Daftar Isi
Teori liberalisme dan neo-liberalisme termasuk dalam dua teori hubungan internasional yang banyak dibahas. Kedua teori ini pastinya memiliki perbedaan, namun sama-sama mampu mendukung kajian dalam disiplin ilmu hubungan internasional. Lalu, apakah hal yang membedakan kedua teori tersebut? Mari simak penjelasannya di bawah ini.
Pengertian dan Asumsi Dasar Liberalisme
Liberalisme adalah teori dalam hubungan internasional yang muncul sebagai respons terhadap Perang Dunia I. Saat itu, masyarakat internasional mulai menyadari perlunya sistem politik yang dapat mencegah perang dan memelihara perdamaian.
Sebagai tanggapan terhadap situasi tersebut, konsep collective power muncul sebagai upaya untuk mencapai perdamaian. Hal ini mendorong pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), sebuah organisasi yang bertujuan mengatur negara-negara dengan tujuan meminimalkan kemungkinan terjadinya perang. Tokoh-tokoh terkenal dalam aliran liberalisme termasuk Immanuel Kant, Woodrow Wilson, dan John Locke.
Pemikiran liberalisme berfokus pada kebebasan individu. Dalam konteks ini, negara memiliki peran penting dalam melindungi kebebasan individu dari tindakan kasar baik oleh individu maupun negara lain.
Liberalisme juga memiliki pandangan positif terhadap sifat manusia, yaitu bahwa manusia pada dasarnya baik dan memiliki akal yang rasional. Oleh karena itu, kaum liberalis percaya bahwa hubungan internasional seharusnya bersifat kooperatif daripada konfliktual seperti yang dikemukakan oleh kaum realis.
Menurut Jill Steans dan Llyod Pettiford, sifat rasional dapat diuraikan menjadi dua bagian, yaitu kemampuan untuk mengejar kepentingan dan kemampuan untuk memahami prinsip moral serta menjalani hukum yang berlaku.
Dalam pandangan kaum liberalis, berbagai masalah dalam hubungan internasional dapat diatasi melalui kerjasama yang saling menguntungkan. Meskipun perang sulit dihindari sepenuhnya, mereka percaya bahwa upaya kolektif atau multilateral dapat membantu mengatasinya, baik dengan cara mencapai tujuan bersama atau dengan menghilangkan faktor-faktor pemicu perang.
Liberalisme juga mengakui peran aktor non-negara dalam hubungan internasional, seperti Organisasi Antarpemerintah (IGOs), Organisasi Non-Pemerintah (NGOs), dan Perusahaan Multinasional (MNCs). Kemunculan aktor-aktor ini dipengaruhi oleh modernisasi dan globalisasi.
Menurut kaum liberalis, perdamaian dapat terwujud ketika dunia memiliki tatanan multipolar, di mana lebih dari dua negara memiliki pengaruh signifikan dalam berbagai aspek, seperti ekonomi dan militer. Mereka percaya bahwa tatanan multipolar lebih stabil dibandingkan dengan tatanan bipolar di mana dunia dipengaruhi oleh dua negara adikuasa.
Jenis-Jenis Liberalisme
Jackson dan Sorensen membagi liberalisme menjadi empat jenis, yaitu liberalisme interdependensi, liberalisme sosiologi, liberalisme institusional, dan liberalisme republikan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai jenis-jenis liberalisme tersebut.
Liberalisme Sosiologi
Kaum liberal ini beranggapan bahwa realisme memandang sempit hubungan internasional. Realisme memandang hubungan internasional sebagai kajian hubungan antara pemerintah dengan negara modern (berdaulat).
Tidak bagi kaum liberalisme sosiologi, hubungan internasional bukan hanya mengenai hubungan pemerintah dengan negara modern, tetapi juga hubungan dengan kelompok-kelompok, organisasi-organisasi, dan masyarakat yang memiliki asal dan latar berlakang berbeda satu sama lain di dunia.
Liberalisme Interdependensi
Liberalisme ini menganggap bahwa keberlangsungan kehidupan yang baik dan makmur lebih utama dibanding dengan keamanan. Oleh sebab itu, kerja sama sangat penting dilakukan. Bagi kaum ini, perekonomian internasional dengan pembagian tenaga kerja yang tinggi dapat meningkatkan interdependensi antarnegara.
Hal ini juga dapat mencegah dan mengurangi konflik antarnegara. Dengan demikian, tingkat tertinggi dalam hubungan antarnegara adalah tingkat tertinggi interdependensi atau saling ketergantungan.
Liberalisme Institutional
Menurut aliran ini, yang dimaksud dengan institusi internasional adalah organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, NATO, dan lain-lain. Dengan adanya institusi tersebut, dapat mengurangi rasa takut dan ketidakpercayaan dalam melakukan sebuah kerja sama dengan negara lain. Oleh sebab itu, kehadiran institusi internasional dapat memajukan kerja sama antarnegara.
Liberalisme Republikan
Liberalisme ini beranggapan bahwa sistem demokrasi liberal dapat membuat negara lebih damai dibandingkan dengan sistem lainnya. Hal ini dikarenakan pada sistem demokrasi liberal, negara lebih taat pada hukum yang berlaku dibandingkan negara dengan sistem lainnya.
Pengertian dan Asumsi Dasar Neoliberalisme
Pada 1950-an hingga 1979-an, neoliberalisme muncul dengan konsep penyelesaian masalah pada suatu negara dapat melibatkan negara lain untuk membantu masalah tersebut. Dalam sistem internasional, neoliberalisme tidak jauh berbeda dengan liberalisme. Menurut teori ini, tatanan dunia yang multipolar lebih baik dibanding dengan unipolar maupun bipolar.
Bagi kaum neoliberalisme, negara adalah aktor yang dianggap penting dalam menentukan keputusan. Selain itu, negara juga memiliki peran penting dalam politik internasional dan dapat memengaruhi kesejahteraan individu. Sedangkan, aktor non-negara memiliki peran dalam tatanan ekonomi internasional liberal dengan cara melakukan kerjasama antar negara.
Fokus dari neoliberalisme adalah kerja sama dalam ekonomi dan perdagangan. Hal ini dikarenakan mereka percaya bahwa kerja sama ekonomi dan perdagangan dapat mengurangi konflik antarnegara. Selain itu, dengan adanya kerja sama dan interaksi antarnegara juga dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak.
Hal ini biasa disebut dengan absolute gain atau keuntungan absolut. Oleh sebab itu, masing-masing pihak akan fokus pada manfaat yang akan mereka dapat dari kerja sama dan interaksi yang mereka lakukan. Demi mencapai kemakmuran dan keamanan, mereka akan meningkatkan interaksi dan kerjasama dengan negara lain.
Dalam sistem pemerintahan, kaum neoliberalis menganggap bahwa sistem demokrasi adalah yang terbaik. Hal ini juga dipengaruhi oleh kemenangan Amerika Serikat dalam perang dingin, yang mana AS membawa pengaruh demokrasi pada negara-negara lain.
Bagi kaum neoliberalis, peperangan tidak akan dilakukan oleh negara yang sama-sama menganut sistem demokrasi. Hal ini dikarenakan negara demokrasi selalu menggunakan musyawarah sebagai jalan damai untuk menyelesaikan suatu masalah.
Kesimpulan
Liberalisme dan neoliberalisme merupakan teori yang terbilang dominan dalam hubungan internasional. Neoliberalisme sendiri sebagai pembaharuan dari liberalisme klasik yang berusaha untuk menjawab kritik-kritik dari realisme yang menganggap liberalisme terlalu utopis terhadap kedamaian dunia. Oleh sebab itu, teori hubungan internasional akan selalu berkembang sesuai dengan fenomena global yang terjadi.
Sekian penjabaran teori liberalisme dan neo-liberalisme yang memiliki kemiripan dalam pandangannya. Diharapkan penjelasan di atas mampu membantu kamu untuk melihat secara umum seperti apa sebenarnya teori liberalisme dan neo-liberalisme sebagai teori yang dominan dalam hubungan internasional.
Sumber:
Donnelly, J,. & Burchill, S. (2005). Theories of International Relations. New York: Palgrave Macmillan.
Dunne, T. (2001). Liberalism. The globalization of world politics: An introduction to international relations, 100-13. Oxford: Oxford University Press
Jackson, R & Sorensen, G. (1999). Introduction to International Relations. Oxford University Press.
Minix, D. A., & Hawley, S. (1998). Global politics. West/Wadsworth.
Steans, J., & Pettiford, L. (2009). Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.