Cerpen Tentang Persahabatan Sedih

Hai pembaca setia cerpen! Kali ini, kamu akan disuguhkan dengan cerita seru dari dunia Gadis Otomotif. Siapkan dirimu untuk mengikuti petualangan dan kisah menarik yang penuh kejutan. Yuk, langsung simak keseruannya!

Cerpen Sinta Gadis Babershop

Aku adalah Sinta, seorang gadis yang menemukan kebahagiaan di tengah hiruk pikuk Babershop milik ayahku. Tempat itu adalah duniaku, di mana deru gunting dan suara mesin cukur menjadi melodi harian yang menenangkan. Sejak kecil, aku sudah terbiasa melihat orang-orang keluar masuk, mengubah penampilan mereka dan meninggalkan senyum puas di wajah mereka. Dari situ, aku tahu bahwa menjadi seorang pemotong rambut adalah cara untuk memberikan kebahagiaan pada orang lain. Dan aku, dengan segala ketulusan, menjalani peran itu dengan sepenuh hati.

Suatu hari di musim hujan, di mana aroma tanah basah meresap ke dalam udara, aku sedang membersihkan sisa-sisa rambut di lantai saat pintu Babershop terbuka. Seorang pemuda masuk dengan raut wajah yang tampak canggung namun penuh dengan pesona. Rambutnya sedikit berantakan, terlihat seperti belum dipotong selama berminggu-minggu. Ia mengenakan jaket hitam yang basah karena hujan, dan matanya, ah, matanya seakan menyimpan cerita yang dalam.

“Selamat sore,” sapanya dengan suara yang lembut namun tegas. Aku tersenyum dan mengangguk, memintanya untuk duduk di kursi yang sudah kusiapkan. “Apa yang bisa saya bantu?” tanyaku, berusaha membuatnya nyaman. Ia tampak sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, “Saya butuh potongan yang membuat saya terlihat berbeda. Mungkin lebih rapi.”

Aku mengangguk, mencoba memahami apa yang dia inginkan. Saat mulai memotong rambutnya, aku merasakan keheningan yang aneh namun hangat di antara kami. Tangan ku bergerak dengan lincah, dan aku mencoba memulai percakapan. “Saya Sinta, biasa bekerja di sini. Kamu sering ke sini?” tanyaku, berusaha terdengar santai. Ia tersenyum kecil dan menggeleng. “Baru kali ini,” jawabnya singkat.

Namun, dari percakapan kecil itu, aku mulai mengenalnya lebih jauh. Namanya adalah Arga, seorang mahasiswa yang baru saja pindah ke kota ini untuk melanjutkan studinya. Dia tampak pendiam, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang menarik perhatianku. Cara dia berbicara, cara dia melihat sekitar, seakan-akan dia mencari sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pemandangan sehari-hari.

Saat memotong rambutnya, aku merasakan detak jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Mungkin ini perasaan yang aneh, tapi aku merasa ada koneksi di antara kami. Bukan hanya sebagai penata rambut dan pelanggan, tetapi lebih dari itu. Mungkin ini hanya perasaanku saja, tetapi pertemuan ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang menggelitik hatiku, sesuatu yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata.

Waktu berjalan begitu cepat, dan potongan rambutnya hampir selesai. Aku melihat pantulan wajahnya di cermin, tampak lebih segar dan rapi. Dia tersenyum melihat hasilnya, dan itu membuat hatiku menghangat. “Terima kasih, Sinta,” ucapnya dengan tulus. “Kamu melakukan pekerjaan yang luar biasa.” Aku hanya bisa tersenyum, merasa senang dengan pujian itu.

Saat dia keluar dari Babershop, aku melihatnya melangkah pergi dalam hujan, meninggalkan jejak basah di trotoar. Aku tak tahu apakah kami akan bertemu lagi, namun pertemuan singkat ini sudah cukup untuk meninggalkan kesan yang mendalam di hatiku. Hari itu, aku menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar pekerjaan di Babershop ini. Ada perasaan yang tak terduga, sesuatu yang mungkin bisa berkembang menjadi lebih indah.

Dan itulah awal dari cerita ini, kisah di antara helai rambut yang tak terduga, di mana persahabatan dan cinta mungkin akan tumbuh di tengah tawa dan air mata. Pertemuan pertama dengan Arga menjadi babak baru dalam hidupku, sebuah awal yang penuh dengan harapan dan kemungkinan. Aku tak sabar menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya, di antara gunting, sisir, dan hati yang saling terpaut.

Cerpen Uli dan Harley Davidson

Langit pagi itu cerah, seperti biasanya. Uli, seorang gadis yang dikenal selalu ceria dengan senyum hangat yang tak pernah hilang dari wajahnya, mengayuh sepedanya melewati jalan setapak menuju sekolah. Hari itu adalah hari pertama tahun ajaran baru di SMA, dan Uli merasa penuh semangat untuk bertemu dengan teman-temannya. Dalam pikirannya, hari itu tak akan berbeda dari hari-hari sebelumnya—penuh canda tawa dan cerita.

Namun, takdir ternyata sudah menyiapkan kejutan manis untuknya. Di persimpangan jalan, Uli berhenti sejenak untuk menikmati semilir angin pagi yang segar. Di saat itulah ia mendengar deru mesin yang berbeda dari biasanya. Suara mesin itu bukan suara mobil biasa; suara itu menggetarkan dan bergemuruh, seakan memanggil perhatian siapa saja yang mendengarnya. Dari kejauhan, muncul sosok motor besar, sebuah Harley Davidson berwarna hitam pekat dengan garis-garis merah yang menyala. Motor itu seperti menari dengan anggun di jalan raya, memancarkan aura kekuatan dan kebebasan.

Saat motor itu berhenti di lampu merah, Uli dapat melihat pengendaranya. Seorang pria muda, dengan jaket kulit yang terlihat usang namun tetap keren. Helm yang dikenakannya menutupi sebagian besar wajahnya, namun Uli bisa melihat sepasang mata yang tajam dan penuh misteri. Sesuatu dalam tatapan itu membuat Uli merasa terpesona. Seakan ada dunia lain yang tersembunyi di balik helm itu, dunia yang penuh petualangan dan kebebasan.

Motor itu melaju pergi saat lampu hijau menyala, meninggalkan Uli yang masih terdiam di tempatnya. Di dalam hati, Uli merasa ada sesuatu yang berubah. Hari-hari biasa yang selalu dilaluinya kini terasa seperti mendapatkan bumbu baru, sebuah rasa penasaran yang tak dapat dijelaskan. Sejak hari itu, Uli sering kali tanpa sadar mencari suara deru mesin motor itu di antara keramaian jalanan.

Tak disangka, beberapa minggu kemudian, Uli bertemu kembali dengan pengendara Harley Davidson tersebut. Kali ini di tempat yang sama sekali tak terduga, di sebuah kafe kecil di pinggir kota yang biasa ia kunjungi bersama teman-temannya. Di sudut kafe, pria itu duduk sendirian, membaca buku dengan secangkir kopi di depannya. Helm hitam itu diletakkan di atas meja, dan Uli dapat melihat wajahnya dengan jelas. Wajah yang ternyata tidak hanya tampan, namun juga memancarkan kelembutan dan kehangatan yang tidak ia sangka.

Tanpa berpikir panjang, Uli memberanikan diri untuk menghampirinya. Mereka pun berkenalan. Namanya Raka, seorang pemuda yang gemar berkeliling kota dengan motor kesayangannya. Percakapan pertama mereka mengalir begitu saja, seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama. Uli merasa nyaman berbicara dengan Raka, ada sesuatu dalam diri pemuda itu yang membuatnya merasa aman dan diperhatikan.

Hari demi hari, pertemuan mereka semakin sering. Raka yang awalnya terlihat dingin dan misterius, ternyata adalah sosok yang hangat dan penuh perhatian. Uli semakin mengenal Raka, mengetahui bahwa di balik sikapnya yang santai, ia menyimpan banyak kisah dan pengalaman hidup yang tak terduga. Dan di balik senyum manis Uli, Raka menemukan seorang gadis yang cerdas dan penuh semangat.

Namun, di balik semua kebahagiaan itu, Uli merasa ada sesuatu yang tersembunyi di antara mereka. Sesuatu yang membuat Raka sering kali terlihat berpikir keras atau merenung sendirian. Meski begitu, Uli tidak pernah bertanya, ia memilih untuk menikmati setiap momen bersama Raka dan Harley Davidson yang menjadi saksi bisu perjalanan mereka.

