikulik.
Tetapi, Pulau Jawa sendiri juga terdiri atas beberapa bagian atau wilayah yang kemudian mempengaruhi corak kebudayaan di setiap bagian wilayahnya. Secara umum, corak budaya Jawa dibagi atas tiga bagian, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah (Yogyakarta dianggap sebagai bagian dari tlatah budaya Jawa Tengah). Nah, kali ini kita akan mengulik lebih jauh mengenai budaya Jawa yang terdapat di bagian tengah, khususnya mengenai ragam pakaian adatnya.
Meskipun pakaian adat di Jawa sekilas terlihat sama, tetapi jika dibandingkan dengan pakaian adat Jawa lainnya, pakaian adat Jawa Tengah memiliki ciri dan keunikannya tersendiri yang tentunya khas budaya Jawa Tengah. Beberapa nama pakaian adat Jawa Tengah misalnya Jawi Jangkep, Kebaya, Batik, Surjan, Basahan, Jarik, dan sebagainya.
Jika kita cermati, Kebaya, Batik, dan Jarik sebagai pakaian adat juga dimiliki oleh Jawa Timur. Tetapi tentu ada ciri khas yang membedakan setiap pakaian adat dari daerah tertentu. Corak atau motif kain misalnya. Batik Jawa Timur didominasi oleh motif alam seperti merak, bambu, dan bunga. Sedangkan batik Jawa Tengah lebih didominasi dengan motif yang bersifat abstrak dan mitologis.
Sudah penasaran dengan apa saja pakaian adat Jawa Tengah? Nah, mari kita ulas bersama-sama, berikut dengan gambar pakaian adat Jawa Tengah, agar kalian bisa mendapat gambaran lebih jelas dan bisa membandingkan berbagai pakaian adat lain di Indonesia.
Daftar Isi
Pakaian Adat Laki-Laki
Seperti halnya pakaian adat lain, pakaian adat Jawa Tengah juga dibagi atas pakaian-pakaian tertentu yang hanya khusus digunakan oleh laki-laki atau perempuan. Dalam hal ini, pakaian adat Jawa Tengah yang khusus digunakan oleh laki-laki adalah Baju Beskap, Surjan dan Jawi Jangkep.
Baca juga: 15 Alat Musik Jawa Tengah dan Cara Memainkannya
Baju Beskap
Beskap merupakan pakaian adat Jawa Tengah yang berupa busana atasan, mirip dengan jas. Pakaian ini, menurut sejarah pada mulanya diadaptasi dari Belanda. Nama pakaian adat Jawa Tengah ini pun diserap dari Bahasa Belanda, yaitu beschaafd yang bermakna “berkebudayaan”.
Menurut catatan sejarah, busana atasan ini dikenalkan sejak akhir abad ke-18 oleh kalangan Kerajaan Belanda, tepatnya di wilayah Vorstenlanden. Kemudian, desain busana ini menyebar ke berbagai wilayah dengan pertukaran budaya.
Beskap sering kali disebut sebagai jas tutup dengan kerah tinggi menyerupai baju koko. Pada bagian depan, baju beskap memiliki ciri khas berupa potongan asimetris dan bagian kancing bajunya yang didesain menyamping. Potongan asimetris pada baju beskap terletak di bagian depan dan belakang baju yang tidak sama. Desain ini dimaksudkan untuk menyelipkan keris pada bagian belakang baju.
Masyarakat Jawa percaya bahwa setiap budaya Jawa memiliki makna filosofisnya tersendiri. Tak terkecuali pakaian adatnya, termasuk baju beskap yang sarat akan pelajaran hidup bagi masyarakat Jawa khususnya. Makna ini dikenal dengan istilah piwulang sinandhi, atau berarti ajaran tersirat yang tersimpan dalam filosofis Jawa.
Deretan kancing dengan desain sedemikian rupa, secara filosofis melambangkan tindakan yang diambil seseorang harus diperhitungkan sedemikian rupa agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Selain itu, sabuk yang melilit tubuh juga menyimpan makna filosofis tertentu, yaitu ketekunan dalam berkarya.
Sabuk atau bisa juga disebut dengan ubed sebagai lambang bahwa manusia harus senantiasa ubed. Dalam Bahasa Jawa, selain “lilit” atau “melilitkan”, ubed juga berarti tak berhenti bekerja dan berkarya dengan sungguh-sungguh, tekun dan gigih.
Beskap pada dasarnya didesain sebagai pakaian adat yang digunakan oleh pria dalam acara resmi atau formal seperti resepsi perkawinan atau upacara adat. Tetapi, tidak menutup kemungkinan Beskap digunakan dalam acara-acara lain seperti pagelaran wayang kulit, pertunjukan musik tradisional dan sebagainya.
Didi Kempot, salah satu seniman tradisional yang lahir di Surakarta, Jawa Tengah hampir selalu mengenakan pakaian adat Jawa Tengah dalam setiap penampilannya. Didi sering kali menggunakan baju beskap dengan desain yang sederhana, disertai dengan blangkon sebagai penutup kepala, dan jarik bermotif batik yang diikat dengan stagen. Kadang lengkap dengan keris dan selop (alas kaki tradisional).
Didi ingin menunjukkan kepada masyarakat agar merasa bangga terhadap warisan budaya, serta mau melestarikannya. Sekaligus, mempromosikan pakaian adatnya agar semakin dikenal masyarakat luas.
Jawi Jangkep
Jika Beskap hanya pakaian atasan yang dikenakan oleh pria, Jawi Jangkep merupakan setelan lengkap yang berupa atasan (beskap) dan bawahan berupa kain jarik panjang yang dililitkan di sepanjang tubuh bagian bawah.
Pakaian Jawi Jangkep ini berasal dari Keraton Kasunanan Surakarta, Jawa Tengah. Terdapat dua jenis pakaian Jawi Jangkep, yaitu Jawi Jangkep dengan atasan warna hitam yang biasanya digunakan dalam acara resmi. Yang kedua, Jawi Jangkep Padintenan dengan atasan selain warna hitam yang dapat digunakan untuk acara non formal atau kegiatan sehari-hari.
Dalam penggunaannya, biasanya dilengkapi dengan keris yang diselipkan di bagian pinggang pria. Penempatan keris di bagian belakang tubuh ini juga ada maknanya lho! Yaitu, manusia harus senantiasa mampu menolak segala godaan setan di belakangnya. Jika bukan untuk acara keraton, keris yang digunakan biasanya hanya berupa ukiran kayu yang menyerupai keris aslinya.
Adapun kelengkapan pakaian adat Jawi Jangkep ini antara lain:
- Baju Beskap sebagai atasan (bagian depan dan belakangnya asimetris. Bagian belakang lebih pendek untuk menyelipkan keris)
- Ikat pinggang yang terdiri atas timang, lerep dan epek
- Stagen
- Jarik sebagai kain bawahan
- Keris, yang juga disebut sebagai wangkingan
- Alas kaki berupa selop
Surjan
Surjan merupakan pakaian adat Jawa Tengah yang umumnya dikenakan oleh laki-laki. Meskipun kini pakaian adat ini telah mengalami modifikasi fashion sedemikian rupa sehingga juga dapat dikenakan oleh perempuan.
Surjan adalah salah satu pakaian adat Jawa Tengah yang tercatat memiliki sejarah panjang. Surjan telah mulai dikenakan sejak masa Kerajaan Mataram Islam yang dipelopori oleh Sunan Kalijaga. Dahulu, Surjan hanya digunakan oleh para bangsawan dan abdi dalem keraton. Tetapi hingga saat ini, Surjan juga masih dikenakan oleh abdi keraton di Jawa Tengah.
Penamaan Surjan pada baju adat Jawa Tengah ini berasal dari kata suraksa janma yang berarti “menjadi manusia”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surjan adalah baju jas laki-laki khas Jawa, yang memiliki kerah tegak, lengan panjang dan terbuat dari bahan bermotif lurik atau bunga.
