Daftar Isi
Dalam ilmu sosiologi, masyarakat dipandang sebagai sistem yang dibangun dari berbagai institusi sosial. Di kehidupan sehari-hari, individu juga hidup dari satu institusi ke institusi lainnya.
Ketika berada dalam rumah, individu berada di institusi keluarga. Saat di sekolah, ia berada di institusi sekolah, begitu juga seterusnya. Seperti apa penjelasan pada masing-masing institusi tersebut, mari simak uraiannya di bawah ini.
Institusi Sosial dari Sudut Pandang Sosiologi
Institusi sosial adalah bagian penting dalam kehidupan sosial yang memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Konsep ini berasal dari dua pendekatan utama dalam sosiologi, yaitu pendekatan struktural fungsional dan pendekatan konflik, yang melihat masyarakat sebagai sistem dengan beberapa sub-sistem, yang dalam hal ini disebut sebagai institusi sosial.
Pendekatan struktural fungsional menganggap bahwa institusi sosial bekerja sama untuk menjaga stabilitas dan kelangsungan masyarakat. Di sisi lain, pendekatan konflik menekankan bahwa ada satu institusi sosial dominan, yaitu institusi ekonomi, yang mengatur dan memengaruhi jalannya institusi-institusi sosial lainnya.
Pengertian tentang apa yang dianggap sebagai institusi sosial telah berubah seiring berjalannya waktu. Misalnya, dalam masyarakat tradisional, keluarga adalah satu-satunya institusi sosial yang diakui. Namun, dengan perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup, institusi-institusi lain seperti ekonomi, politik, dan pendidikan mulai muncul.
Hingga saat ini, belum ada konsensus akademis mengenai jumlah pasti institusi sosial dalam masyarakat. Bagian ini akan mempertimbangkan tiga institusi sosial utama yang sering menjadi fokus penelitian sosiologi: ekonomi, politik, dan keluarga. Ini adalah tiga aspek penting dalam pemahaman struktur dan fungsi masyarakat.
Institusi Ekonomi
Ekonomi merupakan institusi sosial utama yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Institusi ekonomi mengatur jalannya proses produksi, distribusi, serta konsumsi barang dan jasa. Pendekatan struktural fungsional menempatkan institusi ekonomi bersama institusi-institusi lain sebagai elemen yang menyusun masyarakat.
Namun bagi pendekatan konflik, institusi ekonomi memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan institusi-institusi lain. Pendekatan konflik percaya bahwa institusi ekonomi mengatur jalannya institusi-institusi lain.
Sebagai contoh, institusi pendidikan mengajarkan nilai-nilai kepatuhan dan kedisiplinan kepada para peserta didik. Hal ini dikarenakan patuh dan disiplin merupakan kriteria utama tenaga kerja produktif yang dibutuhkan oleh institusi ekonomi.
Contoh lainnya adalah institusi keluarga kerap mengatur proses pemilihan pasangan seorang individu. Keluarga menekan individu agar memilih pasangan dari kelas sosial yang relatif sama, atau lebih tinggi.
Lagi-lagi, hal ini turut dipengaruhi oleh institusi ekonomi, karena dengan memilih pasangan dari kelas sosial yang sama, maka posisi sosial keluarga tersebut dapat tetap terjaga, atau bahkan meningkat. Sosiologi membahas institusi ekonomi melalui teori-teori tentang sistem ekonomi, yaitu kapitalisme, sosialisme, dan kapitalisme kesejahteraan.
Sistem Ekonomi Kapitalisme
Sistem ekonomi yang pertama, kapitalisme, berbasis pada kepemilikan pribadi sumber daya alam dan alat-alat produksi. Pelaku ekonomi saling berkompetisi di dalam pasar bebas demi mendapatkan keuntungan.
Sistem Ekonomi Sosialisme
Sistem ekonomi yang kedua, sosialisme, berbasis pada kepemilikan kolektif sumber daya alam dan alat-alat produksi di tangan negara. Sistem ini mengorbankan kebebasan individu demi terpenuhinya kebutuhan dasar setiap orang.
Sistem Ekonomi Kapitalisme Kesejahteraan
Sistem ekonomi yang ketiga, kapitalisme kesejahteraan, merupakan kombinasi antara sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Pemerintah mengontrol industri-industri besar seperti transportasi, kesehatan, dan media massa, serta menetapkan tarif pajak yang tinggi, khususnya bagi orang-orang kaya.
Hasil pajak inilah yang kemudian digunakan untuk membiayai program-program kesejahteraan sosial pemerintah, seperti layanan kesehatan dan pendidikan yang dapat diakses oleh semua orang.
Institusi Politik
Institusi selanjutnya adalah institusi politik yang memiliki peran tidak kalah penting bagi masyarakat. Institusi ini mendistribusikan kekuasaan, mengatur jalannya proses pengambilan keputusan, serta menentukan tujuan utama sebuah masyarakat. Konsep kunci sekaligus bahasan utama dari institusi politik adalah kekuasaan, atau kemampuan untuk mendapatkan sesuatu terlepas dari resistensi pihak-pihak lain.
Meskipun erat kaitannya dengan kekerasan fisik, salah satu pemikir utama sosiologi, Max Weber, mengatakan bahwa kekuasaan tidak sepenuhnya berasal dari paksaan atau kekerasan semata.
Kekuasaan seorang presiden misalnya, berasal dari legitimasi hukum yang berlaku. Konsep inilah yang disebut Weber sebagai otoritas, atau kekuasaan yang dianggap sah oleh masyarakat, alih-alih berasal dari paksaan.
Lebih lanjut, Weber membagi konsep otoritas berdasarkan sumber legitimasi kekuasaannya. Tipe pertama, traditional authority, mengacu pada kekuasaan yang dilegitimasi oleh rasa hormat terhadap pola-pola budaya yang ada sejak dahulu. Contoh dari traditional authority adalah masyarakat yang memilih pemimpin berdasarkan keturunan.
Tipe kedua, rational-legal authority, mengacu pada kekuasaan yang dilegitimasi oleh aturan dan hukum yang berlaku. Contoh dari penerapan rational-legal authority dapat kita temui dalam sistem pemerintahan modern.
Tipe otoritas yang ketiga, charismatic authority, mengacu pada legitimasi kekuasaan yang berasal dari kepribadian seseorang yang dianggap luar biasa, sehingga mampu membuat orang lain kagum dan patuh. Mahatma Gandhi dan Presiden Soekarno merupakan contoh pemimpin yang lahir dari konsep charismatic authority ini.
Institusi Keluarga
Layaknya institusi ekonomi dan politik, institusi keluarga juga memiliki peran yang penting bagi masyarakat. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok kolektif yang anggotanya saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya. Keluarga dibangun berdasarkan ikatan kekerabatan, baik berupa kesamaan leluhur, ikatan pernikahan, maupun proses adopsi.
Konsep keluarga sendiri terus berubah seiring berjalannya waktu. Masyarakat pre-industri cenderung mendefinisikan keluarga sebagai extended family, yang mencakup ayah, ibu, anak, serta anggota-anggota keluarga lain seperti kakek, nenek, bibi, dan paman. Namun, masyarakat modern cenderung mendefinisikan keluarga sebagai nuclear family yang hanya mencakup ayah, ibu, dan anak.
Sosiologi menekankan pentingnya peran keluarga dalam perkembangan seorang individu. Keluarga merupakan agen sosialisasi pertama yang bertugas untuk menanamkan nilai dan norma kepada individu, agar kelak ia tumbuh menjadi anggota masyarakat yang berguna. Selain itu, keluarga juga berperan sebagai pemberi dukungan material dan emosional bagi para anggotanya.
Namun di sisi lain, sosiologi juga melihat bahwa keluarga dapat menjadi agen yang mempertahankan kesenjangan sosial. Orang tua akan mewariskan kelas sosial mereka kepada sang anak. Jika seorang anak terlahir di keluarga kaya, maka kesempatan anak tersebut untuk mengenyam pendidikan dan tumbuh menjadi pribadi yang sukses akan lebih besar.
Selain itu, keluarga juga dapat mempromosikan ketimpangan gender, karena umumnya, keputusan-keputusan penting yang menyangkut masa depan keluarga ditentukan oleh laki-laki, atau dalam kasus ini, sang ayah.
Kesimpulan
Sosiolog harus memahami bahwa masyarakat, layaknya sebuah mesin, disusun dari berbagai komponen dengan fungsinya masing-masing. Komponen-komponen inilah yang disebut sebagai institusi sosial. Pendekatan struktural fungsional meyakini bahwa tiap komponen memiliki fungsi yang sama penting.
Sementara itu, pendekatan konflik menyatakan bahwa terdapat satu komponen, yaitu institusi ekonomi, yang berdiri di atas komponen-komponen lain. Lebih lanjut, definisi institusi sosial juga turut berubah seiring perkembangan zaman.
Pada masa lalu, institusi ekonomi merupakan bagian dari institusi keluarga, sebelum akhirnya memisahkan diri menjadi institusi tersendiri. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa kelak di masa depan, akan muncul institusi-institusi sosial baru seiring dengan bekembangnya kebutuhan manusia.
Jadi, itu tadi seluruh uraian penjelasan tentang institusi sosial. Memahami bagaimana pendekatan sosiologi memandang institusi sosial, serta menyadari bahwa institusi sosial dapat berubah seiring berjalannya waktu merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang sosiolog.
Sumber:
Little, W., Vyain, S., Scaramuzzo, G., Cody-Rydzewski, S., Griffiths, H., Strayer, E., & Keirns, N. (2012). Introduction to Sociology. Houston: OpenStax College.
Macionis, J. (2012). Sociology (14th ed.). New York: Pearson.