Daftar Isi
Pada tanggal 28 Oktober 1928, tepat setahun setelah berdirinya organisasi pemuda Boedi Oetomo, para pemuda Indonesia berkumpul di Indonesia Raya Theatre, Jakarta. Mereka berkumpul dengan semangat yang membara untuk menyuarakan tekad mereka dalam menyatukan berbagai suku bangsa dan bahasa di tanah air ini. Inilah momen bersejarah yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.
Namun, saat kita membaca kembali bacaan peristiwa Sumpah Pemuda tersebut, beberapa orang mungkin akan terheran-heran dengan sejumlah kosakata yang tidak lazim atau tidak baku yang digunakan. Beberapa kata mungkin terdengar asing bagi telinga masa kini, tetapi hal tersebut menambah daya tarik terhadap kekayaan bahasa yang dimiliki oleh bangsa kita.
Salah satu contoh kosakata tidak baku yang terdapat dalam bacaan peristiwa Sumpah Pemuda adalah kata “mengetoeri.” Kata ini mungkin tidak sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Arti dari kata tersebut sebenarnya adalah “mengorbankan.” Dalam konteks peristiwa Sumpah Pemuda, kata “mengetoeri” digunakan untuk menyampaikan tekad dan semangat para pemuda Indonesia untuk mengorbankan segalanya demi keutuhan bangsa.
Selain itu, terdapat juga kata “berbangsa” yang digunakan dalam bacaan peristiwa Sumpah Pemuda. Kata ini bukanlah kata yang tidak lazim, tetapi memiliki penggunaan yang jarang dalam bahasa sehari-hari. “Berbangsa” dalam konteks bacaan tersebut bermakna “menyatukan” atau “berpersatuan.” Ketika para pemuda Indonesia menggunakan kata “berbangsa,” mereka menggambarkan keinginan kuat untuk menyatukan berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia.
Bukan hanya itu, terdapat pula kata “bahasa persatuan” yang kian memperkaya kosa kata tidak baku dalam bacaan peristiwa Sumpah Pemuda. Dalam konteks yang diberikan, arti dari kata tersebut adalah “bahasa Indonesia.” Pemilihan kata “bahasa persatuan” semakin memperkuat semangat dan tekad para pemuda pada saat itu untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang mempersatukan seluruh suku bangsa di Indonesia.
Melalui kosakata tidak baku yang digunakan dalam bacaan peristiwa Sumpah Pemuda 1928, para pemuda Indonesia tidak hanya memperjuangkan persatuan dan kesatuan, tetapi juga mewariskan kekayaan bahasa kepada generasi selanjutnya. Bahasa adalah cermin dari identitas dan kekayaan suatu bangsa. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tetap mempelajari dan menghargai penggunaan kata-kata tidak baku yang terdapat dalam dokumen sejarah.
Dalam perjalanan kita memahami lebih dalam tentang Sumpah Pemuda 1928, kosakata tidak baku tersebut menjadi secercah cahaya yang mencerahkan perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan dan membangun kesatuan. Jadi, mari kita lestarikan dan manfaatkan dengan baik kosa kata tidak baku ini untuk meningkatkan pemahaman, menghormati sejarah, dan mempererat kebersamaan dalam bumi pertiwi kita yang tercinta.
Peristiwa Sumpah Pemuda 1928: Memperingati Semangat Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Pada tanggal 28 Oktober 1928, sekelompok pemuda Indonesia yang tergabung dalam organisasi Jong Java, Jong Sumatra, dan Jong Batak berkumpul di Taman Gondokusuman, Yogyakarta. Mereka telah merencanakan sebuah peristiwa yang akan menjadi tonggak sejarah bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa itu adalah Sumpah Pemuda 1928.
Jawaban Kosakata Tidak Baku:
Pada era itu, terdapat beberapa kosakata yang digunakan dalam pidato-pidato peringatan Sumpah Pemuda 1928 yang tidak umum digunakan pada zaman sekarang. Beberapa di antaranya adalah:
- Sorak sorai: Sorakan meriah untuk mengekspresikan kegembiraan dan semangat juang.
- Adjeng: Gelar yang digunakan untuk menyapa atau menyebut seorang putri atau perempuan bangsawan.
- Oemoem: Bahasa Indonesia masa lalu yang berarti “dalam”, sering digunakan dalam konteks pemikiran dan pandangan.
- Bengkak bahu: Ungkapan yang menunjukkan keangkuhan atau kesombongan.
Pada saat itu, kosakata tersebut dianggap normal dan tidak mengandung makna negatif. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan bahasa dan norma sosial, kosakata-kosakata tersebut tidak biasa lagi digunakan dalam bahasa sehari-hari.
FAQ 1: Apa yang menjadi latar belakang diadakannya Sumpah Pemuda 1928?
Sumpah Pemuda 1928 diadakan sebagai respon terhadap semakin kuatnya semangat nasionalisme di tengah-tengah pemuda Indonesia pada waktu itu. Rasa persatuan dan kesatuan bangsa semakin tumbuh dan butuh wadah untuk diekspresikan. Oleh karena itu, pemuda-pemuda dari berbagai daerah dan etnis bersatu dalam peristiwa Sumpah Pemuda untuk menyatakan tekad mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
FAQ 2: Apa yang menjadi hasil utama dari Sumpah Pemuda 1928?
Hasil utama dari Sumpah Pemuda 1928 adalah penyatuan tekad dari berbagai organisasi pemuda di Indonesia. Dalam peristiwa ini, mereka dengan tegas menyatakan bahwa mereka adalah satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, dan mereka bersatu dalam perjuangan mencapai kemerdekaan. Hasil ini sangat penting karena menjadi tonggak sejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, menginspirasi generasi-generasi berikutnya untuk terus memperjuangkan cita-cita tersebut.
Kesimpulan
Sumpah Pemuda 1928 merupakan momentum bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Pada peristiwa ini, pemuda-pemuda Indonesia dari berbagai daerah dan suku bersatu dan menyatakan tekad untuk memperjuangkan kemerdekaan. Kosakata yang digunakan pada saat itu, meskipun tidak lagi umum digunakan pada zaman sekarang, mencerminkan semangat juang dan kebanggaan mereka sebagai bangsa.
Sepanjang perjalanan sejarah bangsa ini, semangat persatuan dan kesatuan yang ditunjukkan oleh para pemuda pada Sumpah Pemuda 1928 tetap relevan. Tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini pun mengharuskan kita untuk terus berjuang bersama, menyatukan perbedaan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan.
Jadi, mari kita semua mengenang peristiwa Sumpah Pemuda 1928 dan terus menerus menghidupkan semangatnya dalam kehidupan sehari-hari. Bersatu kita kuat, dan dengan semangat yang sama, mari kita terus berkontribusi untuk memajukan bangsa dan mencapai cita-cita kemerdekaan yang diidamkan para pahlawan kita. Jadikan Sumpah Pemuda 1928 sebagai inspirasi untuk melakukan aksi nyata dan membawa perubahan positif dalam masyarakat kita.