Tahun 2020 menjadi tahun yang cukup menyedihkan bagi kita semua. Berbagai bencana terjadi dan lebih parahnya, wabah virus corona terjadi di mana-mana. Hal ini berpengaruh pada perekonomian di seluruh dunia. Banyak perusahaan yang berhenti beroperasi sementara. Bahkan, tidak sedikit juga perusahaan yang terpaksa melakukan putus hubungan kerja dengan karyawannya.
Wabah ini semacam bencana yang begitu mengejutkan banyak orang. Ada banyak perusahaan yang tidak siap menghadapi bencana semacam ini sehingga cukup kewalahan mengatasinya.
Tahu kah kamu bahwa dampak dari krisis atau bencana bisa diantisipasi sebelumnya? Pernah mendengar manajemen kontinuitas bisnis? Untuk tahu selengkapnya tentang manajemen kontinuitas bisnis, baca artikel ini sampai habis, ya.
Daftar Isi
Pengertian dan Fungsi Manajemen Kontinuitas Bisnis
Manajemen kontinuitas bisnis bisa disebut juga dengan business continuity management yang biasa disingkat dengan BCM. Manajemen kontinuitas bisnis adalah rencana yang disiapkan untuk memastikan tersedianya sumber daya bisnis utama yang tidak terputus yang diperlukan untuk mendukung kegiatan bisnis, jika terjadi gangguan bisnis dan untuk mempercepat pengembalian bisnis berjalan seperti biasanya.
Definisi lain dari manajemen kontinuitas bisnis disampaikan oleh Speight (2011, dalam Bajgoric, 2014). Menurutnya manajemen kontinuitas bisnis adalah proses manajemen untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi mengancam organisasi dan menyediakan kerangka kerja untuk membangun ketahanan dan kemampuan agar dapat merespon secara efektif jika terjadi ancaman.
Dominic Elliot, Ehne Swartz dan Brahim Herbane (2002, h.2) mendefinisikan manajemen kontinuitas bisnis dengan pendekatan manajemen krisis. Pendekatan krisis manajemen itu didefinisikan sebagai berikut :
- Mengenali karakteristik sosial dan teknis dari gangguan bisnis.
- Menekankan kontribusi yang dapat dilakukan manajemen terhadap penyelesaian gangguan.
- Mengasumsikan bahwa manajer dapat membangun ketahanan terhadap gangguan bisnis melalui proses dan perubahan pada norma dan praktik operasi.
- Mengasumsikan bahwa organisasi atau perusahaan dapat memainkan peran utama dalam menginkubasi potensi kegagalan.
- Memahami bahwa jika terjadi gangguan dan tidak segera diatasi dengan baik maka dapat mengakibatkan krisis.
- Mengetahui dampak atau potensi yang akan terjadi terhadap stakeholder dari adanya gangguan atau krisis.
Manajemen kontinuitas bisnis ini dirancang untuk mendukung kelangsungan bisnis dan pemulihan bisnis setelah terjadi insiden atau gangguan bisnis. Selain itu hal ini juga berfungsi untuk mempersiapkan respons jika terjadi perisitwa agar sumber daya yang ada dapat dimobilisasi. Serta untuk mempersiapkan langkah-langkah yang diambil oleh manajemen agar lebih matang dan komprehensif ketika suatu insiden atau peristiwa yang merugikan terjadi.
Baca juga: Mengenal Pemasaran Digital
Krisis dalam Komunikasi Humas
Tidak semua yang sudah kita rencanakan dan dipersiapkan secara matang bisa dieksekusi dengan lancar. Meski sudah menghindari berbagai resiko buruk yang terjadi, terkadang ada-ada saja kejadian yang tidak terduga yang dapat merugikan rencana kita.
Situasi krisis semacam ini muncul karena dari berbagai faktor-faktor yang berada di luar dugaan yang bersifat merugikan, baik yang berasal dari pihak internal maupun eksternal dari suatu organisasi atau perusahaan. Jika praktisi humas melakukan kesalahan dalam mengambil tindakan, bisa jadi semakin memperburuk keadaan.
Apa sih yang dimaksud dengan krisis?
Krisis adalah kondisi yang tidak stabil seperti dalam urusan politik, sosial, atau ekonomi, yang melibatkan perubahan mendadak. Bisa juga krisis berarti peristiwa abnormal atau unik yang mengancam kelompok atau individu serta tujuan dan perusahaan serta efeknya yang mengganggu atau berbahaya (Blyth, 2009, h.3).
Tidak hanya hal-hal besar yang dapat menyebabkan krisis. Krisis juga dapat terjadi dalam level mikro dan makro. Misalnya saja gedung perkantoran runtuh, kebocoran bahan bakar, atau kematian di pinggir jalan. Pada level makro krisis yang terjadi contohnya, terjadi kecelakaan kerja yang cukup besar hingga menarik perhatian media, mengatasi orang-orang yang terdampak, dan meminimalisir dampak buruk bagi reputasi perusahaan.
Claudia Reinhardt (1987, dalam Morissan, 2008, h.173-174) membedakan krisis menjadi tiga tipe, yaitu :
Immediate Crises
Krisis ini merupakan krisis yang bersifat segera. Tipe krisis ini merupakan tipe krisis yang sangat ditakuti karena kedatangannya yang sangat tiba-tiba. Ketika krisis ini terjadi, tidak ada waktu untuk melakukan perncanaan atau riset.
Contoh dari krisis tipe ini adalah adanya kecelakaan pesawat, serangan bom, salah satu eksekutif perusahaan meninggal, dan lain-lain. Untuk menangani krisis ini perlu dipersiapkan rencana umum tentang bagaimana seharusnya bereaksi ketika krisis terjadi. Hal ini untuk menghindari timbulnya kebingungan, munculnya konflik baru, dan penundaan penanganan krisis.
Emerging Crises
Krisis ini bisa disebut juga dengan krisis baru muncul. Berbeda dengan tipe krisis immediate, krisis emerging ini masih memungkinkan praktisi humas untuk melakukan riset dan perencanaan terlebih dahulu. Meski begitu, jika penanganannya terlalu lama, krisis ini bisa meledak kapan saja. Contoh dari tipe krisis ini adalah pelecehan seksual di tempat kerja, semangat pegawai yang rendah, dan penyalahgunaan jabatan.
Sustained Crises
Dengan kata lain krisis ini disebut dengan krisis bertahan. Krisis bertahan merupakan krisis yang terus muncul dan tetap ada meski sudah dilakukan berbagai upaya terbaik oleh perusahaan atau organisasi untuk mengatasinya.
Contoh dari krisis ini adalah adanya rumor perusahaan yang beredar dari mulut ke mulut dan semakin membesar, disebarluaskan melalui media massa dan hal tersebut berada di luar kontrol praktisi humas. Misalnya saja, yang terjadi pada perusahaan dari Amerika Serikat yakni Procter & Gamble. Ia diisukan sebagai perusahaan “pemuja setan” karena logonya yang dianggap simbol setan.
Baca juga: Mengenal Pengantar Periklanan
Penanggulangan Krisis dalam Komunikasi Humas
Menangani krisis memang tidak mudah. Meski begitu, sebisa mungkin kita harus bisa meminimalisir kesalahan dalam menangani krisis. Berikut ini panduan dalam menghadapi krisis yang dirumuskan oleh Morissan, diadaptasi dari jurnal workshop : How to Handle a Crisis oleh Claudia Reinhardt (Morissan, 2008, h.175) :
- Mempersiapkan crisis plan. Pada tahap ini kamu perlu menghubungi orang-orang yang ahli dan memberikan analisis mengenai krisis yang sedang terjadi. Selanjutnya menyiapkan rencana kegiatan pelaksanaan komunikasi dalam keadaan krisis.
- Laporkanlah kepada manajemen puncak (top management). Analisis, penjelasan, dan rencana yang akan dilakukan dalam menangani krisis perlu disampaikan kepada manajemen puncak. Selanjutnya meminta manajemen puncak untuk memperhitungkan dampak yang ditimbulkan dari adanya krisis yang terjadi. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi pertanyaan yang muncul dari karyawan, pemerintah, dan media.
- Menunjuk juru bicara sebagai perwakilan. Memilih juru bicara saat krisis ini sangat penting dan perlu kehati-hatian. Ada baiknya memilih yang sudah terlatih menangani krisis. Arahkan semua pertanyaan kepada juru bicara yang ditunjuk. Segala pertanyaan yang ada hanya dijawab dan diarahkan kepada juru bicara.
- Membuat news center. Pusat layanan untuk media ini sebaiknya didirikan di tempat yang jauh dari terjadinya krisis. Sediakan berbagai peralatan komunikasi yang memumpuni dan tempat melakukan wawancara dengan media. Tidak lupa juga untuk menyiapkan informasi tambahan yang dibutuhkan oleh media, agar dapat menulis laporan secara akurat.
- Bersikap terbuka untuk dan menceritakan apa adanya, atau orang lain yang akan bercerita tentang hal yang ditutupi. Wartawan akan mencari sumber lain untuk mencari informasi, misalnya saja mewawancarai pengamat. Jika hal ini terjadi, maka praktisi humas akan kehilangan kontrol terhadap media. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berikan informasi secara lengkap dan menyeluruh.
- Hindari berspekulasi dan terpancing pada pertanyaan yang menginginkan keterangan yang bersifat spekulatif.
- Jangan menganggap enteng masalah yang sebenarnya serius.
- Jangan mengatakan “no comment” atau membuat pernyataan tetapi tidak diberitakan (off-the-record). Jika tidak mempunyai informasi yang dibutuhkan oleh wartawan maka yang perlu dilakukan adalah menjelaskan mengapa informasinya masih belum tersedia, dan mengatakan kapan informasi yang dibutuhkan sekiranya dapat diberikan. sebagai juru bicara, penting untuk meyakinkan wartawan untuk menghubunginya secepat mungkin jika informasi yang dibutuhkan sudah tersedia.
- Menunjukkan bahwa organisasi memiliki rasa prihatin atas krisis yang terjadi dan juga kepada orang-orang yang terdampak krisis. Di saat yang sama sampaikan juga mengenai rencana perusahaan atau organisasi untuk mengatasi krisis yang terjadi.
- Memperlakukan media atau wartawan semuanya sama. Tidak memilih-milih media atau wartawan.
- Tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan mempromosikan produk atau jasa perusahaan di saat terjadi krisis. Pada saat krisis, ada banyak perhatian yang mengarah kepada organisasi atau perusahaan, namun tidak etis rasanya jika memanfaatkan hal itu untuk meraup keuntungan.
Ketika krisis terjadi, praktisi humas memiliki kesempatan untuk berperan lebih besar dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan untuk mengatasi krisis. Namun, di sisi lain ada beberapa kesalahan yang kerap kali dilakukan oleh praktisi humas, yaitu (Morissan, 2008, h.176) :
- Bersikap ragu-ragu. Sikap ragu-ragu yang diperlihatkan oleh praktisi humas dalam menangani krisis dapat mengakibatkan timbulnya pandangan bahwa praktisi humas itu tidak siap, kurang berkompeten, bahkan tidak berperasaan.
- Menghindari pertanyaan. Jika hal ini dilakukan maka bisa jadi rumor dan isu berkembang dengan pesat hingga susah dikendalikan. Hal ini dikarenakan tidak ada yang mengklarifikasi atau mencoba bercerita apa yang sebenarnya terjadi.
- Sikap konfrontasi. Dengan adanya sikap konfrontasi dari praktisi humas, hal itu seakan membenarkan isu yang beredar. Pada akhirnya, isu semakin berkembang.
- Menyerang balik. Dengan sikap seperti ini justru semakin meningkatkan emosi dan semakin membuat masalah menjadi panas.
- Menyombongkan diri. Dengan bersikap arogan dan terlalu cepat menolak isu, sama saja dengan membuka kelemahan diri sendiri. Seharusnya berikan upaya untuk meneliti terlebih dahulu, sebelum menangani masalah atau menolak isu.
Pemahaman Akhir
Manajemen kontinuitas bisnis (Business Continuity Management/BCM) adalah rencana yang disiapkan untuk memastikan kelangsungan sumber daya bisnis yang penting dalam mendukung kegiatan bisnis, serta untuk mempercepat pemulihan bisnis setelah terjadi gangguan atau krisis. Manajemen kontinuitas bisnis melibatkan identifikasi faktor-faktor yang berpotensi mengancam organisasi, pengembangan rencana respons, dan membangun ketahanan organisasi terhadap gangguan.
Krisis seperti wabah virus corona yang terjadi pada tahun 2020 merupakan contoh situasi yang tidak terduga dan dapat berdampak negatif pada bisnis. Dalam menghadapi krisis, penting untuk memiliki rencana kontinuitas bisnis yang matang. Rencana tersebut harus mencakup langkah-langkah untuk mempertahankan kelangsungan operasional bisnis, memastikan tersedianya sumber daya yang diperlukan, dan memulihkan bisnis setelah krisis.
Dalam komunikasi humas selama krisis, penting untuk memiliki juru bicara yang terlatih dan berpengalaman dalam menangani situasi darurat. Juru bicara ini harus mampu menyampaikan informasi dengan jelas dan transparan kepada media dan stakeholder lainnya. Selain itu, penting juga untuk memiliki pusat komando atau pusat informasi yang dapat digunakan untuk memberikan informasi yang akurat dan terkini kepada media.
Dalam menangani krisis, praktisi humas harus berkomunikasi dengan jujur, terbuka, dan tidak berspekulasi. Hindari menjawab pertanyaan dengan “no comment” atau mengungkapkan informasi yang tidak terverifikasi. Praktisi humas juga harus memperlakukan semua media dengan sama, tidak memilih-milih atau menghindari media tertentu.
Dalam menghadapi krisis, praktisi humas harus menghindari sikap ragu-ragu, menghindari pertanyaan, sikap konfrontasi, menyerang balik, dan menyombongkan diri. Penting untuk tetap tenang, mengambil langkah-langkah yang terukur, dan fokus pada pemulihan dan kelangsungan bisnis.
Dengan menerapkan manajemen kontinuitas bisnis dan memiliki strategi komunikasi yang efektif selama krisis, perusahaan dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dan membangun kepercayaan serta reputasi yang baik di mata publik. Kesigapan dan responsibilitas dalam menghadapi krisis adalah kunci untuk menjaga kelangsungan dan keberhasilan bisnis.
Penjelasan di atas merupakan perwakilan saja tentang bagaimana perusahaan menanggulangi krisis yang terjadi. Terlebih di masa pandemi seperti ini, kita bisa melihat sendiri berbagai upaya yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengatasi krisis.
Baca juga: Yuk Mengenal Analisis Konsumen
Semoga artikel ini membantu kamu memahami manajemen kontinuitas bisnis dan krisis. Semangat belajar.
Referensi:
Bajgoric, N. (2014). Business Continuity Management : A Systemic Framework for Implementation. Kybernetes, 43. 156-177.
Blyth, M. (2009). Business Continuity Management : Building an Effective Incident Management Plan. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.
Morissan, M. (2008). Manajemen Public Relations : Strategi Menjadi Humas Profesional. Jakarta : Kencana Prenamedia Group.
Tammineedi, R. (2010). Business Continuity Management : A Standards-Based Approach. Information Securuty Journal : A Global Perspective, 19. 36-50.