Mengenal Apa Itu Feminisme

Apa yang kamu pikirkan ketika pertama kali mendengar kata Feminisme? Gerakan perempuan? Perjuangan kaum perempuan memperoleh haknya? Atau gerakan melawan kodrat dan kaum yang sulit memperoleh pasangan? Banyak sekali anggapan yang bersifat pro maupun kontra terhadap gagasan ini. Oleh karenanya, pada tulisan ini kita akan berkenalan dengan istilah Feminisme dari sudut pandang yang ramah dan ringan.

Selama ini kata Feminisme sering kali dianggap sebagai bahasan yang begitu berat dan digelayuti dengan asumsi-asumsi negatif. Padahal, pada dasarnya Feminisme dapat dipahami sebagai gagasan dan gerakan untuk mengembalikan hak asasi semua jenis manusia tanpa diskriminasi dan ketidakadilan.

Lantas, kenapa selama ini cenderung berbicara tentang perempuan saja? Jawaban dari pertanyaan ini akan kamu dapatkan dari ulasan berikut ini.

Awal Gerakan Feminisme dan Aliran-Alirannya

Demonstrasi, memperjuangkan hak-hak perempuan
Sumber: unsplash.com

Awal gerakan dan perkembangannya sampai hari ini dibagi dalam tiga babakan, yaitu Feminisme gelombang pertama, kedua, dan ketiga. Tiap gelombang memiliki aliran pemikirannya masing-masing sesuai dengan konteks pada zamannya.

Aliran-aliran pemikiran ini terus berkembang, bercabang, bahkan tak jarang kontradiktif satu dengan lainnya. Tetapi, meskipun dalam perkembangannya terjadi perdebatan antara satu sama lain, cita-cita Feminisme yaitu membumihanguskan ketidakadilan gender tetap mempersatukan semua aliran tersebut.

Ketidakadilan gender itu apa? Nanti akan kita bahas setelah memahami ihwal awal munculnya gerakannya.

Aliran Feminisme Gelombang Pertama

Gerakan pertama kali muncul pada 1848 di Seneca Falls, New York yang dimotori oleh Elizabeth Cady Stanton dan Susan B. Anthony. Keduanya merupakan inisiator terselenggaranya Deklarasi Konvensi Hak-Hak Perempuan di sana. Merekalah yang pertama kali tercatat dalam sejarah sebagai pelaku pengorganisasian gerakan sosial perempuan.

Mereka berdua memperjuangkan hak perempuan dalam politik, yaitu memilih pemimpin dan menghapus perbudakan di Amerika Serikat. Selang 72 tahun, yaitu pada tahun 1920 barulah tuntutan Elizabeth dan Susan terwujud dalam amandemen konstitusi Amerika Serikat yang ke-19. Sehingga, para perempuan dapat menggunakan haknya pada pemilihan umum. Sedangkan penghapusan perbudakan lebih dulu terealisasi pada masa pemerintahan Presiden Abraham Lincoln yaitu pada tahun 1865.

Aliran gelombang pertama ini dapat kita temui pada beberapa cabang pemikirannya seperti:

Feminisme Liberal

Aliran ini lahir dari rahim Liberalisme, pemikiran tentang kebebasan dan pengakuan individualisme. Aliran ini berbicara tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai sektor, utamanya dalam ekonomi.

Para penganut aliran ini percaya bahwa baik perempuan maupun laki-laki bebas mengembangkan diri dan mengejar impiannya. Namun, kerap kali perempuan mengalami pembatasan kesempatan dalam karirnya. Inilah yang diperjuangkan oleh para Feminis Liberal melalui ranah politik, untuk menjamin kesetaraan kesempatan antara perempuan dan laki-laki.

Feminisme Marxis dan Sosialis

Aliran ini lebih dikenal dengan istilah Feminisme Sosialis. Seperti namanya, aliran ini berkembang dari pemikiran Marxis dan Sosialis yang lahir dari pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels.

Feminisme Sosialis berbicara mengenai kesenjangan antara perempuan dan laki-laki yang disebabkan oleh sistem ekonomi di mana perempuan memiliki posisi yang lebih lemah daripada laki-laki.

Feminis Sosialis ini percaya bahwa Revolusi Sosialis di mana sistem ekonomi dikendalikan oleh negara adalah solusi atas problematika kesenjangan gender tersebut. Revolusi Sosialis dipercaya akan menghapus kelas sosial dalam masyarakat sehingga kesenjangan gender pun ikut lenyap.

Feminisme Radikal

Berangkat dari ketidakpuasan atas Feminisme Sosialis, Feminisme Radikal mengajukan solusi atas masalah ketidakadilan gender dengan cara menghapuskan gender itu sendiri. Aliran ini menuntut perkembangan teknologi reproduksi di mana perempuan tidak perlu dibebani dengan proses reproduksi atau kehamilan.

Menurut aliran ini, dengan memisahkan tubuh perempuan dari proses reproduksi, perempuan dapat terbebas dari belenggu institusi keluarga, gender, serta jenis kelamin. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa Feminisme Liberal berfokus kepada seksualitas, tubuh, dan kepuasan yang berkaitan dengan gerakan lesbianisme.

Aliran Feminisme Gelombang Kedua

Aliran Gelombang Kedua lahir setelah masa Perang Dunia Kedua pada 1940-an. Pada Perang Dunia II, perempuan akhirnya bisa merasakan bagaimana ranah publik, juga menggantikan posisi laki-laki di pabrik. Tetapi sayangnya, setelah perang berakhir, propaganda untuk kembali “merumahkan” perempuan digalakkan.

Aliran ini identik dengan kehadiran kaum intelektual yang menentang adanya perang dan penjajahan karena keduanya telah menghancurkan sebuah negara dan mencabik-cabik hak asasi manusia.

Baca juga: Apa Itu Revolusi Industri

Berbeda dengan gelombang pertama yang fokus pada hak-hak perempuan dalam politik, Feminisme gelombang kedua lebih luas cakupannya. Meliputi kajian perempuan dalam keluarga, media, dan agama serta diskursus perempuan dan kemiskinan.

Pada gelombang kedua ini memunculkan dua cabang pemikiran, yaitu:

Feminisme Eksistensialis

Pemikiran Eksistensialis lahir dari kaum intelektual yang identik dengan buku The Second Sex karya Simone Ed Beavoir. Buku ini bercerita tentang definisi perempuan dari sudut pandang filsafat, bahwa perempuan bukan hanya sekedar kategori biologis semata, melainkan merupakan kategori sosiologis pula. Aliran ini membuat perempuan melihat kajian gender, yang akan dilanjutkan oleh kajian feminis berikutnya.

Feminisme Psikoanalisis

Aliran Psikoanalisis menjelaskan bahwa perempuan (biologis) menjadi apa yang didefinisikan sebagai perempuan melalui kesadaran dan ketidaksadaran. Aliran ini menganggap bahwa perempuan tidak dihargai oleh dunia yang terlanjur patriarkal. Feminis Psikoanalisis percaya bahwa perempuan dapat menjadi dirinya melalui kerja moral, berpikir rasional dalam mengambil keputusan serta perbedaan definisi keadilan bagi perempuan dengan definisi keadilan secara umum.

Aliran Feminisme Gelombang Ketiga

Gelombang Ketiga menyoroti tentang hadirnya perspektif perempuan dari negara-negara lain di luar Eropa Barat, bersamaan dengan perjuangan kemerdekaan dari negara-negara di kawasan Asia dan Afrika.

Aliran ini lahir pasca penghapusan diskriminasi berdasarkan warna kulit. Akhirnya, aliran gelombang ketiga melahirkan alat analisis baru bahwa analisis gender harus dilengkapi dengan analisis warna kulit, identitas seksual, kelas sosial, dan konteks lokasi yang mempengaruhi pengalaman penindasan.

Feminisme Post-modern

Feminisme Post-modern berupaya untuk menentang praktik-praktik kolonialisme yang bersembunyi dalam bentuk budaya. Aliran pemikiran ini berangkat dari konsep liyan (lain) dan berusaha untuk melakukan pemaknaan ulang terhadap hal itu sehingga dapat memunculkan pemahaman baru yang lebih ramah gender. Aliran ini ingin membongkar praktik ketidakadilan seperti diskriminasi terhadap LGBT, dan kelompok gender minoritas lainnya.

Feminisme Multikultural

Aliran pemikiran selanjutnya adalah Feminisme Multikultural yang ingin memberikan perspektif berbeda dari pengalaman ketubuhan perempuan di berbagai negara yang berbeda. Landasan pemikiran aliran ini adalah pengalaman perempuan tidak bisa digeneralisir karena akan selalu berbeda tergantung konteks sosial, ekonomi, seksualitas, lokasi, dan sebagainya.

Misalnya, pengalaman perempuan Afrika yang tinggal di Amerika Serikat akan berbeda dengan perempuan Afrika yang tinggal di Indonesia. Begitu pula pengalaman perempuan muslim yang tinggal di negara yang berbeda. Tidak bisa disamakan.

Ekofeminisme

Diskursus ini di Indonesia dikenal sebagai aliran feminisme yang lahir akibat kerusakan alam dan eksploitasi besar-besaran untuk kebutuhan industri. Aliran Ekofeminisme menekankan kesamaan pada hubungan perempuan dan alam yang sama-sama menjadi korban kapitalisme.

Apa Itu Gender?

Laki-Laki dan Simbol Maskulinitasnya
Sumber: freepik.com

Istilah gender akan selalu kamu temui dalam pembahasan mengenai Feminisme. Jadi, gender itu apa sih? Untuk menjelaskan hal ini, biasanya kita akan membandingkannya dengan saudara kandungnya yang bernama jenis kelamin.

Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender

Jenis kelamin adalah sesuatu yang bersifat given atau diberikan oleh Tuhan. Sedangkan, gender dibentuk oleh sistem sosial di mana kita tinggal. Perbedaan jenis kelamin mengacu pada perbedaan reproduksi atau fisik.

Misalnya, laki-laki secara fisik memiliki jakun dan memiliki alat reproduksi berupa penis yang mengeluarkan sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi berupa rahim, vagina, dan organ untuk menyusui. Hal-hal yang menyangkut jenis kelamin ini secara alami tidak bisa dipertukarkan.

Sederhananya demikian. Tetapi ciri-ciri dari jenis kelamin ini tidak semuanya tidak dapat dipertukarkan. Oleh karenanya, dibuat dua penggolongan. Yang pertama ciri biologis primer yang tidak dapat dipertukarkan atau merupakan ciri kodrati.

Sedangkan yang kedua, ciri biologis sekunder yang dapat dimiliki oleh keduanya. Seperti, suara lembut tidak hanya dimiliki oleh perempuan saja. Rambut panjang yang identik dengan perempuan juga tidak hanya dimiliki oleh perempuan saja.

Oke, lantas gender itu apa? Gender merupakan interpretasi sosial dan kultural atas jenis kelamin. Karakteristik gender antara lain, dapat dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki, bersifat dinamis, dapat mengalami perubahan antar satu waktu dan tempat yang lain, serta antar kelas sosial ke kelas sosial yang lain.

Gender yang berlaku dalam masyarakat biasanya dipengaruhi oleh pandangan masyarakat terhadap hubungan antara laki-laki dengan kelaki-lakian dan perempuan dengan keperempuanan. Dalam hal ini, pada umumnya jenis kelamin perempuan berkaitan dengan sifat gender feminin. Dan sebaliknya, jenis kelamin laki-laki berkaitan dengan sifat gender maskulin. Pandangan ini biasanya terjadi berdasarkan sistem kepercayaan masyarakat terhadap bagaimana “baiknya” perempuan atau laki-laki itu.

Dari situ, masyarakat mendefinisikan perempuan itu bersifat lemah lembut, keibuan, penyayang, manja dan seterusnya. Begitu pula laki-laki, diidentifikasi dengan sifat yang kuat, mendominasi, sehingga muncul anggapan laki-laki tidak boleh cengeng dan lain lain. Hal ini biasanya juga diamini oleh laki-laki dan perempuan secara umum, sehingga membentuk suatu keseimbangan sosial yang cenderung dipertahankan sebagai status quo.

Ketidakadilan dan Kesenjangan Gender

Kelompok perempuan menantang ketidakadilan gender
Sumber: freepik.com

Pada dasarnya, adanya gender tidak dipermasalahkan sepanjang tidak menimbulkan apa yang disebut dengan ketidakadilan dan kesenjangan gender. Keduanya merupakan sistem dan struktur yang menyebabkan kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.

Keduanya lahir dari perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan. Terbentuknya perbedaan-perbedaan peran gender biasanya karena dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial dan kultural, melalui ajaran agama dan negara, baik secara sadar maupun tidak. Melalui proses yang panjang itulah, akhirnya gender dipandang sebagai bagian dari ketentuan Tuhan sehingga perbedaan-perbedaan gender kemudian dilihat sebagai kodrat.

Lantas seperti apa bentuk ketidakadilan dan kesenjangan gender ini? Keduanya dapat ditemui dalam stereotype, kekerasan berbasis gender, marginalisasi atau peminggiran, subordinasi atau penomorduaan, serta beban kerja ganda. Kesemuanya itu biasanya dialami oleh perempuan sebagai pihak yang dirugikan, dilemahkan, dan ditindas oleh sistem.

Di awal tadi, saya memulai dengan pertanyaan kenapa Feminisme cenderung melulu soal perempuan. Jawabannya adalah karena pada dasarnya pihak yang paling dirugikan dan selalu ditindas oleh sistem adalah perempuan. Sehingga ia tidak bisa mengakses kesempatan tertentu, kehilangan kebebasan, tertindas secara ekonomi, mengalami subordinasi dan seterusnya.

Tetapi, seiring perkembangannya, gagasan yang menjunjung kesetaraan ini tidak lagi memusatkan perhatian hanya pada kaum perempuan. Meskipun, tidak berarti bahwa perempuan telah bebas dari segala ketidakadilan. Tetapi, pengayaan diskursus diperlukan untuk menjangkau lebih banyak kalangan.

Misalnya, kemudian terbentuk pula gerakan laki-laki baru yang melepaskan diri dari kungkungan sifat gender serta turut mendukung perempuan membebaskan diri dari segala ketidakadilan gender. Sehingga kemudian dikenal juga diskursus toxic masculinity untuk menyebarkan gagasan bahwa laki-laki juga dirugikan oleh sistem sosial bernama patriarki.

Baca juga: Mengenal Teori Motivasi

Pemahaman Akhir

Feminisme merupakan gerakan dan gagasan yang bertujuan untuk mengembalikan hak asasi semua jenis manusia tanpa diskriminasi dan ketidakadilan. Gerakan ini telah mengalami perkembangan dalam tiga gelombang, yaitu gelombang pertama, kedua, dan ketiga, dengan munculnya berbagai aliran pemikiran yang berbeda sesuai dengan konteks zaman dan masalah yang dihadapi.

Gelombang pertama Feminisme dimulai pada abad ke-19 dengan fokus pada perjuangan hak politik perempuan. Gelombang kedua muncul setelah Perang Dunia II dan meluas cakupannya, termasuk kajian terhadap peran perempuan dalam keluarga, media, agama, dan masalah kemiskinan. Gelombang ketiga melibatkan perspektif perempuan dari negara-negara di luar Eropa Barat dan memperhatikan dimensi ras, kelas sosial, seksualitas, dan konteks lokasi.

Gender, yang merupakan interpretasi sosial dan kultural atas jenis kelamin, menjadi fokus penting dalam pembahasan Feminisme. Gender berbeda dengan jenis kelamin yang bersifat biologis, dan mencakup peran-peran sosial dan budaya yang dihubungkan dengan perempuan dan laki-laki. Pandangan masyarakat terhadap gender dapat mempengaruhi stereotipe, ketidakadilan, dan kesenjangan gender yang dialami oleh perempuan.

Ketidakadilan dan kesenjangan gender terjadi karena perbedaan peran gender yang dibentuk oleh sistem sosial dan kultural. Hal ini dapat menghasilkan marginalisasi, subordinasi, kekerasan berbasis gender, dan beban kerja ganda yang dialami oleh perempuan. Feminisme berusaha melawan ketidakadilan ini dan memperjuangkan kesetaraan gender.

Meskipun Feminisme awalnya banyak berfokus pada perjuangan perempuan, gerakan ini telah mengembangkan diskursus yang lebih luas dan melibatkan berbagai kelompok, termasuk kaum laki-laki yang melepaskan diri dari stereotipe dan mendukung perjuangan kesetaraan gender. Feminisme juga mengakui bahwa perempuan tidak memiliki pengalaman yang sama karena dipengaruhi oleh faktor seperti ras, kelas sosial, dan lokasi.

Penting untuk mengenali dan memahami Feminisme dari sudut pandang yang ramah dan ringan, serta melibatkan berbagai perspektif dalam upaya mencapai kesetaraan dan keadilan bagi semua jenis manusia.

Nah baiklah, sampai sini dulu perkenalan kita dengan gagasan Feminisme ya. Semoga tulisan ini bisa mengantarkan kita untuk menjadi pribadi yang bebas tanpa kungkungan sifat gender. Atau setidaknya, dengan berkenalan dengan Feminisme, kamu mendapat pengetahuan baru tentang bagaimana relasi sosial perempuan—laki-laki terbentuk, dari perspektif Feminisme tentunya. Sampai jumpa!

Artikel Terbaru

Avatar photo

Tiars

Seorang content writer yang suka menulis topik wisata, pendidikan dan kesetaraan sekaligus mahasiswi Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial di Universitas Jember. Jurusan Ilmu Kesos ini berada di bawah naungan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Ilmu Kesejahteraan Sosial merupakan ilmu terapan dimana mahasiswa akan belajar bagaimana meningkatkan keberfungsian sosial seseorang dan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *