Orang yang pertama menaruh perhatian dan membuat perhitungan dari hasil berbagai macam persilangan menggunakan tanaman kapri atau ercis (Pisum sativum) adalah Gregor Johann Mendel. Sehingga munculah yang namanya hukum Mendel. Bagaimanakah isi dari hukum Mendel itu?
Agar kamu lebih memahami mengenai hukum Mendel dan penyimpangan hukum Mendel, yuk simak penjelasan berikut ini.
Daftar Isi
Pengertian Hukum Mendel
Hukum Mendel adalah hukum yang dapat menjelaskan dan membuktikan bahwa sifat-sifat anak banyak yang diturunkan dari orangtuanya. Sifat-sifat yang dimaksud disini adalah sifat biologi, yaitu sifat-sifat genetik. Misalnya bentuk hidung, warna rambut, jenis rambut, dan sebagainya.
Baca juga: Enzim dan Metabolisme
Hukum-Hukum Mendel
Mendel melakukan penelitian menggunakan tanaman ercis untuk menjelaskan pola-pola pewarisan sifat pada keturunan. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan terhadap tanaman ercis (Pisum sativum), Mendel dapat mencetuskan dua hukum tentang pewarisan sifat, yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II.
Hukum Mendel I/Hukum Segregasi
Hukum Mendel I disebut juga The law of segregation of allelic genes (hukum pemisahan gen yang sealela). Hukum Mendel ini menjelaskan bahwa pada waktu pembentukan gamet terjadi segregasi atau pemisahan alel-alel secara bebas, dari diploid menjadi haploid. Hukum Mendel I dapat kamu pelajari dari persilangan monohibrid.
Contoh:
Mawar merah yang bersifat dominan disilangkan dengan mawar putih yang bersifat resesif.
P1 : mawar merah x mawar putih
MM x mm
Gamet : M m
F1 : Mm (merah 100%)
P2 : Mm x Mm
Gamet : M M
m m
F2 :
M | m | |
M | MM | Mm |
m | Mm | mm |
Keterangan:
MM = merah
Mm = merah
mm = putih
Rasio fenotipe F2 = merah : putih = 3 : 1
Rasio genotipe F2 = MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1
Hukum Mendel II/Hukum Asortasi
Hukum Mendel II disebut juga The law of independent assortment of genes (hukum pengelompokkan/asortasi gen secara bebas). Hukum Mendel II ini mengatur tentang ketentuan penggabungan bebas yang harus menyertai terbentuknya gamet pada perkawinan dihibrid. Hukum Mendel II ini dapat kamu pelajari pada persilangan dihibrid.
Contoh:
Ercis berbiji bulat warna kuning (dominan) disilangkan dengan ercis berbiji kisut warna hijau (resesif)
P1 : bulat kuning x kisut hijau
BBKK x bbkk
Gamet : BK bk
F1 : BbKk (fenotipe bulat kuning 100%)
P2 : BbKk x BbKK
Gamet : BK BK
Bk Bk
bK bK
bk bk
F2 :
BK | Bk | bK | bk | |
BK | BBKK | BBKk | BbKK | BbKk |
Bk | BBKk | BBkk | BbKk | Bbkk |
bK | BbKK | BbKk | bbKK | bbKk |
bk | BbKk | Bbkk | bbKk | bbkk |
Pada F2 diperoleh macam fenotipe:
Bulat kuning : 9
Bulat hijau : 3
Kisut kuning : 3
Kisut hijau : 1
Jadi, rasio fenotipe F2 = 9 : 3 : 3 : 1
Baca juga: Contoh Bioteknologi dalam Kehidupan
Persilangan Testcross, Backcross, dan Resiprok
Persilangan Testcross
Adalah persilangan antara suatu individu yang tidak diketahui genotipenya dengan induk yang genotipenya homozigot resesif. Persilangan testcross ini dapat pula dilakukan dengan individu yang bukan induknya, dengan syarat genotipenya diketahui homozigot resesif. Tujuannya untuk mengetahui heterogenitas suatu persilangan.
