Daftar Isi
Dalam sudut pandang sosiologi, identitas adalah sesuatu yang dikonstruksikan secara sosial. Bagaimana tiap individu memaknai identitas dirinya dan orang lain dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti lingkungan tempat tinggal, kerja, sekolah, hingga media massa. Untuk dapat memahami tentang konsep identitas secara menyeluruh dalam ilmu sosiologi, kamu bisa simak penjelasannya berikut.
Definisi Identitas
Richard D. Ashmore mengartikan identitas sebagai kemampuan manusia untuk menjawab pertanyaan “siapa itu siapa?” Ini mencakup pemahaman seseorang tentang diri sendiri, orang lain, cara pandang terhadap orang lain, dan hal serupa.
Ashmore lebih lanjut menggambarkan identitas sebagai sistem pemetaan yang rumit. Dalam sistem pemetaan ini, seseorang dapat menentukan posisinya di antara individu-individu lainnya. Definisi Ashmore ini menjadi dasar bagi Richard Jenkins, seorang sosiolog, dalam mengembangkan konsep identitas.
Menurut Jenkins, identitas mengacu pada cara individu dan kelompok dibedakan dalam kaitannya dengan individu dan kelompok lain. Jenkins menekankan bahwa identitas memiliki dua elemen utama, yaitu kesamaan dan perbedaan. Seorang individu mungkin menganggap dirinya unik dan berbeda dari orang lain, tetapi di sisi lain, ia juga memiliki kesamaan dengan orang lain.
Lebih lanjut, Jenkins menjelaskan bahwa identitas harus dilihat sebagai suatu proses yang terus berlangsung. Identitas, baik individu maupun kelompok, bukanlah sesuatu yang tetap, tetapi akan terus berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu.
Identifikasi
Secara singkat, Jenkins mengatakan bahwa mengidentifikasi orang atau kelompok lain berarti “menandai” orang, atau kelompok tersebut berdasarkan kesamaan dan perbedaan yang mereka miliki. Sebagai contoh, ketika berkenalan dengan orang baru, seorang individu akan mengamati ciri-ciri fisik dari orang tersebut, mulai dari warna kulit, warna rambut, bentuk wajah, gaya berpakaian, dan seterusnya.
Selanjutnya, individu akan menyortir ciri-ciri tersebut ke dalam dua kategori: persamaan dan perbedaan. Selain dari ciri-ciri fisik, seorang individu juga dapat menemukan kesamaan dan perbedaan dari sikap, serta cara berpikir orang baru tersebut. Interaksi sosial antara individu dengan orang yang baru dikenalnya akan memberi informasi-informasi baru, yang kemudian akan disortir kembali oleh sang individu.
Individu yang pada awalnya merasa “berbeda” dengan orang yang dikenalnya berdasarkan ciri-ciri fisik semata misalnya, mungkin akan merasa “sama” setelah berinteraksi dengan orang tersebut. Hal inilah yang dimaksud Jenkins dengan memaknai identitas sebagai sebuah proses, alih-alih sesuatu yang bersifat final.
Lebih lanjut, Jenkins menjelaskan bahwa proses identifikasi ini terjadi di dalam tiga tatanan yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pandangan Jenkins yang menyatakan bahwa dunia manusia disusun dari tiga order, atau tatanan yang berbeda yaitu tatanan individual, tatanan interaksi, dan tatanan institusional (individual order, interaction order, institutional order).
Tatanan individual mengacu pada dunia manusia yang dibentuk di dalam kepala seorang individu, tatanan interaksi mengacu pada dunia manusia yang dibentuk dari proses interaksi antar individu setiap harinya, sedangkan tatanan institusional mengacu pada dunia manusia yang dibentuk berdasarkan pola hubungan antar organisasi.
Identifikasi dalam Tatanan Individual
Proses identifikasi dalam tatanan individual mengacu pada bagaimana seorang individu mengidentifikasi dirinya sendiri. Jenkins menyatakan bahwa identitias individu merupakan hasil perpaduan antara definisi diri yang diciptakan oleh individu tersebut (definisi internal) dan definisi diri yang diciptakan oleh orang lain dalam memandang individu tersebut (definisi eksternal).
Sebagai contoh, seorang laki-laki yang mendefinisikan dirinya sebagai “laki-laki maskulin” pasti mempelajari makna, serta indikator-indikator maskulinitas dari lingkungan keluarga, atau teman bermainnya. Penjelasan Jenkins tentang proses identifikasi dalam tatanan individual ini ditulis berdasarkan pemikiran George Herbert Mead tentang kepribadian individu.
Menurut Mead, identitas individu, yang dimanifestasikan melalui kepribadian individu tersebut, dibentuk melalui sebuah proses panjang bernama sosialisasi. Sosialisasi sendiri merupakan proses yang melibatkan interaksi antara seorang individu, dan lingkungan sosial di sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa identitas individu yang terkesan sangat pribadi juga turut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.
Identifikasi dalam Tatanan Interaksi
Proses identifikasi dalam tatanan interaksi mengacu pada bagaimana seorang individu mengidentifikasi, dan diidentifikasi oleh orang lain. Menurut Jenkins, bagaimana orang lain melihat diri seorang individu tidak kalah pentingnya dari bagaimana seorang individu melihat dirinya sendiri.
Seorang individu bisa saja mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelas sosial atau etnis tertentu, namun, identitas diri individu tersebut pastinya harus divalidasi, atau disahkan oleh orang lain yang berinteraksi dengan dirinya.
Penjelasan Jenkins tentang proses identifikasi dalam tatanan interaksi ini ditulis berdasarkan pemikiran Erving Goffman. Menurut Goffman, ketika berinteraksi, seorang individu akan berusaha memberi kesan tertentu terhadap orang yang berinteraksi dengan dirinya.
Kesan-kesan yang ditunjukkan melalui sikap-sikap (manner) dan tampilan fisik sang aktor (appearance) ini bertujuan agar sang individu diidentifikasi sesuai dengan identitas diri yang diadopsinya. Sebagai contoh, individu yang ingin diidentifikasi sebagai bagian dari kelas sosial atas akan menggunakan barang-barang bermerek, serta menggunakan gaya bicara yang dianggap gaul atau elegan.
Identifikasi dalam Tatanan Institusional
Proses identifikasi dalam tatanan institusional mengacu pada bagaimana seorang invidu diidentifikasi secara kolektif, oleh institusi atau organisasi tertentu seperti sekolah dan negara. Proses identifikasi dalam tatanan institusional melibatkan sebuah proses bernama klasifikasi, atau pendistribusian individu ke dalam kategori-kategori yang telah dibuat sebelumnya.
Contoh dari identifikasi dalam tatanan institusional adalah pengklasifikasian warga miskin dan non miskin, siswa berprestasi dan siswa yang tidak berprestasi, karyawan departemen A dan departemen B, dan sebagainya. Lagi-lagi, contoh di atas menegaskan bahwa identitas bukan merupakan perkara pribadi, dan turut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.
Kesimpulan
Identitas merupakan kapasitas seorang individu untuk mengetahui siapa dirinya, dan siapa orang lain selain dirinya. Untuk mengetahui hal tersebut, seorang individu harus mampu mengidentifikasi orang lain melalui dua elemen utama yaitu kesamaan, dan perbedaan. Proses identifikasi ini terjadi di dalam tiga tatanan yang berbeda.
Dalam tatanan individual, seorang individu menggunakan kesamaan dan perbedaan sebagai basis pembentukan identitas diri. Dalam tatanan interaksi, seorang individu menggunakan kesamaan dan perbedaan untuk menunjukkan siapa dirinya.
Sedangkan, dalam tatanan institusional, kesamaan dan perbedaan digunakan oleh keberadaan yang lebih besar, seperti institusi atau organisasi tertentu untuk mengklasifikasikan individu ke dalam kategori tertentu.
Itulah penjelasan tentang identitas dalam ilmu sosiologi. Identitas ini menjadi kajian mendasar dalam ilmu sosiologi, mengingat hal ini berkaitan dengan bagaimana seorang mengenal dirinya dan diri orang lain di lingkungan sekitarnya.
Sumber:
Jenkins, R. (2008). Social Identity. Routledge: London.
Macionis, J. (2012). Sociology (14th ed.). New York: Pearson.
Ritzer, G. (2010). Sociological Theory. New York: McGraw-Hill.