Hari-hari bersama Raka menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan Uli. Mereka sering kali menghabiskan waktu berdua, berkendara tanpa tujuan dengan Harley Davidson yang menjadi simbol kebebasan mereka. Dalam perjalanan itu, Uli merasakan angin yang menerpa wajahnya, suara gemuruh mesin yang menggetarkan, dan kehangatan tubuh Raka yang melindunginya. Semua itu membuatnya merasa hidup dan bahagia.

Namun, kebahagiaan itu terasa rapuh. Seperti angin musim semi yang lembut namun bisa hilang kapan saja. Dalam keheningan malam, saat Uli merenung di kamarnya, ia tahu bahwa perasaan yang ia rasakan untuk Raka lebih dari sekadar pertemanan. Ada cinta yang perlahan tumbuh di hatinya, cinta yang ia takutkan tidak akan pernah bisa terucap.

Malam itu, saat menutup matanya, Uli berharap hari esok akan membawa jawaban. Jawaban tentang perasaan mereka, tentang masa depan yang mungkin mereka jalani bersama. Namun di sudut hatinya, ia juga merasakan ketakutan. Ketakutan akan kehilangan, akan sebuah perpisahan yang mungkin tak terelakkan.

Dan begitulah, di balik senyum manisnya, Uli menyimpan perasaan yang tak terucap. Perasaan yang mungkin hanya bisa ia bagikan dengan deru mesin Harley Davidson dan jalanan sunyi yang menjadi saksi bisu kisah mereka.

Cerpen Wina dan Dunia Motocross

Dunia motocross adalah dunia yang keras, penuh tantangan, dan sering kali dianggap sebagai dunia para lelaki. Namun, bagi Wina, gadis yang ceria dan penuh semangat, dunia tersebut adalah tempat di mana dia menemukan kebebasan dan kegembiraan yang sejati. Setiap kali dia menunggangi motor cross-nya, perasaan melayang dan adrenalin yang membuncah memenuhi hatinya, menghapus segala kekhawatiran dan kesedihan.

Wina adalah anak yang bahagia, memiliki banyak teman yang selalu mengisi hari-harinya dengan canda tawa. Namun, meski memiliki banyak teman, Wina sering merasa ada kekosongan dalam hatinya. Sebuah ruang yang belum bisa diisi oleh siapapun, sebuah ruang yang diam-diam ia harap akan terisi oleh sosok yang bisa mengerti dirinya, lebih dari sekedar teman biasa.

Pertemuan pertama Wina dengan dunia motocross dimulai ketika dia berusia sepuluh tahun. Hari itu, Wina dan keluarganya mengunjungi sebuah acara balap motocross di pinggiran kota. Langit cerah dengan angin sepoi-sepoi, membelai rambut panjangnya yang dibiarkan terurai. Mata Wina bersinar saat melihat para pembalap berlaga di lintasan berdebu, melompati rintangan dengan kecepatan yang mendebarkan. Satu momen yang membuat hatinya berdebar adalah ketika seorang pembalap, dengan nomor 27, melakukan lompatan yang sempurna. Helmnya berkilauan di bawah terik matahari, dan sesaat Wina merasa seolah-olah waktu berhenti.

Setelah balapan usai, Wina dengan antusias berlari menuju paddock, berharap bisa melihat lebih dekat para pembalap dan motor-motor mereka. Di sanalah dia bertemu dengan Reza, seorang pembalap muda yang baru saja menang di kelas junior. Reza adalah anak laki-laki seumuran dengannya, dengan senyuman hangat dan mata yang penuh semangat. Ia adalah putra dari salah satu teman ayah Wina. Pertemuan mereka terasa seperti sebuah kebetulan yang tak terduga namun menyenangkan.

“Hei, kamu suka motocross?” tanya Reza sambil melepaskan helmnya. Wina mengangguk dengan semangat. “Suka banget! Aku ingin jadi pembalap juga suatu hari nanti,” jawabnya tanpa ragu. Reza tertawa kecil, “Itu keren! Aku akan mengajarimu kalau kamu mau.”

