Mengenal Pakaian Adat Papua Serta Penjelasannya

Sebagai provinsi yang berada di bagian paling timur Indonesia, tidak membuat Papua sebagai provinsi yang minim akan kebudayaan. Justru Papua menyimpan banyak sekali kekayaan budaya terutama dalam hal pakaian adatnya.

Berbicara tentang pakaian adat Papua, mungkin kamu akan teringat akan koteka. Pakaian tersebut memang berasal dari Papua dan menjadi pakaian adat yang menunjukkan ciri khas Papua. Namun, Papua masih menyimpan banyak pakaian adat yang belum diketahui oleh masyarakat Indonesia.

Pakaian adat Papua tersebut mempunyai keunikan dan nilai filosofis yang membedakan dari pakaian adat daerah lain. Untuk mengenal lebih jauh, yuk simak penjelasan berikut:

Nama Pakaian Adat Papua

Setidaknya, ada enam macam pakaian adat Papua yang saat ini masih tetap digunakan oleh masyarakat Papua. Pakaian adat tersebut tak hanya terbatas pada daerah Papua semata, namun juga di daerah Papua Barat. Semua nama pakaian adat tersebut akan dikupas secara mendetail sebagai berikut.

Koteka atau Holim

Koteka
Sumber: adira.co.id

Nama pakaian adat Papua satu ini dijamin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Koteka merupakan pakaian adat yang khusus dikenakan oleh para pria. Pakaian adat ini ternyata juga mempunyai julukan lain. Masyarakat yang tinggal dekat Pegunungan Jayawijaya menjuluki koteka sebagai holim.

Bisa dikatakan jika koteka menggambarkan keunikan pakaian adat Papua. Ini terlihat dari bentuk koteka yang hanya menutupi daerah kemaluan para pria. Meskipun begitu, pakaian ini sudah memenuhi standar kesopanan yang dianut oleh masyarakat Papua. Keunikan lainnya juga ada pada bahan pembuatan koteka yaitu labu air.

Jenis labu air yang dipilih adalah labu air tua yang bertujuan supaya koteka jauh lebih awet. Pembuatannya dimulai dengan dengan mengambil daging serta biji labu air, kemudian labu air tersebut dikeringkan. Bentuk dari koteka ini mengerucut dan dilengkapi dengan tali untuk diikat di bagian pinggang.

Koteka ini ternyata juga tak hanya memiliki satu jenis, melainkan dua jenis. Jenis yang pertama dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Sedangkan, jenis kedua dipakai untuk kegiatan seperti upacara adat.

Koteka yang dipakai sehari-hari punya desain yang sederhana dan koteka untuk upacara adat dihiasi dengan ukiran khas dari Papua. Disamping itu, ukurannya pun lebih panjang dari koteka yang dikenakan sehari-hari.

Baca juga: 13 Alat Musik Papua

Rok Rumbai

Rok Rumbai
Sumber: beritapapua.id

Berbeda dengan koteka yang khusus dipakai oleh para pria, maka rok rumbai ini dikhususkan untuk para wanita. Bahan yang digunakan untuk membuat rok rumbai juga berasal dari bahan alami yaitu sagu kering atau ijuk. Pemilihan bahan alami untuk pembuatannya inilah yang membuat pakaian adat Papua sangat unik.

Pada beberapa masyarakat Papua yang tinggal di pedalaman, mereka mengenakan rok rumbai tanpa memakai atasan. Umumnya, mereka menggunakan lukisan motif khas Papua untuk menutupi bagian atas tubuh mereka.

Namun, ada juga masyarakat Papua yang melengkapi penggunaan rok rumbai ini dengan hiasan kepala dari burung kasuari atau berasal dari daun sagu kering. Selain dikenakan dalam kegiatan sehari-hari, rok rumbai ini juga dikenakan untuk kegiatan upacara adat istiadat masyarakat Papua.

Yokai

Yokai
Sumber: watimkamkwe.blogspot.com

Gambar pakaian adat Papua tersebut merupakan salah satu ilustrasi penggunaan yokai pada masyarakat Papua Barat di pedalaman. Bisa dikatakan jika yokai merupakan nama pakaian adat Papua Barat yang cukup terkenal dan sampai saat ini tetap dilestarikan karena nilai filosofisnya.

Nilai filosofis dari pakaian adat Papua Barat tersebut menggambarkan kedekatan manusia dengan alamnya. Ha itu terlihat dari penggunaan yokai yang banyak didominasi oleh masyarakat pedalaman.

Masyarakat Papua Barat yang diperbolehkan mengenakan pakaian ini hanyalah wanita yang sudah menikah saja. Kesakralan dari pakaian ini membuat yokai tidak boleh diperdagangkan secara bebas.

Dilihat dari tampilannya, pakaian adat Papua Barat ini didominasi oleh warna coklat dan merah, serta dilengkapi dengan aksen rumbai pada bagian atas dan bawah pakaian.

Sali

Sali
Sumber: wikimedia.org

Jika yokai dipakai oleh wanita Papua Barat yang sudah menikah, sali merupakan nama pakaian adat Papua Barat yang dikhususkan untuk para gadis lajang. Jika seorang gadis sudah menikah, tentu dia sudah tidak bisa memakai sali lagi.

Inilah salah satu keunikan pakaian adat Papua lainnya yang membedakan kegunaan setiap pakaian. Dari segi bahannya, pakaian adat Papua Barat ini umumnya terbuat dari kulit pohon yang berwarna coklat alami.

Ewer

Ewer
Sumber: cleanipedia.com

Dilihat dari gambar pakaian adat Papua di atas, pakaian satu ini memang memiliki kemiripan dengan rok rumbai.  Anggapan itu tidaklah salah, dikarenakan ewer ini merupakan bawahan yang memiliki desain mirip dengan rok rumbai. Hanya saja, dalam hal penggunaan, ewer bisa dipakai oleh para pria dan wanita.

Penggunaan ewer saat ini juga telah dipadukan dengan atasan berupa kain. Keunikan pakaian adat Papua ini terlihat pada nilai filosofis yang dikandung yaitu menyimbolkan masyarakat Papua yang hidup berdampingan dengan alam. Ini juga didukung oleh bahan alami yang dipakai pada ewer yaitu berupa jerami kering.

Kain Rumput

Kain Rumput
Sumber: artisanallbistro.com

Tak berbeda jauh dari beberapa pakaian adat Papua maupun pakaian adat Papua Barat lainnya, nama pakaian adat yang satu ini juga terbuat dari bahan alami. Bahan tersebut adalah daun sagu kering. Daun sagu yang dipilih untuk dibuat kain rumput merupakan daun bagian pucuk yang diambil saat air sedang pasang.

Jika beberapa pakaian adat lainnya lebih sering dikenakan oleh masyarakat pedalaman, kain rumput ini lebih umum dikenakan oleh masyarakat Papua yang lebih modern yang tinggal di Sorong Selatan. Keunikan pakaian adat Papua satu ini bisa dilihat dari gambar pakaian adat Papua yang ada di atas.

Aksesoris Pakaian Adat Papua

Meskipun pakaian adat didominasi oleh motif yang sederhana, pakaian adat juga mempunyai aksesori pelengkap. Terdapat lima macam akseoris pakaian adat Papua yang bisa disimak lebih lanjut di bawah ini.

Mahkota Kasuari

Mahkota Kasuari
Sumber: timikaunique.com

Seperti yang terlihat di gambar pakaian adat Papua di atas, aksesoris di atas merupakan hiasan kepala yang menjadi ciri khas masyarakat Papua. Hiasan tersebut dijuluki sebagai mahkota kasuari dikarenakan bahannya yang terbuat dari bulu burung kasuari. Selain itu, ada bulu kelinci dan daun sagu kering yang menjadi bahan pendukung lainnya untuk pembuatan mahkota kasuari ini.

Tas Noken

Tas Noken
Sumber: id.wikipedia.org

Dibuat dari anyaman kulit, tas noken sebagai aksesoris pakaian adat Papua masih mengusung nilai alami khas budaya masyarakat Papua. Uniknya, dalam pemakaian tas noken, masyarakat Papua tidak memakainya secara diselempangkan di punggung, tetapi di sampirkan di kepala seperti memakai bando.

Tas noken ini berfungsi untuk menyimpan hasil kebun seperti buah ataupun sayur hasil panen, sekaligus untuk menyimpan hasil buruan. Jadi, bisa dibilang kalau tas noken punya fungsi yang serbaguna.

Kalung Gigi Anjing

Kalung Gigi Anjing
Sumber: artisanalbistro.com

Bukan hanya memanfaatkan tumbuh-tumbuhan saja sebagai pakaian maupun aksosoris adat mereka, masyarakat Papua juga memanfaatkan binatang seperti anjing untuk diambil giginya.

Gigi anjing tersebut kemudian dijadikan kalung. Meskipun diambil dari binatang, tetapi tentu saja gigi-gigi tersebut tak diambil dari hewan yang masih hidup. Jadi, tetap tidak ada unsur melukai hewan tersebut.

Taring Babi

Taring Babi
Sumber: antarafoto.com

Selain kalung yang berasal dari gigi anjing, masyarakat Papua juga memakai taring babi sebagai aksesoris. Aksesoris ini ditempatkan di hidung atau di antara lubang hidung. Taring babi ini termasuk aksesoris yang seringkali diwajibkan untuk dipakai dalam acara adat Papua.

Senjata Papua

Senjata Papua
Sumber: asyraafahmadi.com

Banyak macam senjata yang dipakai oleh masyarakat Papua sebagai aksesori pakaian adat mereka. Pertama, ada tombak yang dipakai untuk kegiatan berburu hewan. Kedua, ada senjata busur panah yang memiliki fungsi sama untuk berburu hewan.

Lalu, ada pula pisau belati yang dibuat khusus dari burung kasuari. Terakhir, ada kapak yang kebanyakan menjadi senjata masyarakat pedalaman. Kapak tersebut dibuat dari batu dan rotan yang sama-sama diruncingkan.

Baca juga: 10 Alat Musik Maluku

Pemahaman Akhir

Sebagai provinsi yang berada di bagian paling timur Indonesia, Papua bukanlah provinsi yang minim akan kebudayaan. Sebaliknya, Papua memiliki banyak kekayaan budaya, terutama dalam hal pakaian adatnya. Salah satu pakaian adat yang terkenal dari Papua adalah koteka, yang menjadi simbol dari keunikan budaya Papua.

Namun, Papua tidak hanya memiliki koteka, melainkan juga memiliki enam macam pakaian adat lainnya, seperti rok rumbai, yokai, sali, ewer, dan kain rumput. Setiap pakaian adat tersebut memiliki keunikan tersendiri dan mempunyai nilai filosofis yang menggambarkan kedekatan manusia dengan alam.

Selain pakaian adatnya yang unik, Papua juga memiliki aksesori pakaian adat yang khas, seperti mahkota kasuari, tas noken, kalung gigi anjing, taring babi, dan senjata tradisional Papua. Semua aksesoris ini memperkaya keindahan dan keunikan pakaian adat Papua serta mencerminkan kedalaman budaya dan kehidupan masyarakat Papua.

Dengan berbagai macam pakaian adat dan aksesorisnya yang kaya akan nilai budaya, Papua terus mempertahankan dan melestarikan warisan budayanya yang berharga. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bagi masyarakat Papua untuk mempertahankan identitas budaya mereka dalam menghadapi arus globalisasi dan modernisasi. Melalui pakaian adat dan budaya lainnya, Papua tetap memiliki jati diri yang kuat dan unik di antara provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Berbagai macam pakaian adat Papua yang telah dijelaskan di atas, membuktikan jika masyarakat Papua tak hanya punya koteka saja sebagai pakaian adat mereka. Di samping itu, dari pakaian adat dan aksesoris yang ada menunjukkan jika masyarakat Papua masih sangat dekat dengan alam dan inilah yang menjadi nilai keunikan kebudayaan Papua.

Artikel Terbaru

Avatar photo

Wasila

Lulusan Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya yang saat ini berkecimpung di dunia penerjemahan. Disela-sela kesibukan menerjemah, juga menulis artikel dengan berbagai topik terutama berhubungan dengan kebudayaan.

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *