Daftar Isi
Di dalam kehidupan sehari-hari, konsep norma tentunya tak dapat dipisahkan dari perilaku individu. Norma umumnya berupa aturan, baik itu tertulis maupun tidak tertulis. Adanya norma juga tidak dapat dilepaskan dari konsep nilai atau standar budaya yang menganggap sesuatu itu bagus atau benar.
Terkait dengan dua hal tersebut, dalam artikel kali ini akan ada penjelasan mengenai apa itu penyimpangan dan konformitas yang memiliki hubungan erat dengan norma dan nilai.
Definisi Penyimpangan dan Konformitas
Secara logis, pembuatan aturan dalam masyarakat tidak mungkin terjadi tanpa adanya gagasan tentang apa yang dianggap baik oleh masyarakat yang membuat aturan tersebut. Gagasan ini dikenal sebagai nilai. Nilai adalah konsep abstrak seperti kebebasan, kesopanan, dan keberagaman, yang membentuk dasar pemikiran di balik aturan-aturan yang diciptakan oleh masyarakat.
Ketika seseorang melanggar aturan atau norma budaya yang berlaku dalam masyarakat, hal ini disebut sebagai penyimpangan. Perlu diingat bahwa norma mencakup semua peraturan yang mengatur perilaku individu, baik yang tertulis maupun yang tidak. Misalnya, membuang sampah sembarangan bisa dianggap sebagai perilaku penyimpangan tanpa memandang adanya aturan tertulis tentang hal tersebut.
Sebaliknya, konformitas merujuk pada kepatuhan individu terhadap norma-norma dan ekspektasi kelompok dalam masyarakat. Konsep penyimpangan dan konformitas penting dalam konteks kontrol sosial, yang mencakup upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengatur perilaku dan pemikiran individu.
Individu yang melanggar norma masyarakat akan menghadapi sanksi, baik yang bersifat formal (seperti hukuman) maupun yang bersifat non-formal (seperti cemoohan atau penolakan sosial). Di sisi lain, individu yang patuh terhadap norma masyarakat akan menerima imbalan, baik berupa keuntungan materi atau pengakuan sosial.
Namun, penting untuk diingat bahwa secara sosiologis, konsep penyimpangan adalah hasil dari konstruksi sosial. Ini berarti bahwa apa yang dianggap sebagai perilaku penyimpangan adalah hasil dari kesepakatan bersama dalam masyarakat. Jika masyarakat sepakat bahwa membuang sampah sembarangan adalah perilaku yang normal, bahkan tanpa adanya aturan tertulis yang melarangnya, maka itulah yang dianggap sebagai norma. Penyimpangan adalah konsep yang relatif dan dapat berubah seiring berjalannya waktu, serta berbeda-beda di berbagai masyarakat dengan standar perilaku menyimpang yang berbeda pula.
Penyimpangan dari Sudut Pandang Sosiologi
Dalam mengkaji fenomena sosial, sosiologi memiliki tiga pendekatan utama yaitu struktural fungsional, konflik, dan interaksionisme simbolik. Pendekatan-pendekatan inilah yang turut digunakan dalam melihat fenomena penyimpangan.
Pendekatan Struktural Fungsional
Pendekatan struktural fungsional melihat penyimpangan sebagai fenomena yang memiliki fungsi. Bagi pendekatan ini, penyimpangan merupakan hal yang diperlukan oleh masyarakat. Karena melalui penyimpangan, masyarakat dapat menentukan batasan-batasan moralnya.
Sebagai contoh, lewat prostitusi, masyarakat belajar mengenai batasan nilai-nilai kesusilaan. Selain itu, prostitusi juga berfungsi sebagai low-skilled job yang dapat diakses oleh masyarakat kelas bawah, serta memberikan alternatif bagi pembeli jasa yang ingin berhubungan seks, namun tidak ingin terlibat dalam hubungan yang bersifat emosional.
Pendekatan Konflik
Pendekatan kedua, konflik, melihat penyimpangan sebagai produk dari kesenjangan sosial. Pendekatan konflik melihat bahwa nilai dan norma yang berlaku di masyarakat mencerminkan kepentingan pihak yang berkuasa. Orang-orang yang kita anggap menyimpang seperti berandalan, pencuri, serta pelacur misalnya, sebenarnya bukanlah orang yang jahat.
Mereka adalah orang-orang yang tidak berdaya, atau dengan kata lain, tidak memiliki modal. Pendekatan konflik juga melihat bahwa orang-orang yang dianggap menyimpang umumnya adalah orang-orang yang mengganggu jalannya kapitalisme. Kepemilikan pribadi merupakan konsep utama dalam kapitalisme.
Oleh karena itu, mencuri dianggap sebagai bentuk penyimpangan, karena menyalahi prinsip kepemilikan pribadi. Contoh lainnya adalah produktivitas buruh berperan penting dalam keberlangsungan kapitalisme, sehingga orang-orang yang tidak berkerja (pengangguran) dianggap menyimpang karena tidak bermanfaat bagi kapitalisme.
Pendekatan Interaksionisme Simbolik
Pendekatan ketiga, interaksionisme simbolik, melihat penyimpangan dari level mikro. Artinya, alih-alih berusaha menjelaskan apa itu penyimpangan secara umum, pendekatan interaksionisme simbolik justru fokus pada bagaimana penyimpangan dikonstruksikan lewat interaksi antar individu.
Sumbangan terbesar pendekatan interaksionisme simbolik adalah teori labeling, atau pandangan bahwa penyimpangan dan konformitas tidak dilihat dari apa yang dilakukan oleh seorang individu, melainkan dari reaksi masyarakat terhadap perilaku individu tersebut.
Masyarakat cenderung memberi label pada individu yang dianggap menyimpang, seperti “perokok” atau “pelacur”. Jika hal ini berlangsung terus menerus, label yang dilekatkan oleh masyarakat akan berubah menjadi stigma, atau label negatif yang berdampak signifikan bagi diri, serta identitas seseorang.
Kejahatan
Kejahatan adalah pelanggaran terhadap hukum pidana formal yang berlaku di masyarakat. Kejahatan memiliki dua elemen utama yaitu tindakan yang melanggar hukum, serta niat jahat dari pelaku. Jika mengacu pada contoh di awal, membuang sampah sembarangan dapat dikategorikan sebagai tindak kejahatan.
Namun, perlu diingat bahwa kejahatan merupakan bagian dari penyimpangan. Oleh karena itu, tindakan yang dianggap sebagai kejahatan juga dapat berubah tergantung konteks ruang dan waktunya.
Secara garis besar, kejahatan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu crimes against the person (kejahatan terhadap orang), crimes against property (kejahatan terhadap harta benda), dan victimless crimes (kejahatan tanpa korban).
Crimes against the Person
Crimes against the person atau yang disebut sebagai tindak kekerasan adalah tindak kejahatan yang melibatkan kekerasan, atau ancaman kekerasan terhadap korban. Contohnya adalah pembunuhan, penganiayaan, dan pemerkosaan.
Crimes against Property
Jenis kejahatan ini melibatkan pencurian terhadap harta benda milik orang lain. Crimes against property meliputi segala bentuk pencurian, serta perusakan harta benda milik orang lain.
Victimless Crimes
Victimless crimes adalah pelanggaran hukum tanpa adanya korban. Contoh dari kejahatan tipe ini adalah penyalahgunaan narkoba, prostitusi, serta perjudian. Sebagai contoh, pemakaian narkoba memang melanggar hukum, namun, siapa korbannya? Apakah orang-orang yang terlibat dalam narkoba merasa menjadi korban? Tentu saja tidak.
Kesimpulan
Masyarakat memiliki gagasan umum tentang hal-hal yang dianggap baik. Gagasan ini dibakukan ke dalam bentuk aturan, yang kemudian disebut sebagai norma. Norma mengatur seluruh perilaku manusia, mulai cara berjalan, berpakaian, berbicara, hingga cara berpikir.
Bagi sosiologi, norma bukanlah sesuatu yang kaku dan statis. Ia dapat dinegosiasikan, dan selalu berubah seiring perkembangan zaman. Memahami bahwa nilai dan norma merupakan hasil kesepakatan masyarakat, serta definisi penyimpangan dan konformitas yang fleksibel merupakan salah satu kompetensi dasar bagi seorang sosiolog.
Demikian seluruh materi mengenai penyimpangan dan konformitas. Kedua hal tersebut memiliki kaitan erat dengan norma dan nilai. Dengan mengetahui berbagai penjelasan di atas, diharapkan ini bisa membantu kamu untuk memahami lebih baik jenis-jenis hingga teori yang berkaitan dengan dua hal tersebut.
Sumber:
Little, W., Vyain, S., Scaramuzzo, G., Cody-Rydzewski, S., Griffiths, H., Strayer, E., & Keirns, N. (2012). Introduction to Sociology. Houston: OpenStax College.
Macionis, J. (2012). Sociology (14th ed.). New York: Pearson.