Daftar Isi
Max Weber menjadi salah satu tokoh sosiologi klasik yang memiliki latar belakang yang menarik untuk dipelajari. Weber lahir di Erfurt, Jerman tahun 1864 dan tumbuh di lingkungan borjuis. Pemikiran-pemikiran Weber dinilah punya kontribusi yang tidak kalah baik dari tokoh lainnya. Apa sajakah bentuk pemikiran-pemikiran Weber tersebut? Simak yuk uraian berikut.
Pemikiran Max Weber (1864-1920)
Sejak masa remajanya, Max Weber telah menunjukkan minatnya dalam dunia akademis. Dia mengejar pendidikan di berbagai bidang seperti ekonomi, hukum, dan filsafat di Universitas Heidelberg, Berlin, dan Goettingen. Namun, meskipun memiliki karier akademis yang cemerlang, Weber mengalami depresi yang berkepanjangan pada tahun 1897 setelah kehilangan ayahnya.
Minat Weber dalam ilmu sosial, terutama sosiologi, muncul kembali setelah beberapa tahun kondisinya pulih. Kontribusinya dalam ilmu sosiologi terlihat dalam karyanya yang terkenal, seperti Basic Sociological Terms, Objectivity in Social Science, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, dan The Types of Legitimate Domination.
Dalam karyanya yang berjudul Basic Sociological Terms, Weber membahas fokus utama sosiologi menurut pandangannya, yaitu tindakan sosial. Menurut Weber, setiap tindakan individu yang ditujukan kepada individu lain atau kelompok memiliki makna subjektif. Bagi Weber, tujuan utama sosiologi adalah untuk memahami dengan mendalam (verstehen) makna subjektif dari tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut.
Weber mengelompokkan tindakan sosial menjadi empat jenis. Pertama, tindakan rasional-instrumental (zweckrational) mengacu pada tindakan yang didasari oleh pertimbangan rasional untuk mencapai tujuan tertentu, seperti transaksi ekonomi. Kedua, tindakan rasional nilai (wertrational) berkaitan dengan tindakan yang didasari oleh kepercayaan pada nilai-nilai tertentu, seperti berdoa bersama yang didasarkan pada nilai agama.
Tipe ketiga, tindakan afektif, melibatkan tindakan yang dipengaruhi oleh perasaan individu, misalnya menangis di pemakaman. Tipe terakhir, tindakan tradisional, terjadi karena adanya tradisi atau telah dilakukan secara berulang-ulang sejak zaman dahulu, seperti mudik.
Selain itu, tiga karya lainnya oleh Weber membahas beragam topik, termasuk objektivitas dalam ilmu sosial, analisis kapitalisme, dan sumber legitimasi kepemimpinan. Semua karya-karya ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam uraian berikutnya.
Objectivity in Social Science (1904) – Ideal Type
Dalam Objectivity in Social Science, Weber mencetuskan sebuah konsep bernama tipe ideal. Tipe ideal mengacu pada berbagai terminologi yang digunakan oleh ilmuwan sosial untuk menangkap karakteristik-karakteristik penting dari sebuah fenomena, seperti empat tipe tindakan sosial yang telah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya.
Tipe ideal membantu ilmuwan sosial agar tetap objektif dalam mengkaji sebuah fenomena. Terlepas dari fungsinya untuk menjaga ilmuwan sosial agar tetap objektif, Weber menyatakan bahwa tipe ideal berbeda dengan realitas sosial yang terjadi di lapangan.
Sebagai contoh, seorang sosiolog bisa saja menyatakan bahwa penggunaan atribut keagamaan oleh individu merupakan bentuk tindakan sosial rasional nilai, karena tindakan tersebut dilandasi oleh nilai-nilai agama. Namun pada kenyataannya, penggunaan atribut keagamaan pasti melibatkan faktor-faktor eksternal lain seperti faktor emosi dan tradisi.
Hal ini menunjukkan bahwa tipe ideal hanya dapat digunakan untuk menjelaskan satu aspek spesifik dari sebuah fenomena, dan seorang ilmuwan sosial harus mampu menjelaskan secara detail mengapa ia memilih untuk menggunakan tipe ideal (terminologi) yang bersangkutan.
The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904-1905)
Dalam The Protestant Ethic, Weber mencoba melihat hubungan antara doktrin keagamaan dengan semangat kapitalisme. Data statisik yang berhasil Weber dapatkan menunjukkan bahwa mayoritas pemilik modal, pemimpin perusahaan, serta tenaga kerja ahli di Jerman merupakan pengikut ajaran Kristen Protestan.