Contoh:
Tanaman berbatang tinggi TT disilangkan dengan tanaman berbatang pendek tt
P1 : tanaman batang tinggi x tanaman batang pendek
TT x tt
Gamet : T t
F1 : Tt (tanaman batang tinggi 100%)
Testcross
tanaman batang tinggi x tanaman batang pendek
Tt x tt
T | |
T | Tt |
t | Tt |
50% tanaman berbatang tinggi
50% tanaman berbatang pendek
Persilangan Backcross
Adalah persilangan antara anakan F1 yang heterozigot dengan induknya yang homozigot dominan. Tujuannya untuk memudahkan menganalisis sifat genetis suatu karakter yang sedang diamati.
Contoh:
Tanaman berbiji bulat BB disilangkan dengan tanaman berbiji keriput bb
P : BB x bb
Gamet : B b
F1 : Bb (tanaman berbiji bulat 100%)
Backcross
tanaman berbiji bulat x tanaman berbiji bulat
Bb x BB
B | |
B | BB |
b | Bb |
100% tanaman berbiji bulat
Persilangan Resiprok
Persilangan resiprok disebut juga dengan persilangan tukar kelamin, yaitu persilangan ulang dengan jenis kelamin yang dipertukarkan.
Contoh:
H = gen yang menentukan polong warna hijau
H = gen yang menentukan polong warna kuning
Mula-mula serbuk sari dari bunga pada tanaman berbuah polong hijau diserbukkan pada putik bunga pada tanaman berbuah polong kuning. Pada persilangan berikutnya cara tersebut diatas dibalik. Dari kedua macam persilangan tersebut ternyata didapatkan keturunan F1 maupun F2 yang sama.
P hh x HH
kuning hijau
F1 Hh
hijau
serbuk sari : H dan h
sel telur : H dan h
F2
H | h | |
H | HH | Hh |
h | Hh | hh |
HH = polong hijau
Hh = polong hijau
Hh = polong hijau
hh = polong kuning
Persilangan resiproknya
P HH x hh
hijau kuning
F1 Hh
hijau
serbuk sari : H dan h
sel telur : H dan h
F2
H | h | |
H | HH | Hh |
h | Hh | hh |
HH = polong hijau
Hh = polong hijau
Hh = polong hijau
hh = polong kuning
Persilangan resiprok menghasilkan keturunan yang sama, baik F1 dan F2.
Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Setelah dijelaskan mengenai hukum Mendel I dan hukum Mendel II, selanjutnya akan dijelaskan mengenai penyimpangan hukum Mendel. Penyimpangan hukum Mendel adalah suatu bentuk persilangan yang tidak sesuai dengan hukum Mendel. Dalam penyimpangan hukum Mendel, terdapat yang namanya penyimpangan semu hukum Mendel.
Penyimpangan semu hukum Mendel adalah bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel. Penyimpangan semu hukum Mendel terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih yang saling mempengaruhi. Berikut adalah macam penyimpangan semu hukum Mendel.
Polimeri
Adalah hubungan gen yang saling menambah (bersifat kumulatif). Pada polimeri ini terdapat banyak gen bukan alel tetapi mempengaruhi karakter/sifat yang sama. Polimeri memiliki ciri yaitu makin banyak gen dominan, maka sifat karakternya makin kuat.
Contoh:
Gandum berkulit merah disilangkan dengan gandum berkulit putih
P1 : gandum berkulit merah x gandum berkulit putih
M1M1M2M2 x m1m1m2m2
Gamet: M1M2 m1m2
F1 : M1m1M2m2 = merah muda
P2 : M1m1M2m2 x M1m1M2m2
Gamet : M1M2 M1M2
M1m2 M1m2
m1M2 m1M2
m1m2 m1m2
F2 :
M1M2 | M1m2 | m1M2 | m1m2 | |
M1M2 | M1M1M2M2 merah tua sekali | M1M1M2m2 merah tua | M1m1M2M2 merah tua | M1m1M2m2 merah |
M1m2 | M1M1M2m2 merah tua | M1M1m2m2 merah | M1m1M2m2 merah | M1m1m2m2 merah muda |
m1M2 | M1m1M2M2 merah tua | M1m1M2m2 merah | m1m1M2M2 merah | m1m1M2m2 merah muda |
m1m2 | M1m1M2m2 merah | M1m1m2m2 merah muda | m1m1M2m2 merah muda | m1m1m2m2 putih |
Rasio fenotipe F2 yaitu merah : putih = 15 : 1
Dari contoh tersebut, diketahui bahwa gen M1 dan M2 bukan alel, tetapi sama-sama berpengaruh terhadap warna merah gandum. Apabila gen dominannya banyak, maka warna gandum akan semakin merah.
Kriptomeri (9 : 3 : 4)
Pada persilangan kriptomeri, apabila gen berdiri sendiri maka keberadaan sifat gen dominannya tersembunyi. Akan tetapi, apabila terjadi interaksi antara gen dominan dengan gen dominan lainnya, maka akan muncul sifat gen dominan yang sebelumnya tersembunyi. Kriptomeri memiliki ciri yaitu ada karakter baru muncul bila ada 2 gen dominan bukan alel berada bersama.
Contoh:
Persilangan Linaria maroccana
P1 : merah x putih
AAbb aaBB
Gamet : Ab aB
F1 : AaBb = ungu (warna ungu muncul karena keberadaan A dan B sedang bersama)
P2 : AaBb x AaBb
Gamet : AB AB
Ab Ab
aB aB
ab ab
F2 :
AB | Ab | aB | ab | |
AB | AABB ungu | AABb ungu | AaBB ungu | AaBb ungu |
Ab | AABb ungu | AAbb merah | AaBb ungu | Aabb merah |
aB | AaBB ungu | AaBb ungu | aaBB putih | aaBb putih |
ab | AaBb ungu | Aabb merah | aaBb putih | Aabb putih |
Rasio fenotipe F2 nya yaitu ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4
Epistasis-Hipostasis (12 : 3 : 1)
Adalah suatu peristiwa dimana suatu gen dominan menutupi pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi disebut epistatis dan yang ditutupi disebut hipostatis.
Contoh:
Persilangan antara jagung berkulit hitam dengan jagung berkulit kuning
P1 : hitam x kuning
HHkk hhKK
Gamet : Hk hK
F1 : HhKk = hitam (H dan K berada bersama dan keduanya dominan. Tetapi karakter yang muncul adalah hitam. Ini berarti hitam epistatis/menutupi terhadap kuning hipostasis/ditutupi terhadap hitam
P2 : HhKk x HhKk
Gamet : HK HK
Hk Hk
hK hK
hk hk
F2 :
HK | Hk | hK | hk | |
HK | HHKK hitam | HHKk hitam | HhKK hitam | HhKk hitam |
Hk | HHKk hitam | HHkk hitam | HhKk hitam | Hhkk hitam |
hK | HhKK hitam | HhKk hitam | hhKK kuning | hhKk kuning |
hk | HhKk hitam | Hhkk hitam | hhKk kuning | hhkk putih |
Rasio fenotipe F2 hitam : kuning : putih = 12 : 3 : 1
Komplementer (9 : 7)
Komplementer dinamakan juga epistatis gen resesif rangkap, karena jika salah satu gen bersifat homozigot resesif, pemunculan suatu karakter oleh gen lain menjadi tidak sempurna atau terhalang. Komplementer adalah hubungan dua gen dominan yang saling melengkapi untuk memunculkan suatu karakter.
Contoh:
Perkawinan antara dua orang yang sama-sama bisu tuli
P1 : bisu tuli x bisu tuli
DDee ddEE
Gamet : De dE
F1 : DdEe = normal (D dan E berada bersama dan saling bekerja sama, memunculkan karakter normal. Bila hanya memiliki salah satu gen dominan, yaitu gen D atau E saja, maka akan muncul karakter bisu tuli.
P2 : DdEe x DdEe
Gamet : DE DE
De De
dE dE
de de
F2 :
DE | De | dE | de | |
DE | DDEE normal | DDEe normal | DdEE normal | DdEe normal |
De | DDEe normal
| DDee bisu tuli | DdEe normal | Ddee bisu tuli |
dE | DdEE normal | DdEe normal | ddEE bisu tuli | ddEe bisu tuli |
de | DdEe normal | Ddee bisu tuli | ddEe bisu tuli | ddee bisu tuli
|
Rasio fenotipe F2 normal : bisu tuli = 9 : 7
Interaksi Alel
Penyimpangan semu hukum Mendel yang terakhir adalah interaksi alel. Interaksi alel adalah peristiwa dimana muncul suatu karakter akibat adanya interaksi antargen dominan maupun antargen resesif.
Contoh:
Mengenai jengger pada ayam
P1 : Rose x Pea
RRpp rrPP
Gamet : Rp rP
F1 : RrPp = Walnut
P2 : RrPp x RrPp
Gamet : RP RP
Rp Rp
rP rP
rp rp
F2 :
RP | Rp | rP | rp | |
RP | RRPP walnut | RRPp walnut | RrPP walnut | RrPp walnut |
Rp | RRPp walnut | RRpp rose | RrPp walnut | Rrpp rose |
rP | RrPP walnut | RrPp walnut | rrPP pea | rrPp pea |
rp | RrPp walnut | Rrpp rose | rrPp pea | rrpp single
|
Rasio fenotipe F2 walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1
Pada contoh tersebut, terdapat 2 karakter baru muncul, yaitu Walnut : muncul karena interaksi 2 gen dominan dan Single : muncul karena interaksi 2 gen resesif.
Baca juga: Proses Pembelahan Sel
Pemahaman Akhir
Gregor Johann Mendel adalah orang yang pertama kali melakukan perhitungan dan perhatian serius terhadap hasil persilangan tanaman kapri atau ercis (Pisum sativum). Dari penelitiannya, ia mengemukakan dua hukum utama dalam genetika yang dikenal sebagai Hukum Mendel.
Hukum Mendel I, juga dikenal sebagai Hukum Segregasi, menjelaskan bahwa pada waktu pembentukan gamet terjadi pemisahan alel-alel secara bebas, dari keadaan diploid menjadi haploid. Contoh persilangan mawar merah (dominan) dengan mawar putih (resesif) menghasilkan fenotipe F2 dengan rasio merah : putih = 3 : 1.
Hukum Mendel II, juga dikenal sebagai Hukum Asortasi, mengatur tentang ketentuan penggabungan bebas yang harus menyertai terbentuknya gamet pada persilangan dihibrid. Contoh persilangan ercis berbiji bulat warna kuning (dominan) dengan ercis berbiji kisut warna hijau (resesif) menghasilkan fenotipe F2 dengan rasio fenotipe unggul : resesif = 9 : 3 : 3 : 1.
Selain itu, terdapat beberapa penyimpangan semu hukum Mendel yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dari dasar dihibrid menurut hukum Mendel. Penyimpangan semu tersebut meliputi:
Polimeri: Hubungan gen yang saling menambah dan menghasilkan karakter yang semakin kuat. Contohnya adalah persilangan gandum berkulit merah dengan gandum berkulit putih menghasilkan fenotipe F2 dengan rasio merah : putih = 15 : 1.
Kriptomeri (9 : 3 : 4): Ketika gen berdiri sendiri, sifat dominan tersembunyi, tetapi ketika gen dominan lainnya ada, sifat dominan yang sebelumnya tersembunyi muncul. Contohnya adalah persilangan Linaria maroccana yang menghasilkan fenotipe F2 dengan rasio ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.
Epistasis-Hipostasis (12 : 3 : 1): Terjadi ketika gen dominan menutupi pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Contohnya adalah persilangan jagung berkulit hitam dengan jagung berkulit kuning yang menghasilkan fenotipe F2 dengan rasio hitam : kuning : putih = 12 : 3 : 1.
Komplementer (9 : 7): Terjadi ketika dua gen dominan saling melengkapi untuk memunculkan suatu karakter. Contohnya adalah persilangan dua orang yang sama-sama bisu tuli yang menghasilkan fenotipe F2 dengan rasio normal : bisu tuli = 9 : 7.
Interaksi Alel: Terjadi ketika ada interaksi antara gen dominan maupun gen resesif. Contohnya adalah persilangan mengenai jengger pada ayam yang menghasilkan fenotipe F2 dengan rasio walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
Dengan demikian, pengetahuan mengenai hukum Mendel dan penyimpangan semu hukum Mendel sangat penting dalam memahami pewarisan sifat dan pola-pola genetika pada keturunan.
Demikian penjelasan mengenai hukum Mendel dan penyimpangan hukum Mendel. Bagaimana sekarang kamu sudah paham kan? Semoga penjelasan materi mengenai hukum mendel ini bermanfaat ya? Dan dapat menambah wawasan kamu dalam belajar mengenai pewarisan sifat.
Sumber:
Kistinnah, Idun dan Endang Sri Lestari. (2010). BIOLOGI. Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Safitri, Ririn. (2016). BIOLOGI. Surakarta: Mediatama.