Baju adat Surjan ini sering kali disebut sebagai pakaian takwa karena memuat makna religius. Baju Surjan dilengkapi dengan enam buah kancing di bagian kerah bajunya yang melambangkan rukun iman. Sementara itu, terdapat dua kancing di dada sebelah kiri dan kanan yang melambangkan dua kalimat syahadat.
Tak berhenti di situ, tiga kancing yang tersembunyi di bagian dada, tepatnya di dekat perut melambangkan nafsu naluriah manusia yang mesti dikendalikan. Ketiga kancing terakhir ini berada di dalam, sehingga tidak terlihat dari luar.
Adapun jenis pakaiannya sendiri sebenarnya ada dua jenis. Yang pertama adalah Surjan Lurik, yaitu Surjan bermotif garis-garis dengan dominasi warna cokelat yang lebih dikenal masyarakat. Yang kedua adalah Surjan Ontrokusuma yang memiliki motif bunga (dalam Bahasa Jawa, bunga disebut dengan Kusuma).
Surjan Ontrokusuma diperuntukkan bagi para bangsawan, sehingga masyarakat bawah tidak terlalu dekat dengan Surjan jenis ini. Surjan yang terbuat dari kain sutera bermotif bunga ini biasanya hanya digunakan pada upacara adat keraton atau hari-hari besar tertentu saja. Penggunaan Surjan biasanya dipadukan dengan kain jarik dan dilengkapi dengan blangkon sebagai aksesori kepala yang digunakan oleh pria.
Pakaian Adat Perempuan
Dalam adat Jawa Tengah, pakaian yang secara khusus dikenakan oleh perempuan di antaranya adalah kain jarik, kebaya, dan kemben, berikut ini ulasannya.
Kain Jarik
Jarik merupakan salah satu pakaian adat yang paling dikenal oleh masyarakat luas sebagai pakaian adat dari Tanah Jawa. Seperti namanya, kain jarik merupakan selembar kain, yang kurang lebih berukuran 2 x 1 meter yang sebagian besar dihiasi dengan motif batik beraneka corak.
Jarik digunakan oleh perempuan Jawa untuk beragam keperluan, mulai pakaian sehari-hari di dapur, sebagai basahan perempuan yang akan melahirkan, hingga acara-acara sakral seperti ritual adat dan perkawinan.
Dahulu, penggunaan kain jarik dengan corak tertentu dapat melambangkan status sosial orang yang memakainya. Namun kini, dunia fashion modern telah memodifikasi kain jarik dengan beraneka rupa dan desain sesuai kebutuhan hari ini. Misalnya memadu-padankan kain jarik sebagai rok, selendang, pelengkap baju batik dan kebutuhan fashion lainnya. Sehingga, kain jarik kini lebih membumi dan tidak lagi sarat akan status sosial tertentu.
Kini, kain jarik tak hanya digunakan oleh perempuan dalam berbagai kegiatan, tetapi juga digunakan laki-laki dalam acara-acara penting. Mulai dari menghadiri kondangan, hingga acara kenegaraan, desain kain jarik disesuaikan sedemikian rupa.
Dalam budaya Jawa, kain jarik memiliki filosofi aja gampang sirik yang berarti jangan mudah iri. Selain mengandung filosofi, kain jarik juga memiliki keunikan lain dengan lipatan-lipatan yang disebut dengan wiru atau wiron yang sering ditemukan pada rok jarik. Tahukah kamu bahwa lipatan-lipatan pada kain jarik biasanya berjumlah ganjil? Unik sekali bukan?
Kebaya Jawa Tengah
Seperti halnya jarik, kebaya juga merupakan salah satu pakaian adat yang dikenal berasal dari Jawa. Kebaya adalah pakaian atasan dari jenis blus atau tunik yang digunakan secara khusus oleh perempuan. Kebaya biasanya dibuat dari kain tipis yang dipadukan dengan kain batik, songket, atau bahan sarung.
Nama kebaya sendiri pada dasarnya berasal dari Bahasa Arab, abaya yang berarti pakaian. Menurut catatan sejarah, kebaya disebutkan dibawa pedagang dari China yang kemudian mengalami proses akulturasi budaya di Tanah Jawa. Dahulu, kebaya merupakan simbol aristokrat perempuan bangsawan, yang menjadi pembeda antara mereka dengan masyarakat bawah (non bangsawan).
Catatan yang ditulis oleh Thomas Stanford Rafles menunjukkan bahwa jenis kebaya dengan bahan sutera, beludru dan brokat dengan bukaan yang disatukan oleh bros di bagian dada telah ada sejak tahun 1817.
Hingga kini, kebaya telah mengalami serangkaian proses penyesuaian zaman sehingga modelnya pun mengalami perkembangan pesat. Model kebaya tak hanya gaya klasik, tetapi terus disesuaikan dengan tren modern.
Kebaya dari Jawa Tengah biasanya terdiri atas kemben, kain kapih tanjung dan stagen, yang dilengkapi dengan kain jarik sebagai bawahannya. Adapun aksesori tambahan yang digunakan oleh perempuan yang mengenakan kebaya Jawa Tengah adalah kalung, cincin, gelang, subang dan kipas. Dengan bagian rambut ditata dengan konde dan disisipkan bunga melati di dalamnya.
Pakaian Adat yang Bisa Dikenakan oleh Laki-Laki dan Perempuan
Ada jenis pakaian adat tertentu yang dapat digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Batik Jawa Tengah
Dalam Bahasa Jawa, batik diyakini berasal dari kalimat “babat soko sak thithik” atau berarti mengerjakan sesuatu sedikit demi sedikit. Namun ada pula yang menyebutkan bahwa nama batik adalah gabungan dari kata “amba” atau luas dan “thik/titik” yang berarti membuat titik. Sehingga, menurut pendapat kedua, batik diartikan sebagai menggabungkan atau menggambar titik-titik pada kain yang lebar.
Semenjak diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, batik semakin berkembang menjadi tren fashion yang digemari tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Baju batik atau kain batik menjadi tren baru yang digunakan dalam berbagai kesempatan. Khususnya untuk acara formal dan resmi di berbagai instansi, baik milik pemerintah maupun swasta, batik menjadi busana wajib. Terlebih, sejak diakui oleh UNESCO, hari batik diperingati setiap tanggal 2 Oktober.
Sehingga, kini model pakaian batik menjadi lebih beragam. Tidak hanya digunakan sebagai bawahan kebaya, tetapi juga sebagai long dress yang digunakan oleh perempuan serta atasan baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Budaya Jawa memiliki beragam corak batik. Tak terkecuali Jawa Tengah. Biasanya, yang membedakan antara batik setiap daerah adalah corak khasnya. Batik khas Jawa Tengah didominasi oleh motif flora dan fauna dan corak yang masih mengikuti pakem secara tradisional. Warna-warni batik Jawa Tengah juga didominasi oleh warna yang cenderung gelap.
Setiap motif batik yang kemudian membentuk corak batik tertentu, dipengaruhi oleh karakteristik geografis dan budaya lokal. Seperti misalnya, batik dari daerah pesisir biasanya didominasi oleh corak yang dinamis dan warna yang tegas.
Adapun beberapa motif batik dari Jawa Tengah yang paling populer di antaranya, Batik Pekalongan dan Jepara yang memadukan pola flora dan fauna dengan warna cerah, Batik Solo dengan warna cokelat dan motif Sungai Bengawan Solonya, Batik Tegal dengan motif flora dan fauna lokal, Batik Pati dengan warna dominan yang mencolok, yaitu hijau, kuning, biru, dan merah, Batik Rembang dengan warna merah khasnya, Batik Kudus dengan motif menara, cengkeh dan tembakau khasnya dan batik-batik khas dari daerah Jawa Tengah lainnya.
Pakaian Adat Khusus Pengantin
Apa saja pakaian adat Jawa Tengah yang digunakan khusus oleh pengantin? Berikut ulasannya.
Kanigaran
Kanigaran merupakan seperangkat pakaian sekaligus riasan khusus untuk pengantin yang pada mulanya berasal dari keluarga kerajaan Kesultanan Ngayogyakarta. Pakaian beserta riasan lengkapnya ini disebut dengan Paes Ageng Kanigaran. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana IX, pakaian dan riasan adat ini boleh digunakan oleh masyarakat umum yang hendak melangsungkan upacara adat perkawinan.
Pakaian adat Jawa Tengah yang satu ini terbuat dari bahan beludru berwarna hitam yang disertai dengan kain dodot untuk bawahannya. Untuk riasan wajah, kedua mempelai pengantin akan dirias sedemikian rupa sesuai riasan Kanigaran.
Paes Ageng Kanigaran juga dikenal sebagai salah satu jenis corak rias pengantis khas Yogyakarta. Selain Paes Ageng Kanigaran, masih ada empat jenis corak rias pengantin lain, yaitu Corak Paes Ageng, Corak Paes Ageng Jangan Menir, Corak Kasatriyan Ageng dan Corak Yogya Putri.
Basahan
Seperti halnya Kanigaran, Basahan juga merupakan pakaian adat sekaligus riasan lengkap khusus digunakan oleh pengantin yang menggunakan adat Jawa. Pakaian sekaligus riasan lengkapnya ini berasal dari kebudayaan zaman Kerajaan Mataram dan hingga saat ini masih digunakan pada saat upacara adat perkawinan Jawa.
Adapun perbedaan antara pakaian adat Kanigaran dan Basahan adalah terletak pada gaya pemakaiannya. Jika Kanigaran dikenakan dengan pakaian luar berbahan beludru setelah kemben, pada Basahan bagian luar tersebut tidak ada, jadi hanya kemben saja. Sementara untuk riasan wajah pengantinnya hampir serupa dengan Paes Ageng Kanigaran.
Jika Kanigaran merupakan adat Yogyakarta, Basahan merupakan pakaian adat pengantin khas Solo. Selain Basahan, adat Solo juga memiliki jenis tata rias pengantin lain, yaitu Solo Puteri.
Aksesoris dan Pelengkap Pakaian Adat Jawa Tengah
Jika di atas kita telah mengulas tentang berbagai pakaian adat Jawa Tengah beserta penggunaannya, tak lengkap jika kita tidak sekaligus membahas aksesoris beserta seperangkat pelengkap pakaian adat. Berikut ulasannya.
Kemben
Sebagaimana yang kita tahu, kemben merupakan pakaian atasan yang menutup hingga ke bagian dada yang khusus digunakan oleh perempuan sebagai pelengkap pakaian adat tertentu. Pakaian ini ini terbuat dari kain tebal yang dipakai dari belakang dengan mengaitkan satu sisi dengan sisi yang lain menggunakan kancing khas pakaian adat.
Tetapi dalam pakaian adat Jawa Tengah, penggunaan kemben hanya dipakai sebagai kain pelapis di bagian dalam sehingga tidak terlihat dari luar.
Baca juga: 7 Senjata Tradisional Jawa Tengah
Sinjang atau Dodot
Sinjang atau Dodot merupakan pelengkap pakaian adat berupa kain batik panjang yang digunakan oleh perempuan untuk membalut badan bagian bawah sebagai kain pelapis di bagian dalam. Dodot atau disebut juga dodotan biasanya dipakai pada upacara adat resmi seperti perkawinan.
Dalam penggunaannya, dodot digunakan sebagai pakaian lapis dalam seperti halnya kemben. Bedanya, penggunaan dodot biasanya pada pernikahan Jawa adat Solo. Secara filosofis, dodot mengandung makna keharmonisan dan kesejahteraan. Selain itu, biasanya dodot juga digunakan dengan kombinasi kain cinde sekar abrit yang melambangkan rajin bekerja dan mandiri.
Penggunaan dodot pada upacara perkawinan transpirasi dari daerah keraton. Oleh karenanya, mempelai perempuan yang mengenakan dodot akan tampak bernuansa ningrat. Selain digunakan oleh manten putri, dodot juga bisa digunakan oleh para pager ayu. Jadi, buat kamu yang ingin menjadi manten putri atau pager ayu bak putri keraton, kamu bisa mulai mencari inspirasi dodotan yang kekinian sesuai seleramu ya!
Stagen
Stagen atau disebut juga korset merupakan kain pelengkap pakaian adat berupa gulungan kain yang kecil dan panjang. Seperti halnya kemben, stagen juga dipakai di bagian dalam. Tepatnya digunakan untuk menahan jarik agar tidak jatuh atau melorot. Alias digunakan sebagai sabuk ketika menggunakan pakaian adat.
Selain itu, penggunaan stagen sebenarnya juga dimaksudkan untuk menekan perut sedemikian rupa agar tidak terlihat buncit. Saat ini, penggunaan stagen sudah jarang ditemukan. Seiring dengan semakin langkanya pagelaran kesenian tradisional yang memungkinkan seseorang mengenakan stagen.
Kain Tapih Pinjung
Kain tapih pinjung merupakan kain yang terbuat dari jarik bermotif batik yang digunakan untuk menutupi stagen agar tidak terlihat. Sehingga, jika diurutkan dari dalam, kain tapih pinjung digunakan setelah menggunakan stagen.
Seperti halnya stagen, kain ini digunakan di bagian perut dan pinggang dengan cara melilitkannya secara memutar dari sisi kiri ke kanan.
Kuluk
Kuluk atau disebut juga kopyah atau topi dipakai oleh manten kakung dalam perkawinan adat Jawa Tengahan. Elemen pelengkap pakaian adat ini berupa topi yang panjang, berwarna hitam dan dilapisi oleh kain beludru. Dahulu, kuluk dipakai oleh raja di Kerajaan Jawa khususnya. Kini, seiring dengan perkembangan dan penyesuaian budaya, kuluk boleh dipakai oleh pengantin laki-laki dalam upacara adat perkawinan khas Jawa.
Blangkon
Meskipun sama-sama berupa topi penutup kepala yang digunakan oleh laki-laki, tetapi blangkon berbeda dengan kuluk. Penggunaan blangkon lebih luwes dan bersifat kondisional. Sementara kuluk merupakan pelengkap pakaian adat khusus perkawinan. Sehingga menggunakan kuluk tanpa busana adat khusus perkawinan akan tampak aneh. Tidak seperti blangkon yang bisa dikenakan meskipun tidak pada acara yang formal dan resmi.
Paduan pakaiannya pun lebih luwes. Bisa dipadu padankan dengan baju surjan lurik-lurik, bisa juga dipadukan dengan baju beskap meskipun tidak mengenakan jarik seperti pada busana jawi jangkep.
Sejak zaman kerajaan Jawa dahulu, penggunaan blangkon memang lebih dekat dengan rakyat bawah. Sebab, kuluk hanya diperuntukkan untuk dikenakan oleh raja. Sedangkan blangkon dikenakan oleh para abdinya. Seiring berjalannya waktu, kuluk dan blangkon mengalami perkembangan dan penyesuaian dalam penggunaannya.
Sehingga, hari ini kuluk tidak hanya digunakan oleh sultan Jawa, tetapi juga boleh digunakan oleh masyarakat dalam upacara adat tertentu. Begitu pula blangkon, tidak hanya boleh dipakai oleh abdi dalem. Tetapi boleh juga dipakai oleh masyarakat luas.
Keris
Dalam pakaian adat Jawa, kehadiran keris merupakan hal yang bersifat simbolis. Meskipun dalam pakaian adat keris tidak digunakan secara fungsional, tetapi kehadirannya dianggap penting untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu sesuai dengan kandungan filosofis Jawa.
Sebagai pelengkap pakaian adat Jawa, keris selalu digunakan dengan cara diselipkan di bagian belakang pakaian pengantin pria. Terlebih untuk baju suram, keris merupakan salah satu elemen utama untuk melengkapi baju adat ini.
Keris yang digunakan dalam pakaian adat bukan merupakan keris sungguhan sebagai senjata tajam. Melainkan, hanya sepotong kayu yang diukir menyerupai keris asli dan didesain sedemikian rupa sehingga tempat atau sarungnya juga menyerupai keris sungguhan.
***
Mengulas berbagai hal tentang adat dan budaya memang sangat menarik ya. Dengan begini, kita semakin tahu bahwa warisan budaya kita sangat kaya, beragam, dan mengandung banyak nilai filosofis penting untuk kehidupan. Tidak sembarangan. Pasti selalu ada pengajaran luhur yang ingin disampaikan melalui adat tertentu.
Bahkan, untuk sesuatu yang sesederhana pakaian saja, kita memiliki ragam budaya yang unik. Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita sejak dahulu sangat menjunjung tinggi estetika dan kesenian dengan tidak melupakan nilai-nilai luhur yang ingin diwariskan kepada generasi berikutnya.
Baca juga: 6 Rumah Adat Jawa Tengah
Pemahaman Akhir
Indonesia, selain dikenal karena memiliki ribuan pulau yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, juga membanggakan kaya akan warisan budayanya. Pulau Jawa, sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia, menjadi tempat menyimpan berbagai keragaman warisan budaya yang telah diakui di seluruh dunia. Mulai dari bahasa, adat istiadat, perkakas, corak bangunan, kesenian hingga pakaian adatnya, semuanya menarik untuk dieksplorasi.
Pulau Jawa itu sendiri terdiri atas beberapa wilayah yang berbeda, yang mempengaruhi corak kebudayaan di setiap bagian wilayahnya. Secara umum, corak budaya Jawa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kali ini, kita mengeksplorasi lebih dalam mengenai budaya Jawa Tengah, khususnya pakaian adatnya.
Meskipun pakaian adat di Jawa Tengah terlihat serupa dengan pakaian adat di pulau Jawa lainnya, setiap pakaian adat memiliki ciri khasnya sendiri yang mencerminkan budaya Jawa Tengah. Beberapa nama pakaian adat Jawa Tengah termasuk Jawi Jangkep, Kebaya, Batik, Surjan, Basahan, dan Jarik.
Kebaya, Batik, dan Jarik sebagai pakaian adat juga dimiliki oleh Jawa Timur, tetapi tentu ada ciri khas yang membedakan setiap pakaian adat dari daerah tertentu. Misalnya, batik Jawa Timur didominasi oleh motif alam, sementara batik Jawa Tengah lebih berfokus pada motif abstrak dan mitologis.
Pakaian adat Jawa Tengah terdiri dari pakaian khusus untuk laki-laki seperti Baju Beskap, Surjan, dan Jawi Jangkep, serta pakaian untuk perempuan seperti Kain Jarik, Kebaya, dan Kemben. Ada juga beberapa pakaian adat yang dapat digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan, seperti Batik Jawa Tengah.
Pada acara perkawinan, terdapat pakaian adat khusus untuk pengantin, seperti Kanigaran dan Basahan. Selain itu, aksesoris dan pelengkap seperti Kemben, Sinjang atau Dodot, Stagen, Kain Tapih Pinjung, Kuluk, Blangkon, dan Keris, semuanya berkontribusi untuk menambah kesan megah dan elegan pada pakaian adat Jawa Tengah.
Kekayaan budaya Jawa Tengah, terutama dalam hal pakaian adatnya, merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat Indonesia. Pakaian adat ini bukan hanya sekadar busana, tetapi juga mencerminkan filosofi dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan melestarikan dan mengenakan pakaian adat Jawa Tengah, kita bisa turut memperkuat dan membanggakan keanekaragaman budaya Indonesia.
Nah baiklah, sampai sini dulu perkenalan kita dengan berbagai macam pakaian adat Jawa Tengah ya. Sampai jumpa di perkenalan dengan pakaian adat dari daerah lainnya!