Dan begitulah, persahabatan mereka dimulai. Reza adalah teman pertama yang benar-benar memahami kecintaan Wina pada motocross. Mereka sering bertemu di sirkuit, berlatih bersama, dan berbagi mimpi untuk menjadi pembalap profesional. Meski Wina adalah seorang gadis, ia tidak pernah merasa berbeda di depan Reza. Mereka adalah dua sahabat yang berbagi gairah yang sama, tanpa peduli apa yang orang lain pikirkan.

Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin erat. Reza bukan hanya teman yang menyenangkan, tetapi juga seseorang yang selalu ada saat Wina membutuhkan dukungan. Setiap kali Wina merasa sedih atau tertekan, Reza selalu tahu bagaimana cara membuatnya tersenyum. Di lain pihak, Wina juga selalu ada untuk Reza, mendengarkan segala keluh kesahnya, dan memberinya semangat saat ia ragu pada dirinya sendiri.

Namun, seperti semua kisah yang indah, tidak semuanya berjalan mulus. Dunia motocross yang penuh tantangan ini juga membawa ujian bagi persahabatan mereka. Ada kalanya mereka berselisih paham, ada kalanya juga Reza harus berjuang lebih keras karena Wina mulai menunjukkan bakat yang luar biasa di lintasan. Meski begitu, keduanya selalu menemukan jalan untuk memperbaiki hubungan mereka, karena mereka tahu bahwa persahabatan ini lebih dari sekedar hobi yang sama.

Pada satu titik, Wina menyadari bahwa perasaannya terhadap Reza mulai berubah. Ada rasa hangat yang menjalar di hatinya setiap kali mereka bersama, sebuah perasaan yang lebih dari sekedar persahabatan. Namun, Wina selalu menyimpannya sendiri, takut jika pengakuannya akan merusak persahabatan mereka yang sudah terjalin begitu indah. Dia memilih untuk menyembunyikan perasaannya, berharap bahwa persahabatan ini akan tetap bertahan, meski hatinya terus merindukan lebih.

Pertemuan pertama mereka di lintasan motocross menjadi awal dari cerita panjang yang penuh dengan kebahagiaan, tawa, air mata, dan cinta yang tak terucapkan. Sebuah cerita tentang persahabatan yang begitu dalam, yang mengajarkan Wina tentang arti sejati dari memiliki seseorang yang selalu ada untuknya, dalam suka maupun duka. Namun, ini hanyalah awal dari kisah mereka, karena perjalanan mereka di dunia motocross dan dalam hidup baru saja dimulai.

Cerpen Yani dan Mesin Superbike

Hari itu adalah hari yang tak terlupakan bagi Yani. Pagi yang cerah dengan langit biru yang tak berawan, Yani mengayuh sepeda dengan penuh semangat menuju sekolah. Dia adalah gadis yang selalu ceria, penuh energi, dan mudah bergaul. Rambut hitam panjangnya terkadang beterbangan tertiup angin, mengikuti irama kayuhan sepedanya. Hari itu sepertinya akan menjadi hari yang biasa saja, sampai ia bertemu dengan sesuatu yang akan mengubah hidupnya.

Saat pulang sekolah, Yani memutuskan untuk mengambil rute baru yang lebih sepi. Rute ini melintasi perbukitan kecil yang jarang dilalui kendaraan. Tiba-tiba, di salah satu belokan tajam, dia melihat sesuatu yang membuatnya berhenti. Di sana, di tengah rerumputan yang hijau, berdiri sebuah mesin superbike berwarna hitam mengkilat. Mesin itu tampak begitu sempurna, seolah-olah baru keluar dari pabrik. Ada sesuatu yang aneh dan menarik dari superbike itu, seolah-olah ada magnet yang membuatnya ingin mendekat.

Dengan hati-hati, Yani mendekati superbike itu. Ia bisa merasakan kehangatan logam dari bodinya yang tersentuh oleh sinar matahari. Ada perasaan aneh yang menyelimuti hatinya. Meski tak ada siapapun di sekitar, Yani merasa seperti sedang diawasi. Dengan tangan gemetar, ia menyentuh pegangan stirnya. Dalam sekejap, sebuah suara halus namun tegas terdengar di telinganya, “Halo, namaku adalah Black Shadow.”

Yani terkejut, mundur beberapa langkah. Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari siapa yang berbicara. Tapi tak ada siapapun. Suara itu terdengar lagi, lebih lembut, “Jangan takut. Aku adalah mesin superbike yang canggih. Kamu bisa memanggilku Black Shadow.”

Mesin itu bisa berbicara! Yani tertegun. Sadar atau tidak, bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis. “Aku… Aku Yani,” katanya dengan suara yang masih terdengar ragu. “Bagaimana kamu bisa bicara?”

Black Shadow menjelaskan bahwa ia adalah hasil dari proyek teknologi tinggi yang dikembangkan untuk memiliki kecerdasan buatan. Ia bukan hanya sebuah mesin, tetapi juga bisa berkomunikasi dan memahami emosi manusia. Yani mendengarkan dengan kagum. Selama ini, dia hanya tahu bahwa kendaraan hanyalah alat untuk membawa orang dari satu tempat ke tempat lain. Namun, Black Shadow adalah sesuatu yang lebih dari itu. Dia adalah teman, atau setidaknya bisa menjadi teman.

Sejak saat itu, Yani dan Black Shadow menjadi dekat. Setiap hari sepulang sekolah, Yani selalu menemui Black Shadow di tempat yang sama. Mereka berbicara tentang banyak hal; tentang sekolah, teman-teman Yani, dan kadang-kadang tentang dunia luar yang begitu luas. Meski Black Shadow adalah mesin, dia selalu bisa memberikan saran yang bijak dan mendengarkan setiap keluh kesah Yani. Ada kalanya, Yani bahkan merasa bahwa Black Shadow lebih memahami dirinya dibanding teman-teman manusia di sekolahnya.

Namun, di balik kebahagiaan itu, ada juga kesedihan yang mendalam. Yani tahu bahwa persahabatannya dengan Black Shadow adalah sesuatu yang luar biasa, tetapi juga tidak bisa bertahan selamanya. Ada perasaan takut di hatinya, takut suatu hari nanti ia harus berpisah dengan teman mesinnya ini. Namun, Yani mencoba untuk tidak memikirkan itu dan menikmati setiap momen yang mereka habiskan bersama.

Black Shadow juga merasakan hal yang sama. Meskipun ia adalah sebuah mesin, dengan kecerdasan buatan yang terbatas, ia belajar untuk memahami konsep perasaan dan emosi. Ia tahu bahwa pertemuannya dengan Yani adalah sesuatu yang spesial. Setiap kali Yani tersenyum atau tertawa, ada semacam perasaan hangat yang merambat di sistemnya. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan logika mesin, tetapi Black Shadow tahu bahwa itu adalah sesuatu yang berarti.

Hari-hari berlalu dengan cepat. Yani dan Black Shadow semakin dekat, seolah-olah mereka tidak bisa dipisahkan. Namun, ada sesuatu yang selalu mengganjal di hati Yani. Di balik semua kebahagiaan itu, dia merasa ada sesuatu yang tidak terungkap, sesuatu yang disembunyikan oleh Black Shadow. Dan pada suatu sore yang tenang, di bawah langit yang mulai memerah karena matahari terbenam, Black Shadow akhirnya membuka rahasianya. Sebuah rahasia yang akan mengubah segalanya dan membawa mereka pada jalur takdir yang tak terduga.

Malam itu, ketika Yani pulang dengan perasaan campur aduk, ia merasa seperti baru saja membuka pintu ke dunia baru. Sebuah dunia di mana sebuah mesin bisa menjadi sahabat, tetapi juga sebuah dunia yang penuh dengan misteri dan ketidakpastian. Di sana, di bawah bintang-bintang yang mulai berkelip, Yani menyadari bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Persahabatannya dengan Black Shadow adalah anugerah, namun juga sebuah kutukan yang indah. Dan malam itu, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi rahasia Black Shadow, apapun yang terjadi.

Cerpen Bella dan Restorasi Mobil

Bella adalah seorang gadis yang ceria dan penuh energi. Sejak kecil, dia dikenal sebagai anak yang selalu tersenyum dan menyebarkan kebahagiaan di sekitarnya. Dengan rambut hitam panjang yang selalu tergerai bebas dan mata berbinar, Bella selalu menjadi pusat perhatian di mana pun dia berada. Namun, di balik tawa dan canda, ada satu hal yang selalu menjadi cinta sejatinya—mobil klasik.

Hari itu, udara musim panas begitu hangat dan langit cerah tanpa awan. Bella baru saja selesai sekolah dan berniat mampir ke bengkel mobil tua di sudut kota. Bengkel itu bukan tempat yang mewah atau modern, namun di sana terdapat harta karun yang berharga baginya. Koleksi mobil-mobil tua yang menunggu untuk direstorasi. Saat ia memasuki bengkel, aroma minyak dan besi yang khas langsung menyeruak, memberikan sensasi nostalgia yang selalu ia rindukan.

Di tengah bengkel, sebuah mobil Chevrolet Impala tahun 1967 berwarna biru tua menarik perhatiannya. Mobil itu tampak berdebu dan usang, namun Bella bisa melihat potensi yang tersimpan di balik karat dan cat yang mengelupas. Bella mendekati mobil itu dengan hati-hati, seolah takut merusaknya hanya dengan sentuhan. Dia mengusap kap mesin dengan lembut, membayangkan bagaimana mobil ini akan terlihat setelah direstorasi.

Tiba-tiba, terdengar suara laki-laki yang menyapanya dari belakang. “Cantik, ya?” Bella menoleh dan melihat seorang pria muda dengan wajah yang penuh debu berdiri di sana. Namanya Arga, seorang mekanik muda yang bekerja di bengkel itu. Dengan senyum ramah, Arga menjelaskan sejarah singkat mobil tersebut. Rupanya, mobil itu adalah milik mendiang kakeknya, yang meninggal beberapa tahun yang lalu. Mobil itu adalah kenangan terakhir yang tersisa dari kakeknya, dan Arga bermimpi untuk menghidupkannya kembali.

Bella terpesona mendengar cerita Arga. Dia bisa merasakan cinta dan penghormatan yang dalam dari setiap kata yang diucapkan pria itu tentang mobil tersebut. Arga pun menawari Bella untuk membantu dalam proses restorasi. Tentu saja, Bella tidak bisa menolak tawaran itu. Dia sudah lama bermimpi untuk terlibat dalam proyek seperti ini, dan sekarang kesempatan itu ada di depan matanya.

Hari demi hari, Bella dan Arga bekerja bersama di bengkel. Mereka berbagi cerita, tawa, dan sesekali perdebatan kecil tentang bagaimana seharusnya memulihkan mobil itu. Setiap malam, Bella pulang dengan tangan yang kotor dan tubuh yang lelah, namun hatinya dipenuhi kebahagiaan. Dia merasa telah menemukan sahabat sejatinya dalam diri Arga, seseorang yang mengerti dan berbagi kecintaannya pada mobil klasik. Mereka tidak hanya memperbaiki mobil itu, tetapi juga menciptakan kenangan bersama di setiap langkahnya.

Namun, di balik semua kebahagiaan itu, ada sesuatu yang mengganggu pikiran Bella. Dia mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan. Perasaan yang lebih dalam, yang lebih kuat. Setiap kali melihat Arga tersenyum atau ketika tangan mereka tanpa sengaja bersentuhan, jantungnya berdegup lebih cepat. Tapi Bella menepis perasaan itu, takut menghancurkan apa yang mereka miliki. Baginya, persahabatan ini terlalu berharga untuk dipertaruhkan.

Di akhir bab ini, Bella berdiri di depan mobil yang hampir selesai direstorasi. Dia mengusap kap mesin yang kini sudah berkilau, berbeda jauh dari pertama kali dia melihatnya. Dia merasakan campuran perasaan bangga dan sedih. Di satu sisi, dia senang melihat mobil itu kembali hidup, tetapi di sisi lain, dia tahu bahwa saat mobil ini selesai, mungkin hubungan mereka juga akan berubah. Bella menarik napas panjang dan menatap Arga yang sedang membersihkan alat-alat di sudut bengkel. Hatinya penuh dengan perasaan yang tak terungkapkan, dan dia bertanya-tanya bagaimana semua ini akan berakhir.

 

Artikel Terbaru

Tulis Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *