Daftar Isi
Halo para pecinta cerpen! Selamat datang di dunia Gadis Gigs yang penuh dengan kisah seru dan menghibur. Ayo, mari kita jelajahi petualangan serunya bersama!
Cerpen Wita Pengrajin Bulu Mata
Wita menatap lantai keramik kamar kecilnya, membiarkan riasan air mata mengaburkan pandangannya. Hari itu, hujan turun dengan gerimis lembut, menciptakan suasana yang begitu melankolis di sekelilingnya. Seakan langit sendiri turut bersimpati atas kegalauan yang membebani hatinya.
Di balik meja kecil di sudut kamar, berjejer bermacam-macam alat pengrajin bulu mata. Dia bisa menghabiskan berjam-jam di sana, menciptakan karya-karya cantik yang membuatnya merasa hidup. Namun, tak satu pun dari bulu mata palsu itu bisa menghapus rasa hampa yang menghantui.
Hari ini, cinta pertamanya meninggalkannya. Tak ada peringatan, tak ada penjelasan. Hanya kabur, seperti asap yang membubuhi udara setelah kembang api padam. Wita merasakan dada sesak, sesak oleh rasa kehilangan dan kekecewaan yang tak terungkapkan.
Dalam kegelapan yang menyelimuti hatinya, tiba-tiba terdengar ketukan pelan di pintu kamar. Wita mengusap air mata dengan punggung tangannya, berusaha menenangkan diri sebelum membuka pintu.
“Dia mungkin menghindarimu, tapi aku tak akan pernah melakukannya,” suara lembut pria itu menyelinap masuk, diikuti dengan aroma rempah-rempah yang menguar dari tubuhnya.
Wita menoleh dan menemukan sosok lelaki yang tak dikenalnya berdiri di ambang pintu, dengan senyuman yang tulus menghiasi wajahnya. Dia memperkenalkan diri sebagai Arga, tetangga baru di sebelah rumah.
“Kenapa kamu di sini?” tanya Wita, mencoba menyembunyikan getir di balik kepolosannya.
“Aku mendengar suara tangisan dari kamar ini,” jawab Arga dengan lembut. “Aku ingin memastikan semuanya baik-baik saja.”
Wita terkesiap. Meski baru pertama kali bertemu, Arga telah menunjukkan perhatian yang tulus, sesuatu yang telah lama hilang dari kehidupannya. Dia pun mengizinkan Arga masuk, mengungkapkan perasaannya yang terluka tanpa sadar.
Begitulah, di bawah gemuruh hujan yang semakin lebat, pertemuan mereka yang tak terduga itu menjadi awal dari sebuah kisah persahabatan yang tak terduga pula. Wita merasakan dirinya tenggelam dalam hangatnya kehadiran Arga, seperti pelabuhan yang aman di tengah badai emosinya yang melanda. Dan di sanalah, di antara mesin jahit dan bulu mata palsu, terjalinlah ikatan yang tak terduga, mengubah musuh menjadi sahabat dalam kegelapan yang menyelimuti.
Cerpen Desti Anak Gigs
Desti selalu dikenal sebagai sosok yang ceria, penuh semangat, dan memiliki banyak teman. Sebagai anak gigs, hidupnya selalu dipenuhi dengan musik, gelak tawa, dan petualangan. Namun, di balik senyumnya yang cerah, ada kekosongan yang tak terungkapkan.
Hari itu, Desti sedang duduk sendiri di sudut taman, memainkan lagu-lagu favoritnya dengan gitarnya. Namun, keceriaannya terasa hampa karena kehilangan salah satu sahabat karibnya yang pindah ke luar kota. Dia merasa kesepian meski dikelilingi oleh kegaduhan kota.
Tiba-tiba, sorot mata Desti tertuju pada seorang gadis yang duduk sendiri di bangku seberang. Gadis itu terlihat sendiri, melamun, dan terlihat jauh dari kegaduhan di sekitarnya. Desti merasa tertarik pada keheningan yang terpancar dari gadis itu, sesuatu yang kontras dengan kehidupannya yang penuh warna.
Tanpa ragu, Desti menghampiri gadis itu. “Hai, apa yang sedang kamu pikirkan?” tanyanya ramah sambil tersenyum.
Gadis itu terkejut oleh kehadiran Desti, tapi kemudian dia tersenyum. “Oh, tidak apa-apa. Hanya sedang merenung.”
Desti mengangguk mengerti. “Aku juga suka merenung kadang-kadang. Namaku Desti, kamu?”
“Gadis itu tersenyum lembut. “Aku Lily. Senang bertemu denganmu, Desti.”
Mereka pun mulai berbincang, tanpa mereka sadari, pertemuan itu menjadi awal dari persahabatan yang tak terduga. Meskipun dari latar belakang yang berbeda, mereka menemukan kesamaan dalam kesendirian dan keinginan untuk bersama. Di dalam hati Desti, ia merasakan getaran yang berbeda dari biasanya, mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan biasa.
Cerpen Dina Gadis EO
Dina merasakan angin sepoi-sepoi membelai wajahnya saat ia berjalan pulang dari sekolah. Senyumnya terukir lebar di wajahnya yang cerah, meskipun dia tahu sebentar lagi harus berurusan dengan kekasaran dan ejekan dari sekelompok anak yang selalu mengganggunya.
“Dina si Gadis EO! Dina si Gadis EO!” teriak mereka, sambil mengejek dengan nada melecehkan.
Dina menahan napasnya. Dia sudah terbiasa dengan ejekan itu, tetapi hatinya masih teriris setiap kali mendengarnya. Gadis-gadis itu terus mengejarnya, melempar kata-kata kasar yang menusuk ke dalam hatinya.
Namun, di tengah-tengah teriakan dan cemoohan itu, terdengar suara lain yang berbeda. Suara yang tidak kasar, melainkan lembut dan ramah.
“Diamlah, kalian!” bentak seorang gadis dari belakang.
Dina memutar tubuhnya, mencari sumber suara tersebut. Dia melihat seorang gadis berdiri tegak, dengan tatapan tajam yang menatap langsung ke arah para pengganggu Dina.
“Gadis-gadis itu bukan urusanmu, Naia,” ujar salah satu dari mereka.
“Tapi mengejek orang lain bukanlah cara yang baik untuk bersenang-senang,” sahut gadis yang disebut Naia dengan tegas.
Para pengganggu itu terdiam sejenak, terkejut oleh keberanian gadis itu. Dina memandangnya dengan rasa campur aduk. Dia tak pernah melihat Naia berbicara dengan sopan seperti ini, apalagi membela orang lain.
Setelah para pengganggu pergi dengan wajah yang kesal, Naia menghampiri Dina dengan senyuman hangat di wajahnya.
“Hai, aku Naia,” kata gadis itu, mengulurkan tangan.
Dina memandang Naia dengan penuh keheranan sebelum akhirnya meraih tangan itu dalam jabatan hangat. Sesuatu yang aneh terasa di dalam hatinya; bukan rasa sakit atau amarah seperti biasanya, melainkan kehangatan dari sambutan Naia.
“Aku… aku Dina,” balas Dina, suaranya gemetar sedikit.
Naia tersenyum lembut. “Sudah cukup lama aku melihatmu mendapat perlakuan yang tidak adil dari mereka. Aku tidak suka melihatmu disakiti.”
Dina terdiam, tidak menyangka bahwa seseorang akan peduli dengannya, apalagi seseorang seperti Naia yang selalu tampak jauh dari lingkaran pertemanannya. Namun, di situlah awal dari suatu persahabatan yang tak terduga, ketika seorang gadis EO dan seorang gadis biasa bertemu dalam satu titik yang tak terduga.