Weber lalu melakukan investigasi dan menemukan bahwa salah satu cabang ajaran Kristen Protestan, yaitu Calvinisme, memiliki doktrin yang kompatibel dengan semangat kapitalisme. Menurut Weber, doktrin Calvinisme yang dibawa oleh Richard Baxter, penerus John Calvin, sarat dengan “etos keduniawian” yang mendorong pemeluknya untuk berkerja, dan mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya.
Doktrin Calvinisme mengajarkan bahwa aktivitas ekonomi merupakan bentuk pelayanan kepada Tuhan. Selain itu, doktrin Calvinisme juga menyatakan bahwa kekayaan seorang individu menandakan rasa cinta Tuhan akan diri individu tersebut. Hal inilah yang menyebabkan pemeluk ajaran Calvinis berlomba-lomba mengumpulkan kekayaan, untuk membuktikan rasa cinta Tuhan atas dirinya.
Lewat The Protestant Ethic, Weber menyatakan bahwa selain hasrat untuk menjadi kaya dan perkembangan teknologi, motivasi internal yang berasal dari nilai-nilai tertentu (dalam kasus ini, agama) juga turut berperan dalam mengembangkan semangat kapitalisme.
The Types of Legitimate Domination (1914)
Dalam The Types of Legitimate Domination, Weber membahas tentang tiga basis legitimasi seorang pemimpin, yaitu rasional, tradisional, dan karismatik. Basis legitimasi rasional mengacu pada seperangkat aturan hukum yang telah disepakati, seperti undang-undang pemilihan umum yang mengatur jalannya pemilihan presiden, gubernur, serta anggota dewan.
Basis legitimasi tradisional mengacu pada kepercayaan terhadap tradisi, seperti tradisi memilih kepala suku berdasarkan garis keturunan. Basis legitimasi yang terakhir, kharismatik, mengacu pada kesucian, kepahlawanan, atau karakter-karakter lain yang membuat seorang individu dinobatkan sebagai seorang pemimpin, contohnya seperti nabi dan pemimpin keagamaan.
Lebih lanjut, Weber membahas tentang karakteristik kelompok yang dipimpin oleh masing-masing pemimpin, dengan basis legitimasi yang berbeda. Dalam kelompok yang dipimpin oleh pemimpin dengan basis legitimasi rasional, baik anggota kelompok maupun pemimpin kelompok diwajibkan untuk tunduk pada hukum yang berlaku.
Hubungan antara pemimpin dan anggota kelompok bersifat impersonal. Artinya, anggota kelompok hanya dituntut untuk patuh kepada pemimpin, selama anggota tersebut memiliki tugas, atau kewajiban yang diatur oleh hukum. Selebihnya, anggota kelompok dipandang sebagai individu yang bebas.
Dalam kelompok yang dipimpin oleh pemimpin dengan basis legitimasi tradisional, anggota kelompok merupakan “bawahan” atau “subjek” dari pemimpin kelompok. Hubungan antara anggota dan pemimpin kelompok dilandasi oleh kesetiaan sang anggota terhadap pemimpinnya.
Terakhir, dalam kelompok yang dipimpin oleh pemimpin dengan basis legitimasi karismatik, anggota kelompok (yang disebut sebagai “pengikut”) memberikan seluruh jiwa dan raganya kepada sang pemimpin, yang umumnya dianggap sebagai utusan Tuhan, atau individu dengan kekuatan gaib.
Karya-karya Weber memiliki dampak yang sangat signifikan bagi perkembangan sosiologi. Pemikiran Weber yang berfokus pada ide dan nilai menjadi alternatif, sekaligus kritik bagi pemikiran Marx yang sangat materialistis. Pemikiran Weber tentang birokrasi dan tipe-tipe legitimasi menjadi topik bahasan yang sangat penting dalam ranah sosiologi politik dan sosiologi organisasi.
Jadi, itu dia sekilas penjelasan tentang pemikiran Max Weber, salah satu tokoh penting dalam sosiologi klasik. Secara akademis, pemikiran Weber turut memengaruhi karya-karya sosiolog kontemporer seperti Anthony Giddens dan Pierre Bourdieu. Pemikiran Weber juga turut berpengaruh terhadap lahirnya diskusi-diskusi terkait modernitas dan post-modernitas.
Sumber:
Calhoun, C., Gerteis, J., Moody, J., Pfaff, S., & Virk, I. (2007). Classical Sociological Theory. Great Britain: Blackwell Publishing.
Ritzer, G. (2003). The Wiley-Blackwell Companion to Sociology. Oxford: Wiley-Blackwell.