Daftar Isi
Nama Karl Marx barangkali sudah banyak dikenal di beberapa disiplin ilmu pengetahuan termasuk dalam bidang sosiologi. Marx merupakan kelahiran Trier, Jerman Barat, di tahun 1818. Meskipun Marx mendapat julukan sebagai bapak sosiologi modern, nyatanya ia bukan sosiolog.
Marx pada masa itu kerap disebut-sebut sebagai filsuf, ekonom, jurnalis, sekaligus kritikus sosial. Kendati demikian, Marx memiliki pemikiran yang menarik untuk dipelajari terkait dengan ilmu sosiologi. Berikut inilah beberapa pemikiran pentingnya.
Pemikiran Karl Marx (1818-1883)
Karl Marx telah menciptakan berbagai karya untuk menyampaikan pemikirannya yang penting. Beberapa di antaranya termasuk Economic and Philosophic Manusripts of 1884, The German Ideology, Manifesto of the Communist Party, dan Das Kapital.
Dalam karyanya yang berjudul Manifesto of the Communist Party, Marx mengulas mengenai konflik sosial yang terjadi di dalam masyarakat, terutama antara pemilik modal yang disebut borjuis dan kelas pekerja yang dikenal sebagai proletar. Marx berpendapat bahwa borjuis memanfaatkan kekuatan ekonominya untuk mengeksploitasi proletar.
Dalam pandangan Marx, eksploitasi ini akan mendorong proletar untuk bersatu sebagai kelompok. Mereka akan memobilisasi diri dan berjuang untuk merebut alat-alat produksi yang dikuasai oleh borjuis. Akhir dari konflik kelas ini adalah terbentuknya masyarakat komunis, di mana tidak ada lagi pembagian kelas sosial, dan semua anggota masyarakat berfokus pada pengembangan diri dan kesejahteraan bersama.
Selain Manifesto of the Communist Party, Marx juga menulis tiga karya lain yang membahas berbagai topik yang beragam. Dia mengeksplorasi konsep materialisme, mengulas tentang proses keterasingan yang dialami oleh kelas pekerja dalam masyarakat industrial, dan menganalisis struktur dan dinamika kapitalisme. Dengan karya-karya ini, Marx telah memberikan kontribusi besar dalam pemahaman tentang dinamika sosial dan ekonomi yang memengaruhi masyarakat pada masanya dan masih relevan hingga saat ini.
The German Ideology (1845)
Dalam The German Ideology, Marx menolak penggunaan gagasan, ide, serta hal-hal lain yang sifatnya abstrak dalam melihat fenomena sosial. Marx menyatakan bahwa dunia ini disusun dari hal-hal yang sifatnya material. Artinya, fenomena sosial harus dilihat secara empiris, sesuai dengan fakta material yang ada di lapangan.
Pandangan Marx ini tidak lantas meniadakan hal-hal yang bersifat non-material dari kehidupan manusia. Marx menyatakan bahwa hal-hal non-material seperti kesadaran manusia, hukum, politik, aturan moral, hingga agama merupakan produk dari aktivitas material seperti interaksi antar individu, dan proses produksi barang. Melalui The German Ideology, Marx dengan tegas mengatakan bahwa hal-hal material hadir mendahului hal-hal non-material.
Economic and Philosophic Manuscripts of 1844
Dalam Economic and Philosophic Manuscripts of 1844, Marx membahas tentang dampak dari sistem ekonomi yang memperkaya pemilik modal, namun memiskinkan kelas pekerja di waktu yang sama. Sistem ekonomi semacam ini (yang dikenal dengan nama kapitalisme) membuat para pekerja merasa terasing dengan barang yang mereka produksi sendiri.
Marx menyebut fenomena tersebut dengan nama alienasi. Lebih lanjut, Marx membagi alienasi ke dalam empat tipe, yaitu alienasi dari hasil produksi, alienasi dari proses produksi, alienasi dari sifat dasar manusia, dan alienasi dari pekerja lain.
Alienasi dari hasil produksi mengacu pada keterasingan yang dirasakan oleh perkerja terhadap barang hasil produksinya sendiri. Seorang buruh sepatu misalnya, memproduksi sepatu berdasarkan desain, dan cara pembuatan yang telah ditentukan oleh pemilik modal.
Hal ini menyebabkan buruh tersebut memandang sepatu hasil buatannya sebagai benda yang asing. Lebih lanjut, upah yang dihasilkan oleh buruh tersebut belum tentu dapat digunakan untuk membeli sepatu yang diproduksi oleh dirinya sendiri.
Alienasi dari proses produksi mengacu pada keterasingan yang dirasakan oleh pekerja terhadap proses produksi sebuah barang. Sebagai contoh, dalam sebuah pabrik sepatu, proses pembuatan sepatu dibagi ke dalam beberapa fase; mulai dari pemotongan bahan mentah, penjahitan, hingga fase finishing.
Seorang buruh yang ditugaskan di fase pemotongan misalnya, akan terjebak dalam aktivitas yang sama dan berulang-ulang sepanjang jam kerjanya. Aktivitas yang repetitif ini mematikan kebebasan fisik dan pikiran buruh, sekaligus membuat buruh merasa tidak bahagia atau dengan kata lain, membuat buruh merasa terasing dari proses produksi yang ia lakukan setiap harinya.
Alienasi dari sifat dasar manusia mengacu pada keterasingan yang dirasakan oleh pekerja terhadap sifat dasar manusia yang ada dalam dirinya. Marx membedakan manusia dan binatang melalui tujuan masing-masing spesies dalam memproduksi barang. Sebagai contoh, seekor burung membuat sarang agar ia dan keturunannya dapat bertahan hidup.
Proses produksi yang dilakukan oleh manusia, di sisi lain, tidak hanya bertujuan untuk “bertahan hidup” semata. Manusia mampu memproduksi barang di luar kebutuhannya untuk bertahan hidup. Manusia mampu memproduksi barang untuk orang lain, dan bahkan untuk spesies lain. Manusia juga mampu memproduksi barang dengan mengikuti standar keindahan.
Sistem ekonomi kapitalis menyamakan aktivitas produksi yang dilakukan oleh manusia dengan aktivitas produksi yang dilakukan oleh binatang. Proses produksi yang dilakukan oleh buruh bertujuan untuk mendapatkan upah, atau dengan kata lain, bertahan hidup. Buruh tidak dapat merealisasikan kebebasannya melalui proses produksi.
Hal inilah yang disebut sebagai alienasi dari sifat dasar manusia, yaitu kebebasannya dalam memproduksi. Alienasi dari sifat dasar manusia akan menyebabkan alienasi dari pekerja lain. Buruh yang telah kehilangan sifat dasarnya hanya akan memandang buruh lain sebagai orang asing, alih-alih sebagai sesama makhluk sosial.
Das Kapital (1867)
Dalam Das Kapital, Marx membahas tentang hubungan antara komoditas, buruh, dan pemilik modal. Komoditas didefinisikan sebagai “objek yang memiliki nilai guna dan nilai tukar”. Jika nilai guna ditentukan oleh individu yang akan membeli sebuah komoditas, nilai tukar ditentukan berdasarkan “waktu kerja” (labor time) yang dibutuhkan untuk memproduksi barang tersebut.
Marx menyatakan bahwa buruh selalu menerima upah yang nilainya lebih sedikit, jika dibandingkan dengan waktu kerja yang telah mereka curahkan. Selisih antara waktu kerja dan upah disebut sebagai “nilai lebih,” inilah yang menjadi sumber pendapatan para pemilik modal. Dalam sistem ekonomi yang seperti ini, akumulasi dari nilai lebih akan terus memperkaya pemilik modal, dan memiskinkan kelas pekerja.
Terlepas dari ramalan Marx tentang kemenangan proletar atas borjuis yang belum terbukti, pemikiran-pemikiran Marx terkait konflik kelas, alienasi, dan eksploitasi buruh terbukti masih relevan, dan dapat digunakan untuk mengkaji (sampai batas tertentu) fenomena sosial di era modern.
Lebih lanjut, kelompok minoritas kerap menggunakan pemikiran Marx sebagai senjata untuk melawan opresi dan eksploitasi yang mereka alami. Namun di saat yang sama, pemikiran Marx juga pernah digunakan untuk menjustifikasi teror dan pembantaian yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal.
Nah, itulah berbagai pemikiran dari Karl Marx yang cukup banyak dikaji terkait dengan sosiologi. Secara akademis, pemikiran Marx berperan penting dalam lahirnya teori kritis, serta memengaruhi karya-karya sosiolog kontemporer seperti Michel Foucault, Pierre Bourdeau, Fredric Jameson, dan masih banyak lagi.
Sumber:
Calhoun, C., Gerteis, J., Moody, J., Pfaff, S., & Virk, I. (2007). Classical Sociological Theory. Great Britain: Blackwell Publishing.
Ritzer, G. (2003). The Wiley-Blackwell Companion to Sociology. Oxford: Wiley-Blackwell.