Problem Solving: Tahapan, Strategi dan Cara Meningkatkannya

Hallo sahabat tambahpinter! Bagaimana nih keadaannya? Semoga sehat-sehat ya! Karena kita semua masih melakukan sebagian aktivitas dirumah, tentunya tidak heran jika kita mungkin merasa bosan.

Agar readers tambahpinter tidak bosan dirumah, kali ini kita akan membahas mengenai problem solving yang sudah tidak asing lagi di telinga. Karena hidup tidaklah mungkin terhindar dari masalah, untuk itu sangat penting membaca artikel ini ya, readers! Yuk, dibaca!

Pengertian Problem Solving

Pengertian problem solving
Sumber : Arek Socha dari Pixabay

Menurut Santrock (2018) problem solving adalah menemukan cara yang tepat untuk mencapai tujuan.

Selanjutnya, Robertson (2005) menjelaskan bahwa problem solving adalah menemukan cara untuk menuju suatu tujuan, terkadang tujuan tersebut mudah dilihat atau terkadang tujuan tersebut hanya dikenali saat sudah melihatnya.

Lebih lengkap, Marzano, dkk (1988) mengatakan bahwa problem solving adalah salah satu bagian dari proses berpikir yang berupa kemampuan untuk memecahkan permasalahan.

Berdasarkan ketiga pengertian diatas, maka problem solving adalah menemukan cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan – dimana dalam prosesnya melibatkan kemampuan berpikir.

Baca juga: Tujuan Pendidikan

Tahapan dan Teknik Problem Solving

Bransford dan Stein (1993) menjelaskan bahwa terdapat empat langkah yang akan dilalui individu dalam melakukan dengan efektif, yaitu :

1. Menemukan dan Membingkai Masalah

Sebelum individu dapat memecahkan masalah, individu harus menyadari bahwa masalah tersebut memang ada. Di masa lalu, sebagian besar latihan problem solving di sekolah melibatkan masalah-masalah yang terdefinisi dengan baik – melibatkan operasi spesifik dan sistematis, sehingga menghasilkan solusi yang terdefinisi dengan baik.

Saat ini, pendidik semakin menyadari bahwa kebutuhan untuk mengajari siswa keterampilan dalam mengidentifikasikan masalah di dunia nyata adalah penting dibandingkan dengan menawarkan masalah yang jelas terdapat solusinya.

Contohnya, seorang siswa memiliki tujuan luas untuk membuat proyek pameran sains. Cabang ilmu sains apa yang paling tepat bagi siswa tersebut untuk dipresentasikan (biologi, fisika, ilmu komputer, psikologi)? Setelah membuat keputusan tersebut, siswa harus lebih mempersempit masalahnya lagi. Misalnya, domain apa saja dalam bidang psikologi yang akan dilakukan eksplorasi (persepsi, memori, pemikiran, atau kepribadian)?

Misalnya, siswa tersebut memiliki domain memori. Maka siswa akan mengajukan pertanyaan : seberapa handal ingatan seseorang mengenai peristiwa traumatis yang mereka alami? Dengan demikian, akan dibutuhkan eksplorasi dan penyempurnaan yang cukup bagi siswa untuk mempersempit masalah agar dapat menghasilkan solusi yang spesifik.

2. Mengembangkan Teknik Pemecahan Masalah

Setelah individu atau siswa menemukan masalah dan mendefinisikannya dengan jelas, maka diperlukan pengembangan tekniknya. Terdapat tiga teknik yang efektif, yaitu : algoritme, heuristik, dan analisis tujuan akhir.

Algoritme adalah teknik yang menjamin adanya solusi untuk suatu masalah. Sementara itu, heuristik adalah aturan praktis yang dapat menyarankan solusi untuk masalah, tetapi tidak dapat memastikan bahwa solusi tersebut pasti berhasil. Terakhir, analisis tujuan akhir adalah teknik heuristik di mana seseorang mengidentifikasikan tujuan akhir dari suatu masalah, menilai situasi yang terjadi, dan mengevaluasi cara apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi perbedaan antara kedua kondisi tersebut.

3. Evaluasi Solusi

Tahapan evaluasi problem solving merupakan tahapan ketika kita berpikir bahwa kita telah memecahkan masalah, namun belum mengetahui apakah solusi tersebut efektif hingga melakukan evaluasi.

Misalnya, apa yang akan menjadi kriteria siswa untuk proyek sains secara efektif? Apakah hanya sebatas menyelesaikan proyek sains tersebut? Apakah menerima umpan balik positif mengenai proyek sains? Memenangkan penghargaan? Atau apakah untuk mendapatkan kepuasan diri karena telah menetapkan tujuan, merencanakan tujuan, dan mencapai tujuan tersebut?

4. Memikirkan dan Mendifinisikan Kembali Masalah dan Solusinya

Langkah terakhir yang paling penting dalam tahapan problem solving adalah memikirkan dan mendefinisikan kembali masalah dan solusinya dari waktu ke waktu. Individu yang pandai memecahkan masalah termotivasi untuk meningkatkan kinerja masa lalu mereka dan memberikan kontribusi orisinal.

Dengan demikian, siswa yang menyelesaikan proyek pameran sains dapat melihat kembali proyek tersebut dan memikirkan cara-cara untuk meningkatkan proyek tersebut. Selain itu, siswa juga dapat menggunakan umpan balik dari juri atau orang lain yang menghadiri pameran untuk menyempurnakan proyek untuk presentasi kembali di masa mendatang.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Problem Solving

Faktor Problem Solving
Sumber : Gerd Altmann dari Pixabay

Kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah umumnya dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu (Ormrod, 2003) :

Kemampuan Mengingat Masalah

Kemampuan mengingat sangatlah dibutuhkan untuk menghubungkan berbagai macam informasi dalam melakukan problem solving.

Kemampuan Memaknai Masalah

Pemahaman masalah akan lebih mudah jika individu mampu memaknai masalah dengan tepat, sehingga akan membuat pemecahan masalahnya mencari lebih efektif.

Kemampuan Individu Memahami Informasi Relevan

Dalam problem solving, jika individu mampu untuk memahami berbagai macam informasi yang relevan terkait dengan masalah tersebut maka itu berarti kemungkinan individu juga semakin besar untuk menemukan cara alternatif.

Kemampuan Recall Memori Jangka Panjang

Problem solving sangat erat kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh individu. Untuk itu jika dalam prosesnya, individu mampu menggunakan memori jangka panjang maka akan sangat membantu efektivitas penyelesaian masalah.

Kemampuan Metakognitif

Kemampuan metakognitif adalah kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu serta upaya individu dalam memaksimalkan kemampuan tersebut. Individu yang dapat memaksimalkan kemampuan kognitif, maka cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik.

Baca juga: Bagaimana Cara Berpikir Kritis

Strategi Problem Solving

Terdapat strategi umum yang berfungsi untuk membuat proses menjadi lebih efektif, yaitu (Thagard, 2005) :

Analisis Masalah

Dalam strategi analisis masalah, individu akan diarahkan untuk mengidentifikasi bagian-bagian masalah dan mengerjakan bagian-bagian dari masalah tersebut secara terpisah atau satu-persatu.

Dalam hal ini, strategi analisis masalah akan sangat berguna jika masalah tersebut tidak terstruktur. Misalnya, untuk mengatasi masalah mengenai “Penyusunan Rencana Untuk Meningkatkan Transportasi Sepeda di Kota”. Mengatasinya akan lebih mudah jika dipisahkan bagian-bagian sub-masalahnya.

Individu bisa memulainya dari memasang jalur sepeda di jalan yang ramai, kemudian dilanjutkan dengan mendidik pengendara sepeda dan pengendara sepeda motor untuk berkendara dengan aman, memperbaiki lubang di jalan yang digunakan oleh pengendara sepeda, hingga melakukan revisi peraturan lalu lintas yang mengganggu bersepeda.

Setiap sub-masalah yang sudah dipisahkan terlebih dahulu akan jauh lebih mudah untuk diatasi dibandingkan dengan menghadapi masalahnya sekaligus. Solusi dari setiap sub-masalah akan memberikan solusi secara keseluruhan, meskipun tentu saja tidak setara dengan solusi secara keseluruhan.

Working Backward (Bekerja Mundur)

Working backward merupakan strategi problem solving yang dimulai dari solusi ke masalah yang ingin dipecahkan pada awalnya. Adanya strategi ini akan sangat membantu jika masalahnya terstruktur dengan baik, tetapi juga memiliki elemen yang mengganggu atau menyesatkan saat dipecahkan dengan cara yang normal.

Misalnya, pada hari ke-100 suatu danau tertutup dengan bunga teratai. Jika ada pertanyaan : pada hari keberapa danau tersebut tertutup hanya setengah bagian dari danau? Untuk menyelesaikan masalah tersebut, individu harus bekerja mundur agar mendapatkan informasi tambahan, misalnya ukuran setiap bunga teratai yang ada di danau.

Pemikiran Analogis

Menurut Bassok (2003) pemikiran analogis adalah strategi problem solving yang menggunakan pengetahuan atau pengalaman dengan fitur atau struktur serupa untuk membantu problem solving terhadap masalah yang sedang dihadapi. Misalnya, dalam “Penyusunan Rencana Untuk Meningkatkan Transportasi Sepeda di Kota” dapat mengambil analogi mobil dengan sepeda dalam memikirkan solusinya, karena memperbaiki kondisi kedua transportasi tersebut memerlukan tindakan yang sama.

Selain itu, pemikiran analogis ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lebih sederhana dan lebih mendasar. Misalnya, seorang siswa kelas satu dapat menguraikan sebagian kata-kata tercetak yang tidak dikenal dengan menggunakan analogi kata-kata yang sudah dipelajarinya.

Kasus lainnya adalah : jika anak belum dapat membaca kata-kata dilayar, misalnya dia dapat mencatat bahwa bagian dari kata ini terlihat mirip dengan kata-kata yang mungkin sudah dia ketahui, sehingga dari pengamatan tersebut anak mendapatkan petunjuk mengenai cara untuk membaca kata tersebut. Dalam proses ini, guru dapat membantu dengan menyarankan analogi yang masuk akal dan bermanfaat sebagai pertimbangan bagi siswa.

Metode Problem Solving

Metode Problem Solving
Sumber : Gerd Altmann dari Pixabay

Menurut Robertson (2005) terdapat tiga metode investigasi dalam problem solving (pemecahan masalah), yaitu :

  1. Eksperimen “laboratorium” : adanya variabel yang dikontrol dan berada dibawah kendali peneliti, dan dalam metode ini masalah bersifat harus
  2. Analisis protokol secara verbal : dalam metode ini, protokol dianalisis dengan cara berbicara secara lantang sambil memecahkan masalah dan juga akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut.
  3. Model kecerdasan buatan : metode pemecahan masalah yang dimasukkan ke dalam komputer. Dalam metode ini, terdapat program yang diuji untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan aspek pemikiran manusia.

Hambatan Dalam Problem Solving

German dan Barret (2005) menjelaskan bahwa dalam problem solving terdapat dua hambatan umum, yaitu :

Ketetapan Fungsional

Ketetapan fungsional terkadang juga disebut sebagai rangkaian respons, yaitu kecenderungan seseorang untuk membingkai atau memikirkan setiap masalah dalam satu rangkaian dengan cara yang sama seperti masalah sebelumnya, bahkan ketika masalah selanjutnya tidaklah sesuai dengan masalah yang sebelumnya.

Sebagai contoh, seorang siswa yang mengerjakan the nine-dot matrix hanya menganggap matriks tersebut sebagai titik penghubung, tetap tidak memperluas garis diluar titik matriks. Seringnya, individu maupun para siswa mencoba satu demi satu solusi, tetapi solusi tersebut dibatasi oleh respons yang ditetapkan untuk ditidak memperluas garis apapun diluar matriks.

  • Representasi Masalah

Beranjak dari ketetapan fungsional atau biasa disebut dengan rangkaian respons adalah kendala dalam melakukan representasi masalah (cara seseorang memahami dan mengatur informasi yang diberikan dalam suatu masalah). Jika informasi disalahpahami atau digunakan secara tidak tepat, maka kesalahan untuk melakukan problem solving mungkin terjadi.

Misalnya, the nine-dot matrix yang ditafsirkan sebagai instruksi untuk menggambar empat garis sebagai arti “menggambar empat garis seluruhnya di dalam matriks”, ini berarti masalah tersebut tidak dapat diselesaikan.

Pada contoh lainnya, yaitu contoh bunga teratai yang memenuhi danau. Jumlah bunga teratai di danau berlipat ganda setiap harinya. Setiap teratai mencakup tepat satu kaki persegi. Jika dibutuhkan 100 hari bagi bunga teratai untuk menutupi danau, maka pada hari keberapa bunga teratai menutupi setengah danau?

Jika menurut kamu ukuran bunga teratai mempengaruhi dalam solusi untuk masalah ini, maka kamu belum menggambarkan masalah dengan benar. Informasi mengenai bunga teratai tidaklah relevan dengan solusinya dan hanya berfungsi untuk mengalihkan perhatian dari informasi yang benar-benar penting, yaitu fakta bahwa bunga teratai melipatgandakan cakupannya setiap hari.

Untuk itu, jawaban yang benar adalah : kebetulan danau tersebut setengah tertutup dalam hari ke-99. Bisakah kamu menjelaskan alasannya mengapa?

Cara Meningkatkan Kemampuan Problem Solving

Cara Meningkatkan Skill Problem Solving
Sumber : Lisette Brodey dari Pixabay

Dalam meningkatkan kemampuan problem solving, terdapat dua kategori : kategori umum dan juga kategori khusus.

Pada kategori umum, Evans (1992) menjabarkan bahwa terdapat 5 cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan problem solving individu, yaitu :

  1. Individu disarankan menjadi lebih peka untuk mengenali atau menemukan masalah yang ada.
  2. Individu mampu mendefinisikan masalah dengan tepat.
  3. Individu mampu untuk menggunakan informasi yang terkait dengan masalah.
  4. Individu dapat mengenali maupun mempertanyakan asumsi mengenai masalah dengan tujuan memahami masalah dengan tepat, baik secara implisit atau eksplisit.
  5. Individu dapat mempertimbangkan adanya alternatif problem solving untuk mendapatkan solusi yang terbaik dari masalah tersebut dengan melakukan perbandingan solusi.
  6. Individu dapat menekankan pentingnya implementasi dalam upaya problem solving untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil untuk problem solving sudah efektif serta efisien.

Pada kategori khusus, tokoh Eggen dan Kauchak (1997) menjelaskan bahwa terdapat 5 cara yang dapat dilakukan oleh siswa untuk meningkatkan kemampuan problem solving, yaitu :

  1. Melakukan interaksi sosial lebih banyak, misalnya melakukan diskusi untuk membahas berbagai masalah – dimana diskusi ini dilakukan diantara siswa.
  2. Menyampaikan masalah dengan cara yang bermakna dengan tujuan untuk menemukan cara problem solving yang lebih tepat.
  3. Adanya kesempatan bagi siswa untuk menemukan masalah, dengan cara memahami kondisi lingkungan sekitar, sehingga dapat mengetahui penyebab munculnya masalah.
  4. Memberikan bantuan untuk siswa yang belum mahir dalam melakukan problem solving, seperti memberikan petunjuk atau contoh bagi siswa tersebut.
  5. Mengajarkan strategi seperti : identifikasi, representasi, strategi, implementasi stragi, dan evaluasi.

Baca juga: Mengenal Pemberdayaan Masyarakat

Pemahaman Akhir

Problem solving adalah kemampuan untuk menemukan cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Proses problem solving melibatkan empat langkah utama, yaitu menemukan dan membingkai masalah, mengembangkan teknik pemecahan masalah, evaluasi solusi, dan memikirkan serta mendefinisikan kembali masalah dan solusinya dari waktu ke waktu.

Ada lima faktor yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam problem solving, yaitu kemampuan mengingat masalah, kemampuan memaknai masalah, kemampuan memahami informasi relevan, kemampuan recall memori jangka panjang, dan kemampuan metakognitif.

Terdapat beberapa strategi problem solving yang efektif, seperti analisis masalah, working backward (bekerja mundur), dan pemikiran analogis. Selain itu, ada tiga metode investigasi dalam problem solving, yaitu eksperimen “laboratorium,” analisis protokol secara verbal, dan model kecerdasan buatan.

Hambatan dalam problem solving mencakup ketetapan fungsional dan representasi masalah, yang dapat menghalangi individu dalam menemukan solusi yang efektif.

Untuk meningkatkan kemampuan problem solving, individu perlu peka terhadap masalah, mampu mendefinisikan masalah dengan tepat, menggunakan informasi terkait, mempertanyakan asumsi, dan mempertimbangkan alternatif solusi. Interaksi sosial, penyampaian masalah yang bermakna, kesempatan untuk menemukan masalah, bantuan bagi siswa yang belum mahir, dan pengajaran strategi problem solving juga dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan mereka.

Dengan menguasai kemampuan problem solving, individu dapat menghadapi masalah dengan lebih percaya diri dan menemukan solusi yang lebih efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Akhirnya, kita sampai juga diakhir artikel. Dari sekian banyak pembahasan diatas, kira-kira readers paling sering menggunakan teknik problem solving yang mana? Kemudian, menurut readers faktor mana yang paling mempengaruhi kemampuan problem solving seseorang? Dan apakah readers paling tidak melakukan satu cara untuk mengembangkan kemampuan problem solving pada masa pandemi ini?


Sumber :

Bassok, J. (2003). Analogical transfer in problem solving. In Davidson, J. & Sternberg, R. (Eds.). The psychology of problem solving. New York: Cambridge University Press.

Eggen, P & Kauchak, D. 1997. Educational Psychology. Windows on Classroom. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Evans, R, J. 1992. Creativity in MS/OR: Improving Problem Solving Through Creative Thinking. Interfaces, 22 (2), 87-91.

German, T. & Barrett, H. (2005). Functional fixedness in a technologically sparse culture. Psychological Science, 16(1), 1–5.

Jonassen, D. H., & Serrano, J. H. (2002). Case-Based Reasoning and Instructional Design: Using Stories to Support Problem Solving. ETR&D Journal, 50(2), 65-77.

Marzano, R.J., et all. (1988). Dimension of Thinking: A Framework for Curriculum and Instruction. Viginia: Association for Supervision and Curriculum Development.

Ormrod, J.E. 2003. Educational Psychology. Developing Learners. 4ed Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Robertson, S. I. (2005). Problem solving. UK : Psychology Press.

Santrock, J. W. (2018). Educational psychology: theory and application to fitness and performance, 6th ed. New York : McGraw-Hill Education.

Thagard, R. (2005). Mind: Introduction to Cognitive Science, 2nd edition. Cambridge, MA : MIT Press.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Priskila

Memiliki prinsip bahwa setiap orang mempunyai alasannya masing-masing untuk menghasilkan sebuah keputusan atau berperilaku. Hobi menulis yang ditekuninya dari sejak kecil ternyata membuat Priskila semakin komunikatif dalam menulis beragam topik dan berlanjut hingga sekarang. Disamping itu, Priskila juga menjadikan profesi Human Resource sebagai pekerjaan yang ditekuninya hingga saat ini.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *