Daftar Isi
Ketika kita membuka kitab suci dan menemukan sebuah khotbah, kita mungkin merasa skeptis. Apakah pesan kuno ini masih relevan di dunia yang semakin maju dan berubah dengan cepat? Tapi jangan salah, khotbah Lukas 18:9-14 tetap memiliki pesan yang kuat untuk zaman kita.
Dalam perumpamaan ini, Yesus menceritakan kisah dua orang yang berdoa di Bait Allah. Di satu sisi, ada seorang Farisi yang terpelajar dan taat. Di sisi lain, ada seorang pemungut cukai yang dianggap maling oleh masyarakat. Namun, yang mengejutkan adalah bagaimana Allah memandang kedua pria ini.
Kita hidup di era di mana orang sering kali mempertontonkan kebaikan mereka di media sosial dan mencari pengakuan dari dunia. Tapi khotbah Lukas ini mengingatkan kita untuk kembali ke akar iman – bahwa kesombongan dan penilaian yang kita berikan kepada orang lain tidak selalu mencerminkan apa yang dipandang oleh Allah.
Dalam khotbah ini, Farisi membanggakan kehidupan religiusnya dan menganggap dirinya lebih baik daripada si pemungut cukai. Namun, si pemungut cukai sadar bahwa ia tidak layak di hadapan Allah dan hanya memohon belas kasihan-Nya.
Ini adalah pesan yang relevan bagi kita di zaman modern ini. Terlalu sering kita terjebak dalam kemarahan, kebencian, dan merasa lebih unggul daripada orang lain hanya karena perbedaan pendapat atau keadaan hidup. Kita bisa belajar dari khotbah ini untuk menjaga hati kita tetap rendah dan terbuka terhadap kebenaran.
Kita juga hidup di saat di mana penampilan dan pencapaian sering kali dianggap lebih penting daripada hati yang tulus. Khotbah ini mengingatkan kita bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini yang dapat menyelamatkan kita kecuali belas kasihan Allah. Tidak peduli seberapa hebatnya kita di depan mata manusia, di akhir hidup kita hanya bisa berharap akan belas kasih-Nya.
Jadi, biarlah khotbah Lukas 18:9-14 ini menjadi peringatan bagi kita untuk selalu rendah hati, menghindari penilaian yang tak adil, dan menjaga hati tulus dalam melayani Allah. Di tengah semua tekanan dan kesibukan dunia modern, pesan ini tetap berharga dan relevan. Teruslah mencari makna dan kebaikan sejati dalam hidup, seperti yang didorongkan oleh khotbah ini.
Ketika kita memahami betapa pentingnya hati yang tulus dan rendah hati, kita mampu mendapatkan kekuatan dan kedamaian yang sebenarnya dalam hidup kita. Jadi, jangan ragu untuk merenungkan kembali khotbah Lukas 18:9-14 ini dan mengambil pelajaran penting yang bisa membawa perubahan positif dalam hidup kita.
Mari kita hidup dalam kesadaran akan pencipta kita dan menolak sikap sombong serta pembenaran diri yang tak terpercaya. Dengan merendahkan hati dan mencari belas kasihan Tuhan, kita mampu hidup dengan lebih bermartabat dan lebih dekat dengan Sang Pencipta yang penuh cinta dan pengampunan.
Jawaban Khotbah Lukas 18:9-14
Pada ayat ini, Yesus memberikan jawaban yang lengkap atas khotbah-Nya dengan mengumpulkan orang-orang yang merasa benar di hadapan-Nya. Yesus ingin menyampaikan pesan penting mengenai kesombongan dan kerendahan hati dalam hubungan manusia dengan Allah. Dalam jawaban-Nya, Yesus menyuarakan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya merendahkan diri dan tanpa kesombongan mencari keselamatan.
Mendefinisikan kesombongan dan kerendahan hati
Sebelum menjelaskan jawaban khotbah Lukas 18:9-14 secara rinci, perlu dipahami pengertian dari kedua konsep ini. Kesombongan adalah sikap merasa lebih baik atau lebih unggul daripada orang lain. Orang yang sombong cenderung menganggap dirinya benar dan orang lain salah. Sementara itu, kerendahan hati adalah kebalikan dari kesombongan, yaitu sikap rendah hati, mengakui keterbatasan diri, dan tidak menganggap diri lebih baik dari orang lain.
Penjelasan khotbah Lukas 18:9-14
Sebuah kisah perumpamaan disampaikan oleh Yesus dalam jawaban-Nya untuk menggambarkan perbandingan antara dua orang, yaitu seorang Farisi dan seorang pemungut cukai. Farisi adalah orang yang dianggap religius dan saleh, sedangkan pemungut cukai dianggap masyarakat sebagai orang berdosa dan penuh kekurangan.
Farisi ini datang ke Bait Allah dan berdoa dalam hatinya “Ya Allah, aku bersyukur karena aku bukanlah seperti orang lain, penipu, orang yang tidak adil, atau bahkan seperti pemungut cukai ini. Aku berpuasa dua kali seminggu dan memberikan sepersepuluh dari segala pendapatan yang kumiliki.” Sikap yang ditunjukkan oleh Farisi ini jelas menunjukkan kesombongan dan penghakiman terhadap orang lain.
Sementara itu, seorang pemungut cukai berdiri jauh dari orang lain. Ia tidak berani menoleh ke langit, dan ia memukul dadanya sambil mengatakan “Ya Allah, kasihanilah aku, seorang berdosa.” Sikap yang ditunjukkan oleh pemungut cukai ini adalah kerendahan hati yang sejati dan pengakuan akan dosa-dosanya.
Yesus menjelaskan bahwa di antara kedua orang ini, pemungut cukai-lah yang menerima pengampunan dosa. Ia tidak sombong, melainkan merendahkan diri dan secara jujur mengakui dosa-dosanya kepada Allah. “Orang yang meninggikan diri akan direndahkan, tetapi orang yang merendahkan diri akan ditinggikan” (Lukas 18:14).
Pengajaran dari jawaban-Nya
Jawaban khotbah Lukas 18:9-14 ini memiliki beberapa pengajaran penting yang harus diambil. Pertama, kesombongan tidak sesuai dengan ajaran Allah. Merasa lebih baik daripada orang lain hanya akan menyebabkan ketidakadilan dan membangun tembok pemisah.
Kedua, Kerendahan hati adalah sikap yang diinginkan oleh Allah. Hanya dengan kerendahan hati seseorang dapat mengakui dosa-dosanya dan memohon kepada Allah untuk pengampunan.
Ketiga, keselamatan datang hanya melalui anugerah Allah. Tidak ada yang dapat dilakukan untuk menggapai keselamatan melalui pencapaian pribadi atau merasa lebih baik daripada orang lain.
FAQ 1: Apa yang dapat kita pelajari dari jawaban khotbah Lukas 18:9-14 ini?
Dari jawaban khotbah tersebut, kita dapat belajar tentang pentingnya merendahkan diri dan mengakui keterbatasan kita sebagai manusia. Kesombongan hanya akan membawa kita jauh dari Allah. Kerendahan hati adalah kunci untuk mendapatkan pengampunan dan kasih karunia-Nya.
FAQ 2: Mengapa pemungut cukai diberi pengampunan dosa?
Pemungut cukai diberi pengampunan dosa karena ia mempunyai sikap kerendahan hati yang sejati. Ia tidak sombong, tetapi mengakui kesalahannya di hadapan Allah. Allah memberikan pengampunan dan kasih karunia kepada orang-orang yang dengan jujur mengakui dosa-dosanya dan berbalik kepada-Nya.
Kesimpulan
Jawaban khotbah Lukas 18:9-14 ini memberikan pengajaran yang mendalam tentang pentingnya kerendahan hati dalam hubungan dengan Allah. Kesombongan tidak diterima di hadapan-Nya. Allah menghargai sikap rendah hati yang jujur mengakui dosa dan memohon pengampunan. Oleh karena itu, marilah kita belajar untuk merendahkan diri, mengakui keterbatasan kita, dan memohon kasih karunia Allah. Dengan melakukan itu, kita dapat hidup dalam kerendahan hati dan kasih yang Allah inginkan dari kita.